"Sial! Kita terjebak! Seharusnya aku tau ini jebakan! Sial! Sial! Sial!" Teriak Karl.
"Karl, sudahlah, lagi pula kita sudah disini." Kataku seraya mencoba menenangkan dia.
Tak berapa lama kemudian, ke 8 orang sahabat Elsa dan Debbie, datang menghampiri kami. Karl, yang melihat mereka, menjadi marah.
"Kalian! Apa yang kalian lakukan disini!" Bentak Karl.
"Maafkan kami. Karena tidak bisa menahan diri, kami tadi nyelonong masuk duluan lewat pintu belakang. Eh, pas nyampe di ruangan utama, tiba-tiba jendelanya tertutup lalu ada besi yang turun dan melapisi jendela tersebut." Kata Rachel.
"Kalian! Kalian ini..."
"Karl sudah! Cukup! Percuma lo marah-marah ke mereka! Mending sekarang kita cari solusinya bagaimana kita bisa keluar dari sini."
"Percuma, gk ada jalan keluar. Kami sudah mencoba ke mana-mana, tapi tetap tidak ada celah." Sahut Adam.
"Kalau begitu. Karl." Kataku sambil menoleh ke arah Karl.
"Cuman satu jalan. Kita cari para penjahat biadab ini."
"Ngomong-ngomong, tadi gue ngeliat lemari buku yang aneh di ruang tengah. Itu mungkin bisa jadi jalan rahasia." Kata Alfredo.
"Oke, kita coba kesana." Kata Karl.
Sesampainya disana, kami semua mencoba mencari keganjalan. Siapa tau dengan menarik salah satu buku itu, kami bisa menemukan pintu rahasia.
Lalu, Karl mulai menganalisis.
"Hmm. Lemari ini cukup besar. Berukuran 20x28 meter. Dengan buku sebanyak ini, dan dengan menyangkut-pautkan nama SCARLET, maka.. Itu dia! Buku warna merah delima itu! Coba tekan buku itu!"
Segera salah seorang anggota polisi menekan buku itu. Dan hasilnya? Lemari itu terbelah dua, dan kelihatan jelas bahwa ada sebuah ruangan lagi disana. Kami berjalan masuk dan menemukan bahwa cuman ada 1 lorong selebar 5 meter, dan setinggi 4 meter. Kami memutuskan untuk mengikuti lorong tersebut sampai ujungnya. Semakin lama berjalan, semakin terasa kalau lorong ini sebenarnya merupakan jalan menuju ruang bawah tanah.
Muka Karl berubah pucat.
"Karl, lo baik-baik aja?"
"Iya Man. Tapi perasaan gue kok gk enak ya? Apa akan ada jebakan lagi? Atau kita akan dibantai disini?"
"Itu perasaan lo doang kali."
Tak disadari, suhu lorong tersebut tiba-tiba meningkat drastis. Membuat kami menjadi cukup gerah.
"Kalau begini.. Aku mau kalian, tujuh orang polisi berjalan di depan kami. Sisanya di belakang kami. Trudy dan teman-temannya akan berada ditengah tengah bersama kami. Ingat! Tetap waspada!" Perintah Karl.
Setelah menyusun formasi, kami berjalan kembali. Dan tiba-tiba..
"Crass!"
"Panas! Panas!! Ohh Tuhan! Ini panas!!"
Teriak anggota polisi yang didepan. Dia terkena semacam cairan kimia yang membuat mukanya melepuh. Bukan hanya melepuh, namun meleleh. Lalu dia pun rubuh.
"Air! Aku butuh air!" Teriak temannya.
"Jangan beri air!" Teriak Karl.
"Tapi pak! Dia akan mati jika kita enggak kasih air!"
"Kalau kamu menambahkan air, itu akan membakar muka..."
"Craassss.."
Belum selesai bicara, cairan yang lain menyembur dari atas. Membuat badan polisi yang terluka ini melepuh, lalu meleleh. Dia mati seketika disana.
"Anton!!" Teriak temannya sambil menangis.
"Dia gugur sebagai pahlawan." Kataku.
"Serigala satu pada Elang. Seragla satu pada Elang. Jawab!! Sial!!" Kata Karl.
Karl lalu terdiam. Begitu juga dengan yang lainnya. Kami shock, kaget dan merasa amat sangat takut. Ini... Inikah kekuatan SCARLET? Sekejam ini mereka? Se-sadis inikah mereka? Perasaan takut dan frustasi sudah menghantui kami. Kami yakin, kami tidak akan pulang dengan tubuh yang utuh mungkin. Kami juga tidak dapat memanggil bantuan. Semua bergantung pada Karl.
"Tidak ada sinyal disini." Lanjut Karl. "Mau enggak mau kita harus lanjutkan perjalanan. Kalau begini... Jalan kita akan semakin sulit nanti. Siapa yang takut, silahkan berbalik pulang."
Semua terdiam sejenak.
Enta malaikat jenis apa yang merasuki diriku untuk membuat aku mengangkat kepala ku, lalu berbicara dengan penuh keberanian.
"Gue. Gue gak bakalan pulang Karl. Penjahat ini... Harus benar-benar kita basmi. Kalau kita gak menangkap mereka, sia-sia kematian Anton disini." Jawabku.
"Hmm. Dasar Herman bodoh. Bilang aja gak mau ninggalin gue sendiri. Yang lain bagaimana?" Tanya Karl.
"Tidak pak! Kami tak akan pulang!" Seru mereka kemudian.
"Kami tidak akan membiarkan biadab-biadab ini melihat matahari lagi!" Sahut seorang petugas polisi.
"Baik kita lanjutkan."
Belum begitu jauh, 3 orang polisi dibelakang kami ditebas badannya oleh 7 anggota SCARLET dari belakang, membuat badan mereka terbelah menjadi 2. Kami yang melihat anggota SCARLET, sontak menembak kearah mereka. 5 orang tewas. Namun 2 lagi berhasil kabur. Tak berapa lama, dinding dikiri dan dikanan kami terbuka, lalu muncul sebilah katana dari arah kiri. Kali ini, Vanessa yang menjadi incarannya. Namun aku segera menahan katana itu dengan senjataku, lalu mematahkan katana tersebut dengan dengkul.
"Terima kasih"
"Sama-sama." Sahutku.
Kami kembali berjalan, namun 2 orang polisi yang didepan kami, kepalanya tersangkut jebakan tali baja. Lalu tali tersebut menarik mereka ke atas. Kami mencoba menahan tubuh mereka agar tidak tertarik keatas, namun sial. Kepala mereka putus setelah kami mencoba menahan badan mereka. Darahpun membasahi tubuh Karl dan 2 polisi lainnya.
Belum sempat mengambil nafas, dinding disebelah kanan dan kiri kami terbuka kembali, lalu muncul tangan-tangan yang mendekap ke-8 orang sahabat Elsa dan Debbie.
"Sial!! Tembak!!" Perintahku
"Jangan! Jangan ditembak! Biarkan saja!" Seru Karl
"Tapi Karl.."
"Biarkan! Itu perintah, Herman!"
"Ta.. Ta.. Tapi.. Karl.."
"Kalau lo tembak, Trudy dan yang lainnya juga bakal tewas! Lo juga harus mikir Karl!"
Akupun terdiam sejenak. Kami hanya bisa pasrah melihat ke-8 orang itu. Seakan mereka tertarik masuk kedalam dinding-dinding itu. Dan dinding itupun tertutup lagi, seperti normal, seperti tidak ada apa-apa.
"Pak! Itu, ada cahaya disebelah sana."
"Baik! Kita jalan kesana!"
Dengan sisa 6 orang anggota polisi, kami mencoba menghampiri cahaya yang terletak diujung itu, namun..
"Brrrr... PLANG!"
2 buah pipa besi keluar dari tembok sebelah kiri kami. Dan dengan cepat, menyambar kepala dari 2 polisi paling depan. Pipa pun menembus 2 kepala tersebut.
"Sialll!! Ini.. SCARLET! Kalian biadab!" Seru Karl.
"Segera lari ke arah cahaya itu!" Perintah Karl.
Kami memutuskan untuk segera berlari. Namun pada saat sampai disana, kami meihat suatu pemandangan yang tak biasa.
To be continued
Next Issues: Setelah tim polisi Karl terbantai, apa yang akan mereka lihat di balik cahaya itu? Usut, punya usut, mereka melihat wanita yang mereka tidak pernah duga. Wanita berpayung kupu-kupu! Siapa dia sebenarnya?