28 November 2012.
Terjadi kasus pembunuhan. Korbannya adalah sir Alfred Issac. Seorang bangsawan Inggris berumur 44 tahun yang pindah ke Indonesia bersama seorang putrinya yang masih 18 tahun, Madeline Issac, dan seorang pembantu setianya Ruby Madomesille yang berumur 65 tahun. Sir Alfred diduga telah dibunuh oleh orang terdekat di rumahnya sendiri. Awalnya sir Alfred ditemukan putrinya dalam keadaan bersimbah darah di lantai kamarnya dengan pisau yang menancap di dadanya dengan kondisi ruangan yang telah berantakan, saat putrinya ingin mengantarkan sarapan pagi untuknya. Barang-barangnya masih utuh. Tidak ada yang hilang. 10 menit setelah Madeline melapor polisi, dia kembali ke kamar ayahnya dan menyadari bahwa ada 2 barang yang hilang. Arloji tua berwarna emas milik ayahnya, dan pisau itu sendiri!
20 menit kemudian polisi datang. Mereka mulai melakukan olah tempat kejadian perkara dan memeriksa mayat sir Alfred. Semua orang di rumah itu di interogasi. Mulai dari Madeline, Madomesille, Danny (pemuda berusia 20 tahun. Merupakan seorang musisi ternama dan pacar dari Madeline), hingga dokter pribadi sir Alfred, dr. Vince yang berusia 49 tahun. Sudah 1 jam mereka di interogasi, namun pihak kepolisian tidak mendapatkan informasi yang berarti.
Pukul 09:00 pagi. Aku datang bersama sahabat baikku, Karl.
"Selamat pagi detektif Karl. Pak inspektur sudah menunggu anda di dalam." Kata seorang petugas polisi padaku dan Karl.
Kami berjalan menuju rumah itu. Rumah yang amat besar dan mewah untuk ukuran 3 orang sebagai penghuninya. Untuk sampai ke depan pintu rumah, kami harus berjalan sejauh 50 meter dari gerbang utama, melewati taman yang luas serta indah. Namun ada suatu tumpukan tanah di depan gerbang besar. Itu jelas bukan perbuatan hewan, melainkan manusia. Karl coba menggalinya dan menemukan sapu tangan yang bersimbah darah. Dia berikan kepadaku untuk disimpan didalam kantong plastik. Lalu kami kembali berjalan.
Sesampainya di depan pintu rumah, Karl langsung membuka lebar-lebar pintu itu. Lalu berjalan menghampiri inspektur Susilo yang sedang berbincang-bincang dengan ke-4 saksi.
"Jadi bagaimana keadaan disini pak Susilo?" Kata ku dengan antusias.
" Oh, ini dia 2 detektif SMA yang luar biasa! Hallo Herman, dan tentu saja, apa kabar Karl?" Sahutnya.
"Aku masih hidup." Jawab Karl dengan nada dingin.
"Jadi, apa saja yang telah anda lakukan?" Tanyaku pada inspektur.
"Ya, kami sudah melakukan olah TKP, dan juga sudah menginterogasi ke-4 orang yang kami curigai ini. Tapi hasilnya nihil!" Kata Inspektur dengan nada geram.
"Woow woow! Tahan emosimu pak inspektur. Selain olah TKP dan interogasi yang sia-sia itu, apa lagi yang sudah kalian lakukan?"
"Hmm. Begini Karl. Kami menemukan bukti yang aneh. Sangat aneh. Di awal laporan Madeline, dia berkata bahwa ayahnya telah ditemukan tewas dalam keadaan terbaring dilantai dan tertusuk pisau di bagian dadanya. Tapi setelah kami kemari, pisau itu hilang, namun bekas tusukannya masih ada. Oh ya, satu lagi. Arloji milik sir Alfred hilang. Katanya, didalam arloji terdapat mata emas Firaun pemberian dari Presiden Mesir."
"Eh! An… Anda serius?!".
"Iya! Saya serius Herman!
"Wah, wah. Kasus yang sangat menarik. Baik! Untuk mempersingkat waktu, Herman, interogasi sekali lagi ke-4 orang itu. Aku akan berkelilling rumah. Mencari suatu petunjuk."
Aku langsung melakukan apa yang Karl minta. Memanggil para saksi dan mencoba menginterograsi mereka. Namun, seperti kata Inspektur, hasilnya tetap saja nihil.
Jam 10:30. Setelah merasa cukup berkeliling rumah dan mencari petunjuk, Karl kembali ke ruang tamu. Tempat Aku dan inspektur menginterogasi ke-4 saksi tersebut.
"Apa yang telah kamu dapatkan?" Tanya Karl padaku..
"Hmm.. Alibi mereka sangat bagus Karl. Sangat bagus. Bahkan untuk seorang penyidik ternamapun, tak akan mencurigai mereka."
"Katakan padaku apa alibinya."
"Soal itu, lebih baik kamu sendiri deh yang mendengarkannya langsung dari mereka."
"Huh. Kebiasaan lama. Baiklah akan kulakukan."
Karl menghampiri Madeline. Dia terlihat masih sangat shock dengan kejadian itu. Karl memintanya untuk menjelaskan detil kejadian itu.
"Ya, pagi itu seperti biasa jam 7 pagi, aku mengantarkan sarapan pagi ke kamar ayah bersama Ruby. Maksudku, bersama Madomesille. Aku ketuk pintu 4 kali, tapi ayah tidak keluar. Karena curiga, aku dorong pintu sekuat tenaga. Saat pintu terbuka, aku lihat kamar ayah sudah berantakan dan ayah sendiri berada dilantai, tertusuk pisau di dada sebelah kiri. Aku berteriak histeris, setelah itu Denny datang untuk melihat apa yang terjadi. Kemudian aku dan Ruby segera kebawah untuk menelpon polisi. Sehabis menelpon polisi aku kembali ke atas dan melihat dokter Vince yang baru bangun, memeriksa kamar ayah. Danny kembali ke kamar ayah setelah dari toliet. Setelah melihat kamar ayah kembali, aku menyadari bahwa pisau dan arloji emas ayah sudah hilang. Dokter Vince memberitahu aku dan Danny bahwa arlojinya benar-benar hilang. Lalu kami mendengar suara Madomesille memanggil dan berkata bahwa polisi telah datang. Kami lalu turun kebawah. "
"Apa ada yang mencurigakan?" Tanya Karl.
"Hmm. Tidak pak.."
"Cukup panggil saya Karl."
"Oh.. Baiklah, Karl. Tidak ada. Tidak ada kecuali arloji itu. Aku rasa ayah menyimpan sesuatu di sana."
"Baiklah, terima kasih Madeline. Selanjutnya, Ruby Madomesille, apa yang anda ketahui tentang kejadian ini?."
"Sama seperti putri Madeline. Jam 05:00 pagi aku bangun. Seperti biasa, membuatkan sarapan pagi untuk 4 orang, karena dr. Vince dan Danny sedang menginap. Setelah selesai, Madeline datang ke dapur untuk membawa sarapan pagi yang telah kubuat untuk sir Alfred. Setelah sampai di depan kamar, Madeline mengetuk pintu, tapi tidak dibuka. Jadi dia coba membuka pintu secara paksa. Ketika pintu terbuka, aku melihat tuan Alfred sudah berada dilantai dengan pisau yang menancap di bagian dada sebelah kiri. Mungkin tepat mengenai jantungnya. Setelah itu, sesaat aku melihat jendela di kamar tuan Alfred pecah. Mungkin pembunuhnya telah melarikan diri lewat jendela itu. Madeline lalu membawaku kebawah untuk menelpon polisi. Setelah itu, aku pergi ke depan pintu untuk menunggu polisi datang."
"Tunggu dulu, mengapa anda memasukan tangan anda di dalam kantong baju itu dari tadi?" Tanya Karl.
"Hmm.. Ini.. Ini karena saya merasa… Gugup. Iya. Saya merasa gugup dan masih sedih dengan kematian sir Alfred." Jawab Madomesille.
"Hah. Sudahlah. Dan kau, Danny, apa yang kau lakukan disini?" Karl bertanya pada Danny kali ini.
"Aku dari kemarin diminta untuk menginap oleh Madeline dan memainkan piano untuk tuan Alfred. Tuan Alfred sangat senang dengan permainan pianoku. Jadi dari kemarin aku terus bermain untuknya hingga lewat jam tidur. Setelah itu, dokter Vince membawa tuan Alfred kekamarnya. Aku tidur di kamar lantai 2 yang telah disediakan. Waktu bangun pagi, aku mendengar suara jeritan Madeline dari arah kamar tuan Alfred. Aku segera berlari ke kamar tuan Alfred dan mendapati bahwa dia sudah tewas di lantai. Dari situ, Madeline mengajak Madomesille untuk menelpon polisi, mereka turun kebawah. Dan aku, karena sudah tak tahan, aku ke toilet untuk, yah anda tahulah. Setelah itu aku kembali ke kamar itu dan melihat sudah ada dokter Vince dan Madeline disana. Aku dan Madeline dibertahu dokter Vince bahwa arloji milik tuan Alfred hilang. Namun setelah saya lihat kembali, pisau itu juga hilang. Oh yah, aku juga sempat melihat bahwa kaca jendela tuan Alfred pecah."
"Hmm.. selanjutnya, dr. Vince. Giliran anda untuk bercerita."
"Baik. Begini tuan detek…"
"Tolong, panggil saya Karl saja."
"Maaf, Karl. Jadi begini. Sir Alfred mengidap suatu penyakit paru-paru. Dan sudah tugas saya sebagai dokter pribadinya untuk mengatasi penyakit tersebut. Karena penyakit itu semakin parah, jadi saya memutuskan untuk menginap dirumah tuan Alfred dari 3 hari yang lalu. Semua berjalan dengan baik, sampai malam sebelum dia dibunuh aku masih mengantarnya kekamar di lantai 2, lalu dia berkata kepada saya: 'Jika saya meninggal, kamu jaga arloji ini dengan baik. Karena sebuah bidak catur sudah mengincarnya untuk hal yang buruk'. Saya tidak mengerti dengan maksud dari perkataan tuan Alfred. Hingga keesokan paginya kira-kira jam setengah 8, saya bangun dan berjalan kekamar tuan Alfred. Ketika saya sampai, saya melihat kamar berantakan dan tuan Alfred tergeletak di lantai tidak bernyawa. Namun didada sebelah kiri ada bekas tusukan pisau sangat dalam. Dan ketika saya ingat pesan beliau, saya berusaha mencari arloji itu. Namun sayang, arloji itu hilang. Madeline datang dan tidak lama kemudian Danny juga bergabung. Saya lalu memberitahu kepada mereka bahwa arlojinya telah hilang."
"Baiklah, terima kasih semua atas kesaksiannya. Kalian boleh beristirahat." Kata Karl sambil bersandar di sofa.
Dia lalu menyuruhku untuk pergi ke ruang bawah tanah dan mencari sesuatu yang mungkin sangat berharga dan rahasia. Tapi, sekembali dari ruang bawah tanah, aku melihat dia duduk di sofa yang bersebrangan dengan ke-4 saksi. Dia duduk dan tidak berbicara satu katapun. Melihat Karl yang berpikir keras seperti itu, aku pergi membeli minuman soda, dan duduk disebelahnya.
"Bagaiman Karl? Mengerti maksud perkataanku tadi?" Tanyaku pada Karl.
"Yaps! Aku mengerti. Namun ada 1 orang yang membuat kesalahan fatal dalam ceritanya. Dan dialah si pembunuh sir Alfred dan pencuri barang bukti serta Arloji tua itu! Ya! Tidak salah lagi. Dia pasti pelakunya."
"Haaaa. Aku sudah menebak kalau kamu bakalan menemukan pelakunya dengan cepat. Eh, tugas yang kau suruh tadi sudah ku selesaikan. Aku sudah menemukannya. Sekarang giliranmu untuk melakukan analisis terakhir dan menangkap sang pelaku." Kataku.
Setelah 30 menit berdiskusi dengan inspektur Susilo. Kami memutuskan untuk membawa ke-4 saksi kedalam kamar sir Alfred. Karl lalu meminta 4 polisi berjaga di tangga serta 2 polisi berjaga di depan pintu kamar. Karl lalu duduk diatas sofa milik sir Alfred. Sambil memangku kaki, dia mulai berbicara mengenai analisisnya.
"Begini saudara-saudari. Aku dan Herman dipanggil untuk, yah kalian tahulah tugas detektif. Setelah kami mendegar cerita kalian, sesaat seperti tidak ada masalah. Malah terkesan seperti kasus pembunuhan serta pencurian biasa. Namun sayangnya, salah satu dari kalian membuat kesalahan fatal saat bercerita didepan aku. Kita mulai. Semalam sebelum pembunuhan, tuan Alfred berkata kepada dokter Vince: "Jika saya meninggal, kamu jaga arloji ini dengan baik. Karena sebuah bidak catur sudah mengincarnya untuk hal yang buruk."
Semua memasang tampang yang serius. Seakan-akan mereka sangat penasaran.
"Sekarang kita coba lihat dari sisi si "bidak catur". Tuan Alfred ditemukan tewas pukul 7 pagi. Tapi pemeriksaan polisi mengatakan bahwa diperkirakan dia tewas jam 05:55 pagi. Dengan perkiraanku yang tak mungkin meleset, si bidak catur telah masuk ke kamar tuan Alfred pukul 5 pagi. Dia masuk kekamar tuan Alfred dengan tujuan mencuri arloji emas, dan untuk berjaga-jaga, dia membawa pisau. Tuan Alfred menyadari kedatangannya. Si bidak itu kaget dan berusaha untuk membunuhnya. Tapi terlambat, sir Alfred telah siap untuk berkelahi, dan karena tidak bisa berkelahi, si bidak mengeluarkan pisau dan menusuk tepat di dada sebelah kiri dan mengenai jantungnya. Tuan Alfred terjatuh ke lantai. Karena panik, si bidak lalu mengunci kamar dari luar dan sebelum keluar, dia membuat pengalih perhatian dengan memecahkan kaca jendela dari dalam ruangan, seakan-akan kalau dia kabur lewat jendela. Namun dia lupa mengambil arlojinya."
" Tapi bagaimana anda menjelaskan pisau dan arloji itu bisa hilang?" Tanya Danny.
"Begini, si bidak kembali ke dapur untuk berganti baju dan memasak makan pagi. Lalu pukul 7 Madeline datang, mengambil sarapan, dan membawanya bersama si bidak, kekamar tuan Alfred. Kamar tidak bisa dibuka, yah jelas karena telah dikunci. Tapi Madeline tidak menyadari bahwa kamar itu telah dikunci oleh si bidak. Karena panik, Madeline membuka pintu secara paksa dan melihat ayahnya telah tewas dengan pisau yang menancap didadanya. Lalu Madeline menjerit dan Danny datang. Madeline dan si bidak turun kebawah tapi si bidak tidak menemani Madeline waktu menelefon polisi. Dia pergi ke garasi yang berada di sebelah kiri dan sangat dekat dari pintu depan, mengambil tangga dan masuk ke kamar tuan Alfred yang berada di sebelah kanan tidak begitu jauh dari pintu depan, melalui jendela yang sudah ia pecahkan. Dia mengambil arloji itu. Dan untuk menghilangkan barang bukti, dia mengambil pisau yg tertancap di dada tuan Alfred. Menyadari ada seseorang, yang dalam hal ini adalah dokter Vince, sedang mendekat, dia cepat-cepat keluar, membawa tangga kembali ke garasi dan berdiri didepan gerbang menunggu polisi. Oh satu lagi! Dia mengelap darah tuan Alfred di pisau dengan sapu tangan dan menguburnya dekat gerbang. Ini, aku menemukannya tadi pagi. Dan masalahnya cuman satu orang yang tahu dan mengatakannya dengan persis kalau tusukan pisau tersebut mengenai jantung tuan Alfred."
"Kalau begitu pelakunya adalah…"
"Iya Madeline. Bidak catur tersebut adalah Ruby Madomesille! Yang selalu memakai seragam berwarna putih-hitam, sama dengan warna pada bidak catur tepat seperti perkataan sir Alfred, dan 'dikendalikan' sesuka hati oleh sir Alfred."
Suasana hening sejenak. Seakan tidak ada yang percaya bahwa pembantu setianya sir Alfred telah membunuh tuannya sendiri demi sebuah arloji berisikan mata emas Firaun.
"Mana buktinya bahwa saya yang mengambil pisau serta arloji?" Tanya Madomesille
"Itu mudah. Pisau yang anda gunakan adalah pisau dapur. Karena salah satu pisau di dapur telah hilang dari tempatnya. Dan kalau perkiraan saya tepat, anda masih menyimpan pisau dan arloji tersebut di saku seragam anda. Itu terlihat karena anda terus memasukan tangan kiri anda di saku, menjaga agar pisau tersebut tidak menusuk perut anda." Balas Karl.
"Dan tangga?" Tanya Mademosille lagi.
"Terlihat di tanah dibawah jendela terbentuk 2 buah persegi yang memiliki jarak satu sama lainnya sekitar 25 cm terjiplak dari suatu benda. Ketika melihat barang-barang di garasi, ada sebuah tangga yang bagian bawahnya berbentuk persegi dan masih ada bekas tanahnya.
"Hebat. Anda hebat. Anda dan Herman adalah anak muda yang hebat. Aku mengaku aku yang membunuh tuan Alfred. Aku benci dengan kelakuannya 3 tahun terkahir ini yang sangat menyebalkan dan suka membentak-bentak. Memang aku yang telah merawatnya dari kecil, tapi aku tidak terima kalau harga diriku diinjak-injak! Aku tidak terima!" Kata Madomesile dengan nada kesal.
Madomesille diam sejenak. Dia mengeluarkan pisau beserta arloji tua itu, membuka arloji, mengambil mata emas Firaun, dan menaruh semua benda itu diatas meja yang terletak di depan sofa yang Karl duduki. Lalu dia melanjutkan pengakuannya.
"Lagi pula.. Aku juga mengincar harta yang dia simpan. Dan mata emas firaun itu, itu merupakan…"
"Kunci. Kunci untuk membuka ruang bawah tanah. Benarkan Karl?" Kataku.
"Bagaimana anda tahu?" Tanya Madomesille.
"Selama Karl mengintrogasi kalian, aku telah disuruh Karl mencari ruang bawah tanah. Lalu aku menemukannya. Dan untuk membukanya, dibutuhkan kunci yang berbentuk seperti mata emas firaun yang dimiliki tuan Alfred."
"Mari kita kebawah saudara-saudari." Kata inspektur Susilo.
2 polisi yang berdiri didepan pintu Karl suruh untuk mengambil pisau itu sebagai barang bukti. 4 polisi di tangga diminta untuk mengikuti kami. Berjaga-jaga kalau Madomesille kabur atau bertindak yang aneh-aneh. Kami turun ke ruang tamu, berjalan kedapur dan menemukan sebuah tangga yang menuju ruang bawah tanah. Sesampainya di bawah, ada pintu yang cukup besar. Bentuknya seperti pintu berangkas, tapi lebih besar.
Karl meletakan mata emas Firaun itu ke tempatnya yang berada di tengah-tengah pintu itu, dan memutarnya 1 putaran penuh. Pintu terbuka dan terlihat bahwa di balik pintu besar itu, terdapat sebuah ruangan. Aku terkejut karena tidak ada emas atau berlian disini. Yang ada hanya foto-foto keluarga sir Alfred, serta foto keluarga berukuran besar di dinding sebrang kami. Lengkap dengan istri sir Alfred, sir Alfred, Madeline dan Ruby Madomisille. Ada kartu ucapan terletak di ujung bingkai foto itu. Isinya adalah ungkapan terima kasih sir Alfred kepada Madomesille karena telah merawatnya sejak dari kecil.
Menangis. Ya, setelah Madomesille melihat kartu itu, dia tersungkur dan menangis. Dia menyesal kalau telah membunuh tuan Alfred. Dia tahu sir Alfred berubah karena penyakitnya itu. Namun penyesalan itu sudah tidak ada artinya. Karena sir Alfred telah dia bunuh. Setelah itu, Madomesille berdiri, memeluk Madeline dan meminta maaf. Madeline memaafkannya. Namun, ganjaran tetap berlaku. Madomesille digiring keluar rumah dan dimasukan ke mobil polisi untuk selanjutnya dibawa kekantor polisi.
Madeline, Danny dan dokter Vince, berterima kasih kepada Karl, Aku, dan inspektur Susilo karena telah memecahkan kasus ini. Inspektur pamit untuk pergi kekantor polisi, mengurus Madomesille. Aku dan Karl juga pamit untuk pulang kerumah.
"Jadi Karl?" kata Herman.
"Jadi, harta tidak akan pernah bisa membawa kebahagiaan. Tetapi mempunyai keluarga dan orang-orang yang kau sayangi, itulah kebahagiaan yang sebenarnya."
"Hahaha. Baru kali ini aku mendengar mu mengatakan hal seindah itu. Ada hal lain yang mau dikatakan, pak detektif?"
"Ya. Kita jadi melewatkan pelajaran matematika dan fisika di sekolah hari ini. Itu menyebalkan."
To be continued.
Next Chapter: Karl akan berhadapan dengan pencuri kelas tinggi. Parahnya, dia mirip dengan... Arsene Lupin! ah! tidak tidak. Kaito Kid! Ah.. Tidak juga... Yah, mungkin lebih baik jika dia tetap menjadi pencuri bernama... Blackbird