Chereads / The Adventure of Detective Karl / Chapter 9 - File Case 05: Detective Karl and the Secret Admirer (Part One) - Anak Baru.

Chapter 9 - File Case 05: Detective Karl and the Secret Admirer (Part One) - Anak Baru.

"Man, Karl enggak pernah punya pacar ya?"

Itulah pertanyaan yang terus mendengung dipikiran ku saat aku sedang duduk santai di sofa di apartemen.

Hmm... Mungkin kalian pernah berpikir. Apakah Karl pernah pacaran? Atau pernah jatuh cinta? Oh! atau paling tidak, pernah duduk dan ngobrol bareng sama cewek, tapi enggak bahas kasus?

Selama ini, Karl memang terlihat seperti tidak pernah pacaran. Bahkan banyak orang berpikir bahwa dia tidak pernah jatuh cinta karena sangking sibuknya membantu polisi memecahakan kasus-kasus pembunuhan, penculikan, dll.

Konyolnya, ada adek kelas yang pernah bertanya kepadaku seperti ini: "Bang Herman, Karl enggak suka sama cewek ya? Apa jangan-jangan... dia homo!? Atau... Jangan bilang dia suka sama gue! Idih! Amit-amit dahh!!"

Itu adalah pertanyaan terkonyol yang pernah aku dengar. Aku bahkan tertawa puas saat dia mengatakan hal itu.

"Karl? Homo? Huahahahaha.. Yah enggak lah! Lo belum mengenal dia sebaik gue mengenalnya."

Ku beritahu kepada kalian. Baru-baru ini dia mengalami apa yang namanya cinta. Iya... Jatuh cinta...

28 February 2013. Pkl. 06:45 am

"Karl! Karl!!"

Aku berlari menghampiri Karl di kelas yang sedang sibuk membaca kasus-kasus baru dengan kacamata barunya.

"Kenapa?"

"Lo tau enggak? Kita kedatangan 3 murid pertukaran pelajar dari Jepang!"

"Ohh..." Kata Karl seakan dia tidak tertarik.

"Jadi katanya, mereka tukeran sama Sando, Disa, Alvin."

"Ohh.. " Jawabnya

"Kerennya, 3 orang jepang ini, cewek semua!! Lumayan bisa modus-modusin mereka. Hahahaha."

"Ohh.. Eh, wait, Jepang? Wah! Boleh tuh. Tapi ogah ah. Gue tetep enggak tertarik. Lo mau modusin mereka? Gue teriakin ke Cleo nih! CLE..."

Aku refleks menutup mulut Karl dengan tanganku agar dia berhenti berteriak.

"Ah elah lo! Sama sahabat sendiri begitu masa. Lagian gue enggak mungkin lah sama anak Jepang itu. Gue kan udah ada Cleo. Emang lo? Jomblo permanen? Hahaha" tawaku.

"Oke cukup. Itu enggak lucu. Lagi pula status jomblo itu enggak penting. Yang penting hatinya." Balasnya.

Bel lalu berbunyi. Semua anak masuk kedalam kelas. Tidak berapa lama guru bahasa inggris yang merupakan wali kelas kami, bu Cherry, masuk kedalam kelas.

"Selamat pagi anak-anak."

"Pagi bu!"

"Pagi ini kita kedatangan murid pertukaran pelajar dari Jepang. Mereka bertukar dengan Sando, Disa dan Alvin. Ya. Silahkan masuk kalian bertiga."

Ketiga anak itupun masuk. Mereka berdiri didepan kelas. Semuanya putih, cantik dan imut. Membuat mata para lelaki dikelas kami tidak berkedip. Seakan mereka baru saja melihat bidadari yang turun dari surga.

"Nah anak-anak. Mereka inilah murid baru kita. Silahkan kalian bertiga memperkenalkan diri. Mulai dari kamu yang di ujung kiri."

Perempuan itu tinggi. Kira-kira 170 cm. Rambutnya yang hitam dan panjang terurai hingga pinggangnya, dan parasnya indah menawan. Badannya juga, tidak terlalu gemuk, maupun tidak terlalu kurus.

"Baiklah. Halo. Nama saya Hagata Nami. Kalau di Indonesia umumnya nama duluan kan? Jadi kalau diurutkan sesuai kebiasaan orang Indonesia, nama saya Nami Hagata. Salam kenal." Katanya sambil tersenyum.

"Haloo Namii." Jawab para lelaki dengan tersenyum.

"Helleh... Muka mesum semua." kata Karl mengejek.

"Moshi-moshi!! Watashiwa Kayama Rika desu" kata cewe yang ada ditengah

"Apa??" Kata semua anak-anak yang tidak mengerti bahasa Jepang itu

"Maaf.. Maksudku, namaku Kayama Rika, panggil aku Rika" katanya menterjemahkan.

"Ohhhh... Hallo Rika..." Jawab para lelaki itu.

"Gile lo semua. Sadar weh sadar! Jangan pake tatapan begitu." Sahutku

Yap. Cewek yang kedua ini, tingginya hanya 168 cm. Bertubuh ideal layaknya wanita idaman, rambut hitamnya sebahu. Soal paras? Wah, enggak usah ditanya deh. Imut banget kayak di komik-komik Jepang.

Cewek terakhir. Tingginya sekitar 173 cm. Untuk soal badan, enggak usah ditanya deh. Udah perfect. Rambutnya lurus dan panjangnya se-pinggang lebih sedikit. Dia juga mempunyai poni yang cukup panjang yang di miringkan kesebelah kiri. Wajahnya? Enggak bisa ditulis dengan tangan, ataupun diketik. Harus dilihat langsung baru bisa mengerti. Tapi intinya, dia cantik dan manis. Hmm.. Kayak.. Oh! Mirip seorang ratu Jepang. Tapi aku lupa siapa nama ratu itu.

"Gi.. Giliaranku ya? Ohayou Gozaimas! Na.. Namaku Rin. Setsuya Rin. Sa.. Salam kenal sem... Semua." Katanya sambil tersenyum manis dengan sedikit gugup.

Sebelum para anak laki-laki menjawab sapaanya, entah kenapa, Karl malah membalas sapaan anak itu lebih cepat.

"Halo Rin. Salam kenal juga." Kata Karl sambil tersenyum.

Kelas hening seketika. Sekarang, semua mata tertuju pada Karl. Yang duduk di bangku pojok kanan, disebelah kiri mejaku.

"Apa?" Kata Karl heran.

Seorang Karl. Karl Miller yang di cap tidak pernah tertarik pada cewek bahkan di cap homo, malah menjawab sapaan Rin, cewek Jepang yang cantik dan manis. Lalu, satu kelas mulai berbisik satu sama lain.

"Eh, itu beneran Karl yang ngomong?" Bisik seseorang.

"Wah, ternyata seleranya Karl tinggi juga ya. Pantes dia enggak tertarik sama anak cewek sekolah kita." Kata yang lain.

"Apa jangan-jangan... Dia udah tobat? Udah enggak jadi homo makanya dia sapa Rin?" Bisik seorang anak.

"Weh! Lo kalau ngomong jangan sembarangan! Dia enggak homo!" Kataku geram.

"Eh, iya iya. Maaf. Lagian.."

"Lagian apa?! Mulut tuh dijaga!" Kataku

"Iya-iya. Maaf deh."

Iya memang. Saat aku melihat Karl, wajahnya jadi lebih ceria. Mungkin orang-orang itu benar. Mungkin dia suka pada Rin. Tapi itu hanya perkiraan. Hanya 3 orang yang tidak bisa aku baca isi hati mereka yang sebenarnya. Blackbird, Cloudy, dan Karl. Hanya mereka bertiga.

"Cukup anak-anak. Nah, sekarang. Kalian bertiga duduklah di tempat yang kosong." Kata bu Cherry.

Kelas kami terdiri dari 35 set meja dan bangku dengan susunan 5x7. Satu meja dan bangku untuk satu orang. Nami memilih duduk di baris pertama, meja ke 6 dari depan. Jadi dia duduk di depan Karl. Rika duduk di baris ke 3, meja pertama. Dan Rin? Entah mengapa dia duduk di baris ke-5, meja ke-7 dari depan. Dengan kata lain. Dia duduk di pojok kiri belakang.

"Hallo. Jadi kamu yah yang namanya Karl? Detektif Karl? Aku sudah banyak mendengar ceritamu. Di Jepang, mungkin kamu sama dengan Shinichi Kudo atau Saguru Hakuba." Kata Nami memuji.

"Ah, tidak. Kudo jauh lebih hebat dariku. Kemampuan analisis, insting dan pengalamannya jauh lebih hebat. Begitu juga dengan Hakuba. Aku bukan apa-apa. Lagi pula, aku belum pernah bertemu dengan mereka secara langsung. Hanya melalui cerita-cerita yang aku dengar." Jawab Karl.

"Dan kamu, kamu pasti Herman. Sahabat sekaligus asisten Karl yang mahir dalam membaca sifat, perasaan, wajah, bahkan suasana hati seseorang. Wah, kalian benar-benar seperti Sherlock Holmes dan Watson ya. Saling melengkapi." Kata Nami sambil tersenyum.

"Eh, hahaha. Iya yah. Tapi Sherlock Holmes tidak menyebalkan seperti Karl." Ejekku.

Ketik kami sedang enak-enaknya mengobrol, aku merasakan ada sesuatu yang menyubit lenganku.

"Aww! Siapa nih yang... Eh... Cleo. Kok, mukanya gitu sih. Jadi enggak cantik ah kalau begitu mukanya."

Ternyata, yang mencubit tadi, Cleo. Dari mukanya, terlihat jelas bahwa dia sangat cemburu. Pipi memerah, dan perasaan gelisah gak karuan. Iya. Dia cemburu. Kalau dia udah cemburu, beh. Dunia serasa perang dunia ke 3. Susah deh buat minta maaf sama dia. Lebih susah dari ujian matematika, fisika dan kimia di gabungin jadi satu.

"Kamu! Awas kamu kalau sampai suka sama salah satu dari mereka! Aku laporin ke papa kamu." Ancam Cleo.

"Ehh.. Enggak lah. Kan hati aku cuman buat kamu." Kataku

"Yee.. Sok unyu! Pokoknya, awas aja kamu ya!" Balasnya.

"Iyaa.. Aku janji.." Kataku meyakinkan.

Cleo kembali ketempat duduk. Pelajaran dimulai dengan kimia. Guru kimia kami yang asyik membuat pelajaran kami lebih cepat dimengerti. Pelajaran pun selesai 1 jam lebih awal, sehingga kami mempunyai waktu luang tambahan. Anak-anak yang lain mulai mengobrol satu sama lain, sebagian ada yang bersenda gurau dengan guru kimia kami yang gaul. Biasanya kalau waktu luang kayak gini, Karl akan membuka buku kasusnya dan mulai melakukan kebiasaan detektifnya.

"Karl, jadi gimana kasu..." Kataku sambil menoleh, namun terhenti.

"Loh?? mana Karl??"

Aku melihat kesekeliling kelas, lalu mataku terbelalak + melotot dan rasanya mau keluar karena melihat pemandangan yang tak biasa. Karl menghampiri Nami!!

"Cleo. Coba liat tuh Karl. Dia ngapain?" Tanyaku pada Cleo.

"Ih. Iya yah. Tumben dia mau nyamperin cewek." Jawabnya.

Setelah Karl ngobrol sebentar, dia akhirnya kembali ke mejanya. Duduk, mengambil file kasus, dan mulai membacanya. Aku yang masih heran, mencoba menghampirinya.

"Karl, tadi lo ngapain nyamperin Nami?" Tanyaku.

"Oh, itu. Enggak. Dia tadi manggil. Trus dia nanya-nanya sama gue tentang kasus-kasus yang udah kita selesain, Man."

"Ah, serius itu doang?" Tanyaku ragu.

"Lah iya. Memang mau apaan lagi?" Katanya.

"Jangan bilang sama gue, lo suka sama dia?!" Tanyaku lagi.

"Oh, jadi lo mikirnya gitu? Karena gue ngedekitin dia? Hahahaha. Iya, gue suka sama dia. Tapi liat aja nanti kedepannya. Cuman, gue masih belum mau punya pacar ah. Ntar kayak lo." Jawabnya.

"Sial. Gue mah... Iya sih, sedikit sengsara. Nanti lo kalau punya pacar, jangan yang kayak si Cleo ye. Ribet."

"Kan! Hahahahah." Tawa Karl.

Entah mengapa, aku dan Karl merasa seperti sedang diperhatikan orang. Tapi waktu aku menengok ke belakang, semua tampak normal-normal saja.

"Man. Lo ngerasain juga?" Tanya Karl.

"Hmm. Iya nih. Tapi gue pikir cuman feeling kita aja kali. Lagian juga gk ada apa-apa." Jawabku.

Setelah kejadian itu, Nami dan Karl menjadi sangat dekat. Waktu jam istirahat pertama dan kedua, mereka selalu bersama. Hingga jam ditanganku menunjukan pukul 14:00, waktu untuk pulang sekolah. Saat itu Karl rela mengantar Nami, Rika dan Rin ke tempat tinggalnya sementara.

"Jadi, kamu tinggal dimana Nami?" Tanya Karl sambil mengemudikan mobil Chevrolet Captiva warna hitam.

Nami duduk di bangku depan, sebelah Karl yang sedang menyetir mobil. Aku duduk di dekat pintu sebelah kanan, belakangnya Karl. Rin duduk di dekat pintu sebelah kiri, dan Rika duduk ditengah.

"Hmm... Aku, Rika dan Rin tinggal di apartemen di Sudirman. Pemerintah Jepang yang memberikannya kepada kami. Kami tidak tinggal bersama orang tua kami. Tapi kami bertiga tinggal sendiri dan hanya dijaga oleh 2 orang yang dikirim pemerintah Jepang, serta seorang pembantu."

"Tunggu. Maksudnya, kalian tinggal di Apartemen Sudirman?" Tanyaku.

"Hmm. Iya. Apartemen Sudirman. Yang terletak di jalan Sudirman." Jawab Rika yang duduk disebelahku.

"Wah! Kami juga tinggal disana. Kami tinggal dilantai 21, nomor 177." Kataku.

"Wahh... Kebetulan yah Karl. Kami tinggal di lantai 23, nomor 350." Sahut Nami.

"Dengan begitu, kita bisa sering berkunjung yah. Rin." Kata Karl.

"Eh.. I... iya Karl-kun. Ehh.. Maksudku Karl." Jawab Rin dengan sedikit gugup.

"Rin memang begitu. Dia memang terlihat selalu gugup sama semua orang." Kata Nami.

"Hahahaha... Tidak apa-apa. Mau panggil Karl-kun, mau panggil Kalkun juga, Karl mah enggak akan masalah. Iyakan Karl?" Kataku.

"Iya. Enggak apa-apa kok." Jawab Karl.

Akhirnya, kami tiba di apartemen Sudirman. Kami mengantar ke-3 cewek Jepang itu sampe ke depan pintu kamar apartemennya. Lalu kami turun ke lantai 21. Dan masuk ke dalam kamar apartemen kami.

Aku langsung melempar tasku ke arah sofa dan tiduran di sofa. Karl masuk kedalam kamarnya. Biasanya dia kalau di kamar, main game atau buka file kasus lagi. Tapi ini berbeda. Aku mendengar suara seseorang sedang menelepon. Aku yang tadinya masa bodo, kini mulai penasaran. Aku mulai menempelkan kupingku di depan pintu kamarnya. Terdengar percakapan dia dengan seorang wanita.

"Iya Karl. Terima kasih atas kerjasamanya."

"Sama-sama. Saya harap kita... Tunggu sebentar." Tiba-tiba Karl berhenti bicara.

"Lah, kenapa dia berhenti? Ada apaan nih? Apa jangan-jangan..." Pikirku.

"Herman!! Jangan coba-coba lo nguping didepan pintu kamar gue! Sana lo weh!"

Dia tau kalau aku di depan. Padahal, aku sama sekali tidak bersuara dari tadi.

"Iya-iya Karl." Jawabku.

Aku penasaran. Sebenernya Karl nelpon siapa? Memang dia buat kerjasama apa? Itu yg aku pikirkan saat itu. Akhirnya, aku memutuskan untuk beristirahat sebentar, kemudian mulai belajar. Sementara Karl? Dia tidak keluar dari kamarnya. Bahkan, hingga jam di ruang tamu menunjukan pukul 18:15, dia masih dikamarnya. Aku kemudian mandi, dan setelah itu berjalan ke dapur.

"Karl! Lo mau makan apa?" Tanyaku.

"Apa aja deh. kalau lo yang masak mah, apa aja enak." Sahutnya.

Aku mulai memasak. Dari sayur sop bayam, tempe tepung goreng, hingga jamur goreng dan salmon panggang kesukaan Karl. Setelah selesai memasak, aku mulai duduk dimeja makan.

"Karl! Ayo makan!" Seruku.

"Iya-iya." Katanya sambil keluar dari kamar.

Selama makan malam, Karl kembali membahas kasus-kasus yang akan kami tangani. Aku yang masih penasaran dengan pembicaraan di telepon dia tadi, mencoba bertanya.

"Karl. Sebenernya, siapa yang tadi nelepon?" Tanyaku.

Dia berhenti sejenak. Lalu mulai mengunyah kembali dan menelan makannya. Kemudian, dia mulai berbicara.

"Tadi... Seorang wanita meminta bantuanku untuk memecahkan sebuah kasus. Dia akan membayar kita 20 juta rupiah kalau kita mampu memecahkan kasus ini. Aku sudah menghubungi inspektur Susilo. Dan memang, kasus ini belum pernah bisa dipecahkan. Ah, sudahlah makan dulu. Baru nanti kita lanjutin." Katanya.

Selesai kami makan malam. Kami duduk di sofa. Karl mulai mengambil file kuning. Disitu tertulis

Kasus Tn. Akayashi. March 27, 2006.

"Karl. Itu... Itu apa maksudnya?" Tanyaku.

"Nah. Ini yang gue maksud. Ini kasus pembunuhan misterius. Kasus ini terjadi tahun 2006." Kata Karl sambil membuka file tersebut. Setelah itu, dia mulai mengeluarkan 3 buah foto.

"Korbannya adalah Tuan Akayashi. Seorang mantan Dubes Jepang untuk Indonesia. Dia ditemukan tewas di kantor dubesnya dengan dada yang bersimbah darah, dan kepala yang berlubang tepat di bagian jidatnya. Lubang itu diduga kuat terbentuk karena ditembak. Tapi konyolnya, lo pasti enggak akan percaya. Peluru tidak ditemukan sama sekali di lubang tersebut maupun di ruangan itu."

To be Continued

Next Issues: Karl dan Herman mengambil kasus yang belum terpecahkan di masa lampau. Kasus ruangan tertutup di kedubes Jepang. Mampukah mereka memecahkannya?