Chapter 4
^^
ARGENTINA
Api besar yang berkobar mulai membakar dan melahap habis semua rumah kumuh yang terletak di pinggiran kota tak berpenghuni itu. Tak jauh dari tempat yang sudah sepanas neraka itu, Jordan terlihat sedang menghubungi seseorang walau mata tajamnya tetap mengawasi semua anak buahnya dengan teliti seperti biasanya. Tidak boleh ada satu pun kesalahan jika dia ingin segera mencapai tujuannya.
"Dia mati dan sedang terbakar habis dihadapanku sekarang." lapornya dengan suara datar dengan seulas senyum kecil disudut bibirnya. "Semua bukti itu aman. Sekarang Argentina sepenuhnya milik Petrova." Lanjut Jordan lagi, kali ini dengan seulas seringai kecil seraya mengedip nakal saat melihat Neo yang sudah berdiri tak jauh darinya memutar malas bola matanya sebelum mulai mendengus tanpa suara.
"Bagus sekali, Jordan. Bereskan semuanya dan tunggu Kim Kai tiba disana!"
Untuk sesaat Jordan terdiam dan mengerutkan dahinya saat mendengar nama pria Asia yang hanya dikenalinya melalui foto itu. Seorang ahli bahan peledak yang menurut informasi Marquez adalah bagian dari perjanjian Dimitri dengan Pewaris Kim, putra sulung dari Jenderal Kim dari Korut yang menjadi sekutu bajingan Rusia itu baik dalam bisnis senjata maupun saat menyingkirkan Katherina.
Ck, Jordan yakin kerja sama itu tidak akan berjalan lama. Tak lama lagi tempat ini akan kembali menjadi rebutan karena semua orang dalam bisnis kotor ini tahu pasti, Dimitri, ketua organisasi Petrova yang baru itu tidak suka berbagi.
"Kapan dia datang? Petrova tidak ingin melihat sendiri semua pabrik obat dan senjata yang sudah berhasil kami kuasai?" Jordan menyingkirkan sedikit rasa kesalnya karena harapannya jika Dimitri Petrova akan datang sendiri dalam waktu dekat sepertinya salah kali ini.
"Secepatnya," sahut Marquez diseberang ponsel dengan suara dingin. "Boss akan kesana setelah semua urusannya disini selesai." sambungnya kemudian dengan nada yang lebih lunak tanpa memberikan penjelasan apapun lagi seraya menatap kearah pintu menara yang sedang dijaga beberapa orang.
Baguslah, aku jadi punya waktu untuk menjalankan rencanaku sendiri, batin Jordan senang sambil memikirkan kerjasama kecil yang mungkin bisa ditawarkannya pada Pewaris Kim yang menurut informannya adalah sosok yang sama licik dan kejamnya dengan Dimitri. Kali ini sepertinya bajingan Petrova itu bertemu dengan lawan yang seimbang.
"Apa yang harus kulakukan setelah Kim Kai datang?" tanyanya cepat seraya mengangguk acuh pada Neo yang sedang memberinya isyarat jika semua sudah selesai.
"Langsung terbang ke Ukraina, ada tugas baru untukmu."
Seraya kembali memasang ekspresi datar diwajahnya, Jordan mengangguk singkat sebelum menjawab kalimat ambigu tangan kanan Dimitri Petrova itu. "Team-ku akan selalu siap melakukan semua tugas kotor Petrova selama bayarannya memuaskan!" sahutnya datar dengan suara tenangnya dan langsung tersenyum tipis saat mendengar diseberang sana Marquez sudah menggeram pelan.
"Bunuh semua yang masih setia pada Sergei! Untuk yang berbelot pada kita, bawa mereka pada Nikki Lee, partner Kim Kai. Ahli computer itu akan menanamkan micro chip di tubuh mereka."
Kejutan, sepertinya kali ini akan lebih menarik jika Jordan bisa menetap di Argentina lebih lama karena dia sungguh merasa tertarik pada putra bungsu Menteri Komunikasi Korut yang cantik itu. "Aku mengerti. Semua akan berjalan sesuai rencana!" Hati Jordan entah mengapa tiba-tiba dipenuhi semangat saat menutup ponselnya, panasnya api yang terus berkobar dan membuat langit malam terlihat terang pun diabaikannya.
"Kemana kita kali ini?" Neo yang bisa melihat jika temannya mulai melamun langsung menepuk kuat bahu pria Asia berwajah kekanakkan yang dengan ahli menyimpan semua sifat kejamnya dibalik senyum ramah yang sebenarnya sangat menipu.
Masih dengan senyum kecil dibibirnya, Jordan merangkul kuat bahu lebar Neo sebelum menyeringai lebar. "Ukraina," Jawabnya singkat sambil memberi isyarat agar mereka segera meninggalkan tempat yang mulai menguarkan aroma busuk ini. "Tapi, kita harus menunggu beberapa waktu sampai pria yang ditugaskan untuk mengawasi Argentina datang dan mengambil alih semuanya!"
"Yang penting bukan ke Afrika, aku benci tempat menjijikkan itu!" keluh Neo dengan wajah masam sambil menendang kasar mayat Sergei yang sudah mengerut seperti arang. "Ayo kita rayakan kemenangan ini!" teriaknya kuat yang sontak berbuah sorakan riuh dari semua anak buah Jordan yang selalu solid dan siap menerjang api untuknya.
.
.
RUSIA
Kepala Lucien mulai terasa pusing karena terus menahan dan menelan semua desahan yang mendesak ingin keluar dari mulutnya. Ciuman panas dan setiap pangutan kasar itu mulai mempengaruhinya. Sentuhan dan remasan lembut jemari Dimitri dibagian bawah tubuhnya yang sudah menegang dan terasa sakit itu memang godaan iblis yang paling terkutuk. Belum lagi sensasi geli dan sakit pada kissmark yang baru ditorehkan si bodoh Dimitri di dadanya.
"Stopp ughhh....Hentikan ini! Akhhh..." raung Lucien tajam diantara erangan kasar yang tidak mampu ditahannya lagi,"Mati saja kau, D!" Makian marah itu akhirnya juga lolos dari bibir Lucien saat mulut Dimitri yang sepanas api terus saja mengisap kuat puncak dadanya yang terus berdenyut aneh dan membuat tubuhnya gemetar.
Tawa Dimitri tiba-tiba saja meledak dalam ruangan luas dibagian menara itu. Sesaat yang lalu dia masih sibuk mengisap dan menggoda nipples Lucien. Sementara tangannya sengaja meremas pelan penis mangsanya yang sudah menegang sempurna dibalik boxer minim yang masih membalut bokong berisi pembunuh Yunani itu. Sekarang dengan sikap acuh dan seringai nakal dibibirnya, Dimitri melepaskan pelukan eratnya dan perlahan menjauhkan tubuh mereka dan kembali sibuk meneguk rakus minumannya yang tadi terlupakan.
"Oh, wiski ini lezat sekali. Harum dan sangat lembut menggoda lidahku."
Dimitri bicara dengan nada ringan yang begitu santai seolah beberapa detik yang lalu dia tidak sedang menyentuh Lucien dengan penuh gairah. Dia sudah tidur dengan puluhan, bahkan mungkin ratusan wanita, namun baru kali ini Dimitri merasakan perasaan tertarik sekaligus ingin menguasai. Sesuatu yang tidak pernah dirasakannya sebelum mencium bibir sensual pembunuh bayaran yang seharusnya sudah dia bunuh setelah menyingkirkan sepupu tercintanya.
"Bahkan hanya dengan seteguk, tubuhku mulai panas dan membara." Ujar ketua organisasi mafia itu penuh arti sambil menjilat bibirnya sendiri yang sekarang terasa kering dengan gerakan pelan. "Ingin mencobanya sedikit, Osborne?" tanya Dimitri dengan nada menggoda sambil menggedipkan matanya.
Gairah yang tak tersalurkan dan penisnya yang sakit dan begitu tegang membuat Lucien membuang jauh kesabarannya. Mata birunya berkilau penuh amarah saat menatap benci pada Dimitri yang sedang tersenyum lebar, mengejeknya. "Iblis terkutuk! Seharusnya kau mati saja bertahun-tahun yang lalu! Asal kau tahu, bajingan sialan, aku benar-benar menyesal karena pernah menyelamatkanmu!" Amarah yang mulai diselimuti dendam bahkan membuat Lucien tidak lagi merasa kedinginan walau dia sudah hampir telanjang.
Seolah tidak mendengar semua rutukan kasar Lucien padanya, Dimitri malah dengan santai menggeser sedikit duduknya. Menyodorkan botol minumannya hingga hampir menyentuh bibir Lucien yang sedang merengut marah. "Sepertinya kau mulai kedinginan tanpa pakaian, Osborne. Mau kubantu? Dengan pelukanku, mungkin?" Dimitri memasang ekspresi penuh simpati saat tatapannya menelusuri tubuh bagian atas Lucien yang sudah telanjang dan sekarang dihiasi beberapa kissmark yang tadi diukirnya.
"Atau, kau ingin mencoba ini? Bagaimana jika aku memberimu beberapa teguk?" tawarnya lagi baik hati dengan senyum lebar yang bukannya membuat Lucien percaya, sebaliknya pria bermata biru gelap itu langsung mendengus kasar dan memalingkan wajah darinya.
Dalam hati Dimitri sudah tertawa keras. Belasan tahun dia mengenal Lucien Osborne dan baru kali ini mereka berada dalam posisi yang begitu intim. Tidak ada senjata dan darah yang biasanya berada diantara mereka. Situasi aneh ini tidak pernah dibayangkan Dimtiri karena siapa pun yang berkecimpung dalam dunia hitam pasti tahu permusuhannya dengan pembunuh yang hampir menghabisinya ini.
"Oh, atau kau sedang frustasi karena aku tidak mencumbumu lagi? Kau ingin aku melanjutkannya?" Dimitri sengaja bicara dengan nada menggoda sambil menahan senyum lebarnya. "Menciummu kasar seperti tadi?" tanyanya ringan sementara jemari kurang ajarnya sudah kembali bergerak menyentuh tubuh Lucien dari balik boxer tipisnya.
"Seperti ini?"
Dimitri tersenyum puas saat bagian selatan Lucien yang sudah menegang berdenyut panas dalam genggamannya. "Atau mungkin ini?" Tanpa mengalihkan tatapan nakalnya dari wajah pucat Lucien yang sedikit berkeringat ditengah udara Rusia yang membeku, ketua organisasi Petrova itu menunduk dan mencium ringan pusat gairah musuh terbesarnya.
Menjilatnya pelan dari balik boxer yang sedikit lembab itu sebelum mengulumnya kuat.
Tangan Lucien terkepal erat. Rahangnya mengetat sempurna. Semua kegilaan yang sedang dilakukan Dimitri membuat perasaannya kacau balau. Penisnya seperti akan meledak saat jilatan ringan bajingan terkutuk yang dibencinya itu berubah menjadi kuluman dan isapan kuat. Gairah yang berusaha ditahannya mulai tersulut. Bagian liar dirinya ingin sekali berteriak dan meminta Dimitri segera merobek boxer-nya yang basah dan memanjakan Lucien dengan lidahnya.
Konsentrasi, Luc. Jangan biarkan dia menang. Kau tidak lemah! Berjuanglah! Abaikan saja semua rangsangan bodoh itu!, doktrin bagian diri Lucien yang selama ini membuatnya sanggup menahan semua siksaan keji yang harus diterimanya hampir setiap hari selama mendekam di camp Korut.
Ya, lebih baik dia mati kedinginan di markas sialan ini daripada harus memohon pada setan tidak tahu diri yang hanya akan memanfaatkan tubuhnya. Membuangnya, bahkan mungkin akan langsung membunuhnya setelah semua nafsu binatangnya terpuaskan. "Singkirkan tangan kotormu dariku!" desis Lucien penuh penekanan dengan bibir yang hampir terkatup rapat, mengacuhkan jantungnya yang tiba-tiba saja berdebar aneh.
"Hm, kalau aku tidak mau?" Dimitri mengedipkan matanya sebelum meremas kuat bagian selatan Lucien yang terasa sepanas api. "Ini sangat menyenangkan..." bisiknya penuh arti.
Nafas Lucien mulai tercekat. Susah payah dia menelan desahan kasar yang hampir lolos dari bibirnya. Sentuhan Dimitri membuatnya gila. "Sampai neraka membeku sekali pun, aku tidak akan pernah sudi kau sentuh, bajingan sialan!" Suara Lucien bergetar samar, kali ini bukan lagi karena harus menahan udara dingin yang semakin membeku. Melainkan karena lidah dan mulut jahanam Dimitri yang tidak berhenti menggodanya.
"Tanamkan kenyataan itu di otakmu yang tak berguna, D!" tambah Lucien yang tanpa lelah terus memberontak walau tahu semua usahanya sia-sia selama tangannya diborgol.
Perlawanan kasar dan amukan Lucien yang sudah diduganya hanya mendorong Dimitri tertawa keras. Tangannya juga tidak berhenti menggoda pembunuh yang terlihat semakin menggairahkan dimatanya. "Mulutmu ternyata bisa sangat kreatif," pujinya penuh sarkasme sambil meneguk kasar minumannya sebelum dengan gerakan cepat memeluk intim Lucien yang terlihat berantakan.
"Tapi, seingatku tadi kau mendesah keras hanya karena aku mengisap dan menjilat nipples imut yang terasa selezat wiski ini."
Sorot mata Lucien yang menggelap berhasil memancing seringai puas Dimitri yang tanpa ragu menundukkan kepalanya. Tubuh ramping yang menegang dalam pelukannya seperti magnet yang terus mendesak iblis dalam diri Dimitri. Dengan mata tajam yang terus menatap wajah tampan Lucien yang sedikit memerah, mafia Rusia itu mulai menggigit pelan puncak dada Lucien yang sudah sekeras batu.
"Bahkan kau bilang please. Ingat?" Sambil bicara jemari Dimitri kembali menjelajahi tubuh berotot yang sebelum malam ini berakhir harus menjadi miliknya. "Oh, dan maafkan aku, Osborne." gumam Dimitri dengan suara parau. "Aku lupa tidak ada gelas di ruangan ini. Jadi, bagaimana mungkin aku memberimu beberapa teguk?" Mafia tampan itu tersenyum kecil seraya memasang ekspresi menyesal yang dibuat-buat sebelum meneguk minumannya dengan gaya berlebihan.
"Katherina benar. Kau memang iblis yang seharusnya mati!" geram Lucien dingin dengan mata terpejamnya. Berusaha keras tidak terpengaruh pada setiap sentuhan jemari Dimitri yang sekarang berkeliaran diantara kakinya. "Kesalahan terbesar yang kulakukan adalah membiarkan kau tetap hidup!" Udara dingin yang menusuk membuat Lucien hampir tidak bisa berpikir, apalagi bergerak untuk melawan, terlebih setelah Dimitri memeluknya lagi.
Diingatkan lagi pada Katherina hanya memancing amarah Dimitri yang tadinya sudah sedikit terlupakan. Dengan kasar dia memaksa Lucien membalas tatapannya,"Sebut namanya lagi dan kupastikan kau akan dicambuk sampai mati! Kau dengar itu, Osborne?" bentaknya tajam dan sangat puas saat melihat mata tawanannya mengerjap cepat, takut.
Lucien Osborne takut dan itu seperti bunyi genderang kemenangan bagi Dimitri!
Baru saja Lucien akan balas membentak ketua mafia yang sedang melecehkannya ini saat mulut hangat itu membungkam paksa bibirnya lagi. Belaian lembut pada kejantanannya yang masih setengah terangsang hanya membuat Lucien tanpa sadar mengerang pelan dan itu membuka kesempatan pada si bejat Dimitri untuk segera menyalurkan wiski yang diminumnya ke mulut Lucien dengan cara barbar.
Ciuman itu kasar, memaksa dan sedikit menyakitkan karena wiski itu seperti membakar tenggorokannya. Dimitri yang sudah tidak bisa lagi menahan gairahnya bahkan menggigit kuat bibir Lucien yang tadinya masih terkatup rapat agar terbuka lebar hingga lidahnya bisa masuk. Dengan tidak sabar mulai menjelajahi rongga hangat yang beberapa hari yang lalu membuatnya lupa jika sosok yang sedang dipeluknya, bukan saja adalah mantan musuhnya namun juga adalah seorang pria, sama sepertinya.
"Ughhh...Dimmm...Akhhh....Sialan kau!" meski tahu yang dilakukannya sia-sia namun Lucien masih melawan dengan menendang ke segala arah. "Leppaas....Hmmm.." Kedua tangannya yang terborgol membuatnya sulit untuk menghindar dari setiap lumatan dan pangutan kasar bibir panas sang mafia Petrova yang setiap detiknya membuat logikanya memudar.
Tanpa peduli pada semua perlawanan Lucien yang lemah dan tak berguna, bibir Dimitri malah mengukir senyum puas saat lidahnya menjilat pelan penuh godaan pada bekas luka memanjang didada mangsanya yang berotot dan terlihat sexy. "Aku sungguh penasaran bagaimana sempit dan nikmatnya hole seorang pria, terutama milikmu, mantan musuh abadiku...."bisik Dimitri frontal sebelum dengan beringas membuka paksa celana panjang yang tadinya masih membalut kaki jenjang Lucien.
"Kubunuh kau, Petrova sialan! Kubilang lepaskan aku!"
Mengabaikan dulu harga dirinya yang seperti diinjak-injak, Lucien berteriak garang saat bajingan sialan yang akan dibunuhnya jika punya kesempatan itu menatap penuh damba pada bagian tubuhnya yang sudah telanjang. "Jangan tatap aku seperti itu! Kau memang binatang terkutuk, D! Kuharap kau membusuk di neraka! Berhenti menatapku atau akan kucongkel matamu!" Ancamnya keji tanpa peduli lagi jika semua pengawal yang berjaga diluar bisa mendengar suara teriakannya.
Untuk pertama kali dalam hidupnya yang selalu penuh dengan bahaya dan pengkhianatan, Dimitri merasa berdebar. Jantungnya berdegub kencang bukan karena takut atau karena bersemangat akan membunuh mangsa seperti biasanya. Apa yang dirasakannya kali ini sungguh berbeda, yang diinginkannya saat ini hanyalah menyentuh setiap lekuk halus pada tubuh Lucien yang walau dipenuhi bekas luka namun tetap terlihat indah dimatanya.
"Ckck, kau bahkan sudah menegang dan basah, Osborne. Lumayan besar juga."
Sambil menyeringai penuh kepuasan, Dimitri mengulurkan tangannya untuk membelai dan meremas ringan penis Lucien yang sudah berdiri tegak dengan precum yang berkilau diujungnya. Tatapan tajam yang menyorotkan api gairah dalam mata biru Dimitri perlahan menelusuri setiap bagian tubuh Lucien yang sekarang berada dalam kuasanya. Jika tubuh pria bisa semenarik ini, mungkin tidak ada salahnya aku sedikit bermain-main, batin Dimitri saat dengan paksa dia menarik Lucien hingga setengah berbaring sebelum melebarkan kedua kaki pria yang terus melawannya hingga dia bisa melihat bagian mungil yang terus berkedut itu.
Malu, marah, merasa begitu direndahkan dan harga dirinya terluka.
Semua perasaan menyakitkan itu mulai memenuhi hati Lucien. Dia pernah disiksa dengan cara-cara yang begitu menyakitkan dan sangat tidak manusiawi hingga yang diinginkannya saat itu hanyalah mati dan mengakhiri semua penderitaannya. Namun, kali ini Lucien tidak ingin mati, yang dia inginkan adalah kesempatan untuk balas menyiksa Dimitri. Dengan tangannya sendiri Lucien akan membunuh bajingan terkutuk yang sedang menyentuhnya sambil tersenyum puas ini.
"Aku bersumpah akan membalas semua pelecehan ini!" Lucien berdesis tajam dengan bibir yang hampir terkatup rapat,"Jika saatnya tiba, kau akan memohon agar aku membunuhmu dengan cepat!" Tubuhnya gemetar saat dirasanya jemari panjang ketua organisasi Petrova itu dengan kurang ajar menyentuh bagian dirinya yang paling pribadi dan tidak pernah disentuh siapa pun sebelumnya.
Ancaman keji itu hanya berbuah kekehan pelan Dimitri, semua amarah yang disemburkan padanya sepadan dengan apa yang sedang dilihat dan disentuhnya. Ini pertama kalinya dia menyentuh kejantanan dan juga hole seorang pria. Tidak ada rasa jijik apalagi canggung dalam hatinya, yang ada hanya perasaan mendamba dan penasaran. Bagaimana bisa lubang sekecil itu kumasuki, bimbang Dimitri dalam hati saat mencoba melesakkan satu jarinya ke dalam bagian paling rahasia di tubuh mantan musuhnya.
"Terserah, Osborne. Lakukan saja semua yang kau mau nanti, tapi sekarang biarkan aku memuaskan rasa penasaranku dulu!" gumam pria berambut pirang keperakan itu dengan seringai lebar sambil menaikkan kedua kaki jenjang Lucien dengan kasar dibahunya sebelum menunduk.