ARGENTINA
"Disana dia!"
"Kejar terus! Sergei Belikov tidak boleh sampai lolos!"
"Berpencar dan siapa pun yang lebih dulu menemukannya, bawa dia padaku!"
Sejumlah pria bertubuh tinggi yang mengenakan penutup wajah dan memegang senjata api ditangan mereka mulai menyebar disekitar pinggiran kota yang terlihat sepi dan sedikit mencekam itu. Tidak ada yang bisa dilihat di tempat menyedihkan ini selain beberapa rumah kecil tak berpenghuni dan sebuah pom bensin tua yang sepertinya sudah lama dibiarkan terbengkalai. Hampir 1 jam lebih mereka mengejar pemimpin Starlight yang ternyata berhasil menyelinap kabur saat penyerbuan yang sengaja dilakukan untuk menyingkirkan pria yang terkenal tiran itu.
"Tempat ini akan punya pemilik baru begitu Sergei kita habisi!"
"Huh, siapa pun yang nantinya berhasil menguasai semua kartel di Argentina, menurutku sama saja. Tidak ada yang akan berubah. Mereka pasti sibuk memikirkan kantong sendiri. Kau lihat saja nanti!"
Belum sempat pria berwajah oriental yang tadi membuka pembicaraan menjawab komentar sinis pria yang berlari cepat disampingnya, tanpa sengaja dia melihat sekelebat bayangan yang sedang menyelinap masuk ke salah satu rumah kumuh yang memang banyak tersebar di hampir setiap sudut tempat yang mungkin lebih pantas disebut kota mati ini.
"Itu pasti dia!" serunya kuat yang sontak membuat semua mata ikut menatap kearah yang sedang ditunjuknya. "Boss akan mengamuk dan kita semua akan dihukum berat jika Sergei berhasil kabur! Jadi, cepat kepung dan tangkap dia!" titahnya tegas sambil memberi isyarat agar semua anak buahnya segera menyebar.
Sambil berlari cepat untuk mengejar pria Rusia yang selama ini menguasai perdagangan senjata dan obat-obatan di Negara ini, Jordan Chang, pria muda berwajah oriental yang menjadi pemimpin team khusus ini melayangkan tatapan dinginnya pada pria berkulit gelap yang tadi bersikap sinis. Jordan tahu tidak akan mudah membangun sesuatu yang baru ditempat yang hanya dipenuhi manusia-manusia sinis yang selama puluhan tahun harus hidup tertekan dibawah sikap tiran keluarga Belikov yang kejam.
"Asal kau tahu, Neo. Kekuasaan Katherina sudah berakhir. Sekarang yang menguasai seluruh kartel Amerika Latin adalah Dimitri Petrova. Ya, bajingan terkutuk yang seharusnya mati dan membusuk di neraka itu!"
Jordan menggeram kasar dengan ekspresi muak saat menyemburkan kalimat tajam itu. Sorot tidak percaya dalam mata gelap Neo yang melebar tidak sedikit pun memperbaiki suasana hatinya yang sedang buruk. Hampir semua anak buah yang berada dibawah pimpinannya tahu, Jordan selalu menaruh dendam pada keluarga mafia tua yang terkenal kejam itu, terutama pada Dimitri.
Bahkan, jika bisa dia tidak mau terlibat apapun dengan organisasi mafia itu, tapi sejak kapan tentara bayaran seperti dirinya punya pilihan? Petrova punya gudang uang yang tidak akan pernah mengering dan mereka, team-nya butuh uang. Hidup tidak memberi banyak pilihan mudah pada orang-orang seperti mereka yang harus mengangkat senjata demi sepiring makanan hangat.
"Dari perintah yang baru kuterima, kita harus membunuh Sergei!" Pria yang terkenal dengan julukan Fire itu bicara dengan suara datar sambil terus berlari dan tanpa menurunkan kewaspadaannya. "Tapi sebelumnya, ambil semua bukti dan dokumen perjanjian rahasianya dengan Katherina..."
Melihat rahang Jordan yang sudah mengeras sempurna, Neo refleks menggenggam kuat senjatanya. Ditangan Katherina Petrova, organisasi mafia Rusia itu menjadi salah satu yang paling ditakuti di dunia karena wanita tidak waras itu selalu memberi perintah yang tak masuk akal. Namun, sekarang yang terburuk sepertinya akan segera terjadi. Dimitri Petrova adalah iblis tak berhati. Bajingan kejam itu pendendam yang manipulatif, sangat licik dan yang paling menakutkan, dia suka sekali membunuh lawannya dengan cara perlahan dan menyakitkan.
"Kapan kontrak kita dengan organisasi itu selesai?" tanya pria bertubuh raksasa itu pelan, berusaha mengendalikan ketakutan bodoh yang tiba-tiba saja memenuhi dirinya. "2 tahun, kecuali kau mati hari ini." Sekali lagi, kalimat datar tanpa emosi Jordan itu berhasil menghentikan langkah lebar Neo yang sedang berlari disampingnya.
Tanpa menunggu sahutan pria yang sedang melotot tajam padanya, Jordan menembakkan senjata ditangannya pada sosok bayangan yang sudah berada lumayan jauh didepan mereka. Mengabaikan keringat yang sudah membasahi punggungnya, juga bau darah yang menempel diseluruh tubuhnya, dengan kasar Jordan menendang kuat pintu rumah jelek yang sepertinya sempat menjadi tempat persembunyian Sergei.
Masih dengan pistol ditangannya, pria yang sudah 10 tahun menjadi tentara bayaran itu masuk. Melihat sekeliling tempat beraroma busuk itu dengan tatapan dingin. Sepertinya sudah lama ditinggalkan, batin Jordan. Tanpa ragu dia memimpin pasukannya dengan sikap tenang yang membuatnya ditakuti sekaligius dikagumi saat berada di arena tarung gelap, tempat pertama kali dia bertemu dengan Dimitri Petrova, bajingan sialan yang sudah membunuh partner kerjanya dengan sadis.
"Sepertinya salah satu tembakanmu tadi berhasil mengenainya, JD!" komentar Neo yang sudah berdiri lagi disampingnya sambil menunjuk ke lantai berdebu yang memang dipenuhi bercak darah segar. "Tak kusangka kekuasaan Sergei akan berakhir secepat ini." Tambahnya datar dengan seringai malas, tak terlihat lagi kegelisahan yang tadi sempat menghiasi wajahnya.
Seulas senyum lebar yang kekanakkan menghiasi wajah tampan Jordan dan membuatnya terlihat ramah, topeng palsu yang selalu berhasil menggelabuhi mangsanya. "Bagus sekali! Sekarang telusuri setiap sudut tempat ini, dia pasti belum jauh!" Dalam 24 jam aku akan menyerahkan Argentina pada Petrova sesuai janjiku dan sebagai balasannya, Marquez harus memberikan apa yang kuminta!, sambungnya dalam hati sambil menyeringai puas.
"Bersiaplah untuk musim dingin yang panjang, Neo!"
.
.
RUSIA
Tanpa peduli lagi pada pergelangan tangannya yang sakit dan sepertinya semakin terluka, Lucien mulai memberontak lagi. Dia bisa merasakan jika tangan besar Dimitri sekarang sudah bergerak turun untuk meraba dan membelai perutnya yang sudah setegang senar gitar dengan gerakan pelan dan menggoda. Seluruh tubuh Lucien menegang, darahnya mengalir deras dan membuat pikirannya seperti dipenuhi kabut.
Semua yang sedang dilakukan Dimitri padanya ini terlalu gila dan sudah semakin diluar kendalinya. Dia harus menghentikan semua kesalahan ini. Lucien harus segera melakukan sesuatu jika tidak mau ketakutan yang sudah disimpannya beberapa minggu terakhir ini menjadi nyata!
"Eughh....Hentikan semua kegilaanmu ini, D! Berhenti sekarang juga!"
Suara tajam Lucien mulai terdengar bergelombang diantara desahan kecil yang akhirnya lolos dari belahan bibirnya. "Damn! Ingat....Akhhh....Aku..." Nafas Lucien terasa berat saat dia berusaha mengendalikan gairahnya sendiri. Mengabaikan bisikan iblis yang sedang tertawa mengejek dalam kepalanya. "Aku ini juga punya penis, sama seperti yang kau miliki diantara selangkangmu itu, Bajingan terkutuk!" sergah pria bermata biru itu penuh amarah sebelum mengerang tertahannya. menepis setiap sentuhan jemari Dimitri yang perlahan tapi pasti mulai membakar kewarasannya.
Sekuat tenaga dengan mengarahkan semua kemampuannya Lucien berusaha menepis setiap sentuhan jemari Dimitri yang perlahan mulai membakar kewarasannya. Menendang kasar saat tubuh besar raksasa Rusia itu memeluknya semakin erat. "Hentikan perlawanan bodohmu, Osborne! Tempatmu adalah dibawahku!" Tawa samar dalam kalimat mengejek itu tidak membuat Lucien berhenti, apalagi menyerah. Sebaliknya dengan berani dia menggigit kuat bibir Dimitri yang sedang berusaha menciumnya lagi.
"Teruslah bermimpi, D!" Lucien menahan erangan kesakitannya saat tangan besar Dimitri yang penuh otot terlatih itu mencengkram kuat bahunya hingga kali ini dia tidak bisa bergerak, apalagi menghindar. Dominasi, Lucien tahu itu yang sedang ditunjukkan Dimitri untuk menaklukkannya, membuatnya merasa rendah.
Setan terkutuk yang pernah dan akan selalu menjadi musuh besarnya ingin menegaskan jika Lucien tidak akan pernah bisa lari sebelum menyerah dalam kekuasaannya!
Sambil terkekeh geli Dimitri menjilat pelan setetes darah yang membasahi bibirnya. Jujur sudah lama sekali dia tidak merasa tertantang dan semua perlawanan Lucien seperti mengobarkan gairah yang selama ini terpendam dalam dirinya. "Dan, mimpiku kali ini akan dipenuhi desahan manismu, Osborne...." serunya ringan, sedikit mengejek sebelum tertawa kecil dan kembali menangkup wajah Lucien yang memerah ditengah udara yang membeku.
"Lepaskan aku atau kubunuh kau, iblis sialan!"
Sampai mati pun Lucien tidak akan pernah sudi disentuh apalagi sampai dilecehkan oleh bajingan penyuka sesama jenis yang sedang menorehkan kissmark lain dibagian atas dadanya yang terbuka. "Mitya! Ughhh....Hentikan.." Jantung Lucien berdebar kencang, dia tidak tahu lagi apa yang sedang dirasakannya, marah, malu atau tidak sabar menunggu.
"Aku tidak akan berhenti. Tutup saja mulutmu!" geram Dimitri dengan suara parau seraya menelusuri dada bidang Lucien yang berotot dengan lidah dan mulutnya. "Oh, dan jangan tahan dirimu terus, Osborne. Aku suka mendengarmu mendesah...." Kulit pucat yang sedang dicicipinya memang tidaklah selembut dan sehalus kulit wanita yang terawat, tapi Dimitri menyukainya dan tidak sabar lagi mencari tahu setiap titik sensitive Lucien yang masih terus berusaha melawannya.
"Ini tidak boleh terjadi...Tidak! Aku harus bisa menghentikan Dimitri! Ya Tuhan, tolong aku!"
Rasa sakit bercampur denyutan aneh karena jilatan lembut dan hisapan kuat mulut Dimitri dikulitnya sekuat tenaga tidak dihiraukan Lucien. Dia lebih memilih untuk menggigit kuat bagian dalam bibirnya hingga berdarah, mendesah sama saja dengan kalah dan Lucien tidak mau membuat bajingan sialan yang sedang menelanjanginya ini merasa puas sedikit pun.
Bukannya berhenti karena semua protes penuh amarah dan juga pemberontakan liar itu, sebaliknya Dimitri terus tersenyum lebar. Setelah melabuhkan kecupan kecil pada kissmark yang baru saja diukirnya tepat didada Lucien yang berotot halus, Dimitri beralih menjilat dan menghisap kuat nipple mungil berwarna kecoklatan milik pembunuh bayaran yang sudah menegang sempurna, entah karena lidahnya atau mungkin karena udara dingin yang sedang menyelimuti ruangan menara.
"Kau boleh saja terus melawan tapi, tubuhmu menyukai sentuhanku, Osborne."
Sengaja tangan Dimitri yang sejak tadi meraba perut berotot Lucien bergerak turun semakin ke bawah. Menyentuh ringan kehangatan yang sekarang memenuhi tangannya. "Wow, kau sudah sekeras batu rupanya..." Lagi, Dimitri tertawa mengejek sementara jemarinya mengusap lembut pipi tirus Lucien yang sedingin es. "Kau bisa merasakannya?" tanyanya dengan suara parau sambil mulai meremas bagian selatan tubuh pria yang sudah menatap garang padanya dengan tangannya yang lain.
Remasan kuat itu hampir membuat Lucien kehilangan seluruh kendali dirinya dan mendesah tajam walau dia cepat-cepat menggigit kuat lidahnya. "Jauhkan tanganmu!" sergahnya pelan namun penuh penekanan, dengan semua tenaganya yang tersisa, Lucien kembali mencoba beringsut mundur dengan kaki gemetar.
Namun, pelukan kuat Dimitri di pinggangnya dan lumatan kasar mafia Rusia itu dibibirnya yang sudah berdenyut aneh sontak menghentikan semua perlawanan Lucien yang semakin lemah. Gairah yang terus mendesaknya seperti goresan belati yang tanpa henti mengikis semua sisa kewarasannya. Udara yang semakin dingin perlahan mengoyahkan tekad Lucien untuk terus melawan kebiadaban binatang yang sedang melecehkannya.
"Jangan lakukan ini, D! Please...Aku membencimu!"
Dengan nafas yang sedikit terengah Lucien meraung kasar dan memohon dengan bibir yang hampir terkatup rapat. Tanpa dikehendaki, jantungnya berdebar semakin kencang saat bajingan terkutuk yang sedang menyeringai kejam itu perlahan menunduk,"Kesempatanmu bicara sudah habis!" Dimitri tersenyum penuh arti sebelum memangut ringan bibir Lucien yang sedikit membengkak sementara tangannya dengan kasar melebarkan kedua kaki jenjang yang tertekuk aneh itu.
"Aku tidak akan pernah memaafkanmu! Akan kubunuh kau pada kesempatan pertama!"
Ketakutan bercampur kemarahan diwajah tampan Lucien yang sedang mengancamnya hanya semakin membakar gairah dalam tubuh Dimitri yang hampir meledak. "Diam! Kau tidak punya hak untuk menolakku, Osborne! Nikmati saja..." desisnya dengan senyum keji sebelum menelanjangi musuh lama yang sepertinya akan menjadi budak nafsunya selama beberapa waktu.