Murid dan para guru mulai panik dan berusaha pergi menyelamatkan diri. Kami segera berlari ke arah gerbang sekolah dan mendapati ke 5 satpam sekolah rubuh bersimbah darah. Mereka terkena luka tembak namun masih hidup. Aku mencoba menghampiri salah satu dari mereka untuk menolongnya.
"Herman" bisiknya padaku
"Kau harus cepat! Mereka mencari Elsa dan Debbie. Aku mendengarkan pembicaraan mereka tadi. Mereka ada 7 orang. Cepat pergi dan jangan pedulikan saya!"
"Tapi, bapak harus saya to.."
"Cepat pergi! Saya tidak apa-apa!"
"Herman, ayo! Mereka pasti anggota SCARLET! Kita harus menyelamatkan saksi kita!" Kata Karl
Kami segera belari ke kelas 12 IPA 2 yang terletak di lantai 3. Namun banyaknya murid yang panik mencoba turun kebawah, membuat kami jadi susah untuk naik tangga.
"Serigala 3 pada Serigala 1. Maaf pak, kami kecolongan. Mereka masuk sekolah seperti orang tua murid. Jadi kami tidak mencurigainya. Kami akan masuk kedalam sekolah." Terdengar suara anggota polisi dari HT yang Karl kantongi.
"Cepat kemari! Dan telepon medis serta bantuan! Kita menghadapi kelompok terrorist internasional. SCARLET!"
"Karl, jadi S warna merah itu adalah.."
"Iya Herman. S itu adalah inisial dari SCARLET. Kelompok terrorist yang tak kenal ampun. Mereka selalu memakai pita merah marun di lengan kiri mereka."
"Aku seperinya pernah dengar."
"Sudah, nanti aku jelaskan. Yang penting, selamatkan Elsa dan Debbie!"
"Serigala 2 pada Serigala 1. Pak, kami berhasil menangkap sopir dan menahannya mobilnya. Sementara itu, bantuan sedang dalam perjalanan."
"Bagus, namun dimana serigala 3? Kami membutuhkan mereka sekarang!" Sahut Karl dengan HTnya.
"Mereka sudah di dalam sekolah, dan sedang naik keatas" jawab sang polisi.
Kami lalu sampai ke lantai 3. Kelas 12 IPA 2 ada diujung, kami lalu berlari kearah sana, namun..
"Herman! Segera masuk kedalam kelas ini!" Karl lalu menarik tanganku untuk membawaku masuk ke kelas yg jaraknya ruangan dari kelas 12 IPA 2.
"Apaan sih!" Protesku.
"Lo gk liat? Itu tadi ada 2 orang yang berjaga di depan kelas! Lo mau mati ditembak mereka? Hah!" Bentak Karl.
"Oh. Maaf. Gue kira.."
"Sudah! Sekarang dengar. Kita tunggu sampai mereka keluar kelas, lalu kita hajar mereka disini. Lagi pula, para polisi penjaga sedang di tangga, menunggu aba-aba gue untuk menembak mereka."
"Hmm. Oke oke." Sahutku.
Lalu tak berapa lama, para penjahat keluar dengan membawa Elsa serta Debbie dalam keadaan tak sadar. Tapi, suatu pemandangan aneh terjadi. Langit yang cerah tiba-tiba menjadi berawan. Aku yang menyadari itu, langsung berbalik ke arah Karl. Muka Karl berubah pucat.
"Herman. Perasaan ini, ini.."
"Blackbird?"
"Bukan.. Bukan Blackbird.."
"Lalu siapa? Hanya Blackbird yang mampu membuat lo jadi pucat begini."
"Man, bukan hanya Black Bird yang bisa buat gue jadi begini. Gue akan begini kalau ada seseorang dengan perasaan jahat yang luar biasa berada dekat atau sedang menghampiri kita." Sahut Karl.
"Oke, jadi kalau bukan Black Bird, trus siapa?"
"Gue enggak tau. Tapi yang pasti orang ini akan menjadi orang terjahat yang gue pernah temuin. Herman! Itu mereka! Mereka didepan kita, ayo hajar mereka!"
"Tapi pake apa?"
Karl melihat sekeliling kelas itu dan menemukan sejumlah balok kayu yang tidak terlalu besar, namun tetap dapat menjadi senjata yang lumayan ampuh.
"Ini, pegang balok ini." Kata Karl.
"Oke Herman. Pada hitungan ketiga. Satu.. Dua.. Tiga.. Sekarang!"
Kami lalu sontak keluar dari ruangan dan menemukan para penjahat sedang ingin turun tangga. Tanpa basa basi, kami langsung saja menghajar 3 orang yang berada di depan kami. Dengan 4 pukulan di leher mereka, sudah cukup membuat mereka pingsan. Sisanya, keempat orang yang lain, langsung melarikan diri dengan tetap menggendong Elsa dan Debbie.
"Serigala 1 pada Serigala 3. Kalian hadang mereka di depan gerbang sekolah! Ingat! Jangan sampai ada yang lolos! Dan para saksi harus selamat." Perintah Karl kepada para polisi penjaga melalui HT.
"Hey kalian! Berhenti! Atau kami akan.."
Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku untuk menghentikan mereka, tiba-tiba salah satu dari mereka melepaskan rentetan tembakan ke arah kami. Refleks kami kembali naik ke lantai 3. Para penjahat itu langsung berlari kebawah dengan cepat. Kami mencoba mengejar merek, namun di depan gerbang para polisi pun ditembaki. Mereka telah ditunggu oleh mobil van berwarna hitam. Mereka lalu masuk kedalam mobil tersebut, dan pergi menjauh. Melihat kejadian itu, Karl lalu mengamuk.
"Kenapa si pengemudi itu bisa lolos?! Dan kalian para polisi! Apa yang kalian lakukan?! Bengong doang?!" Teriak Karl.
"Maaf pak, tapi mereka menyiapkan 2 mobil. Kami termakan jebakan mereka. Yang kami tangkap malah mobil yang satu lagi." Sahut salah satu polisi.
"Yasudahlah! Sekarang kita kembali ke markas. Lagi pula aku dan Herman tadi melihat bahwa gelang pelacak masih di pakai Elsa dan Debbie. Dan kalian! Bawa ke-3 penjahat itu. Borgol mereka!"
Saat itu cuaca masih mendung. Jadi kami memutuskan untuk segera kembali ke markas sebelum hujan turun. Tidak berapa lama, seorang wanita muda, lewat di depan kami. Dia memakai baju abu-abu berlengan panjang berbentuk seperti jas panjang selutut, dengan belt hitam, juga scarft hitam, dan sarung tangan merah marun. Dia memakai sepatu boot hitam dengan gambar kupu-kupu merah disepatu sebelah kirinya dan membawa payung bening dengan corak kupu-kupu yang sama dengan di sepatu nya. Dia melihat kearah kami dengan mukanya yang ceria dan tersenyum manis.
Awalnya, aku tidak curiga sama sekali. Malah aku membalas senyuman nya. Namun saat melihat muka Karl, dia kembali menjadi pucat pasi. Aku bingung dan mencoba bertanya kepadanya.
"Karl, lo kenapa? Apa Black Bird mau kesini, atau ada penjahat lain?" Tanyaku.
"Tidak Herman. Bukan Blackbird. Ini.. aura jahat ini.. Sangat jahat dan kejam. Perasaanku mulai tidak enak pada kedua saksi kita. Bahwa mereka kemungkinan besar akan disiksa."
Saat Karl selesai berbicara, tiba-tiba wanita itu menghilang entah kemana. Aku bingung. Saat itu aku bisa saja berasumsi bahwa wanita itu hanya wanita biasa saja yang sedang numpang lewat. Namun, dugaanku bisa saja meleset ketika melihat muka Karl yang telah pucat tadi.
Akhirnya kami kembali ke markas. Kami dan Inspektur Susilo beserta tim khusus, langsung bekerja mencoba melacak Elsa dan Debbie. Kedua saksi kunci pembunuhan Briptu Farras, abang mereka. Untungnya, gelang pelacak yang mereka gunakan, masih dipakai mereka, dan para penjahat itu kemungkinan tidak menyadarinya. Selama 2 hari berturut-turut kami mencoba melacaknya. Bahkan BIN (Badan Intelejen Negara) bersedia membantu dengan memberikan agen-agen terbaiknya untuk melacak saksi kami ini.
14 February 2013. Pkl. 08:17.
"Karl bangun! Mereka menemukannya! Mereka menemukan Elsa dan Debbie!" Kataku dengan semangat sambil membawakan 2 gelas coklat hangat.
"Oh ya? Baguslah!" Sahut Karl.
"Kita sudah ditunggu oleh inspektur di ruangan khusus. Dan ada satu masalah lagi."
"Apaan?" Tanya Karl.
"Teman-temannya Elsa dan Debbie datang semalam. Mereka bersikeras mau membantu mencari Elsa dan Debbie. Bahkan mereka juga menginap disini untuk membantu kita. Memang, persahabatan mereka itu sepertinya sangat erat."
"Ya itulah sahabat. Tidak akan membiarkan sahabat yang lain terluka. Ada berapa orang?"
"Sekitar 8 orang."
"Baiklah. Biarkan saja. Siapa tau mereka bisa berguna nanti."
"Oh yah Karl. Kata inspektur, sebenernya lo yang udah nemunin mereka duluan ya? Itu gimana ceritanya?" Tanyaku penasaran.
"Mudah saja. Sejak tanggal 11, setiap jam 7 pagi dan malam alat itu menunjukan pergerakan. Tapi kemarin, alat pelacak itu bergerak hingga sampai di daerah Puncak, lalu berhenti disana hingga jam 8 malam. Dan sampai tadi pagi jam 4 pagi, mereka tidak bergerak. Dengan asumsi bahwa itu markas mereka, pasti sampai jam 7 pagi, mereka tidak akan berpindah kemana-mana. Dan sampai detik ini, mereka tidak bergerakkan? Berarti itulah markas mereka. Sarang SCARLET."
"Kenapa sangat mudah bagi lo membuat perkiraan yang sederhana namun tepat seperti itu?"
"Itu semua berkat Tuhan, Herman. Tanpa Tuhan dan belajar, gue gk mungkin bisa begini." Katanya sambil meminum sedikit demi sedikit coklat hangat tersebut.
"Selalu itu jawabannya. Iya sih bener. Eh, ayo keruang khusus itu. Kita mau melakukan rencana penyelamatan."
"Oke, ayolah." Kata Karl semangat.
Rapat akhirnya diadakan. Setelah memakan waktu 2 jam untuk rapat penyelamatan ini, akhirnya tersusun rencana yang menurutku akan cukup efektif menangkap anggota SCARLET.
14 February 2013. Pkl. 12:00.
Kami segera berangkat ke sasaran dengan personil polisi yang terlatih cukup banyak. Sepanjang perjalanan, Karl tampak pucat. Aku rasa dia gugup. Bukan. Tapi aku rasa dia merasakan sesuatu hal buruk akan terjadi.
"Jadi, kalian sahabatnya Elsa dan Debbie?" Tanyaku pada ke-8 temannya Elsa dan Debbie yang kebetulan 1 kendaraan dengan kami.
"Hmm. Iya. Kalian, bukannya dari kelas 12 International ya? Wah, kalian hebat."
"Hehehe. Yah begitulah. Lagi pula yang hebat itu Karl. Dia yang menyusun semuanya. Iya kan Karl?"
"Ehh, apaan sih Man, enggak kok. Ini semua berkat kerja keras kita." Jawab Karl.
"Ngomong-ngomong, gue belum tau nama kalian. Gue Karl. Karl Miller. Dan anak ini yang disebelah gue, Herman Surya." Lanjut Karl.
"Oh. Gue Trudy, ini dari sebelah kiri gue ada Norman, Adam, Alfredo, Vanessa, Ribka, Rachel, dan Josephine."
"Kalian bersahabat baik dengan Elsa dan Debbie?" Tanyaku.
"Hmm. Iya. Kami sudah menganggapnya seperti saudara kami sendiri." Sahut Ribka.
"Hmm. Gue ngerti. Kalau begitu, mereka sangat beruntung bisa memiliki sahabat seperti kalian. Iyakan Karl?"
"Eh, iya-iya."
"Lo ngapain sih? Sibuk sendiri dari tadi?"
"Udah lahh.. Ini alat yang dapat membantu kita nanti."
Alat itu sangat aneh. Bentuknya seperti ballpoint. Entah apa yang sedang dikerjakannya dan apa tujuannya membuat benda itu.
Jam ditanganku menunjukan pukul 13:00. Kami sudah tiba ditempat tujuan. Tempatnya terletak di daerah puncak pas. Dengan pemandangan indah serta bentuk markasnya yang seperti rumah, membuat orang sama sekali tidak curiga. Padahal sesungguhnya rumah ini adalah markas salah satu penjahat International.
Kami dan para polisi bergegas ke tempat yang kami jadikan base camp. Semua anggota polisi yang sudah disiapkan untuk menyerang rumah tersebut telah berkumpul. Karl mulai menyusun rencananya. Sementara anggota polisi yang tidak ikut menyerang, mereka meminta warga perumahan sekitar untuk pergi mengungsi.
"Ingat tim! Kode untuk grup saya adalah Serigala 1. Kode untuk grup 2 dan 3 adalah tim biru dan tim merah. Sementara kode untuk base camp adalah Elang. Misi kita adalah membawa pulang saksi kita hidup-hidup. Dan kalau bisa, lumpuhkan para penjahat itu. Seandainya keadaan mendesak, silahkan hancurkan hidup mereka. Namun kita tetap perlu beberapa penjahat ini untuk dimintai keterangannya. Mengerti?"
"Siap mengerti pak!" Sahut ke-36 polisi yang lain.
"Lalu, kami gimana? Apakah kami diem doang disini?" Tanya Vanessa.
"Yah, apa boleh buat. Kalian harus tetap disini untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan." Jawab Karl.
"Tapi enggak mungkin kami diem kayak orang bodoh disini! Kami harus ikut!" Bentak Vanessa
"Echa! Sudahlah! Biarkan polisi yang mengurusnya! Kita akan lakukan rencana sendiri nanti!" Kata Adam sambil menarik lengan Vanessa.
"Tapi dam.."
"Udah, diem aja!"
"Herman. Siapkan senjata. 30 menit lagi kita akan menghajar para biadab ini."
"Oke Karl." Sahutku.
Semua anggota sudah berada dalam posisi mereka. Grup kami sudah berada di depan gerbang rumah besar itu. Sementara yang lain bersembunyi di sebelah kiri dan kanan pintu gerbang itu.
"Sekarang!" Perintah Karl.
2 orang polisi langsung menendang pintu gerbang tersebut. Sekarang, pintu telah terbuka lebar.
Terlihat jelas rumah itu sebetulnya sangat indah. Tamannya yang luas dihiasi pepohonan yang tidak terlalu tinggi. Jalan setapak untuk menuju pintu rumah itu seakan membelah taman ini menjadi 2. Dikiri dan kanannya terletak bunga-bunga yang indah.
"Tim Merah masuk melalui garasi disebelah kanan itu. Tim Biru, segera cari pintu belakang rumah ini. Kalian akan masuk dari sana. Serigala 1, ikut saya. Kita akan menyerang mereka secara terbuka." Perintah Karl.
Semua sudah dalam posisi sekarang.
"Herman, bobol pintu ini dengan hati-hati."
Aku langsung memasukan kunci T kedalam lubang kunci pintu itu. Memutarnya kearah kiri, dan "KLAK!" Terbuka! Pintu itu sudah terbuka. Kami langsung masuk kedalam. Setelah semua anggota Tim Serigala 1 sudah masuk, tiba-tiba..
"Brrr... Brrr... Dung.. Dung.. Dung.."
Semua jendela dan pintu masuk kami sudah tertutup dengan pelapis baja yang secara otomatis akan keluar dari langit-langit rumah itu, jika ada pencuri masuk kedalam rumah itu.
"Sial! Ini jebakan! Tim Merah, Tim Biru! Segera keluar dari sana! Kembali ke Base Camp!"
"Baik Pak!" Seru ketua tim Merah dan Biru.
"Sial! Kita terjebak! Seharusnya aku tau ini jebakan! Sial! Sial! Sial!" Teriak Karl.
To be Continued
Next Issues: Karl dan Herman yang terjebak di dalam markas SCARLET mencoba mencari jalan keluar. Tapi yang mereka dapatkan, bukan jalan keluar. Namun jalan menuju pembantaian keji.