Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

BAHASA BUNGA

BELLEAME
58
Completed
--
NOT RATINGS
61.9k
Views
Synopsis
Apa kau tahu saat hujan turun aku selalu mengingatmu? Saat butirannya mulai menyentuh permukaan pertiwi. Saat aroma tanah basah mulai tercium pekat. Disaat itulah aku selalu mengingatmu. Aku menggantungkan doa di antara awan-awan kelabu. Berharap pelangi akan muncul kemudian, semoga suatu saat nanti kau menyadari, bahwa akulah satu-satunya penawar jiwamu yang rusak. Seperti desiran angin yang berbisik di antara bunga-bunga. Tak bersuara, namun bisa membuat bunga menari dengan indah. Aku juga berbisik padamu, ingin mendekapmu erat sambil mengutarakan kata cinta dan juga rasa sayang. Berharap kau akan kembali menjadi bunga yang indah. Aku mencintaimu, Seperti doa yang kugantungkan di awan-awan. Maukah kau mengizinkanku menjadi pelangimu, Bunga? ~ Isac Apa kau tahu kalau bunga punya bahasanya sendiri? Bahasa bunga lili adalah keindahan, bahkan dalam kitab suci pun menyanjung bunga ini sebagai lambang keindahan dan pengharapan. Bagaimana dengan cerita Lily kali ini? Apakah akan membawa keindahan atau bahkan pengharapan besar pada orang-orang di sekitarnya? Baca dan hanyutlah dalam kisahnya. A hopeful love story Hanya sebuah kisah cinta biasa, namun bisa membuatmu merasa luar biasa Cover milik saya
VIEW MORE

Chapter 1 - PROLOG

PROLOG

Gemuruh suara guntur saling bersahutan. Hujan deras bercampur angin mengguyur desa. Tempias air membasahi paving teras. Cahaya kilat masuk ke dalam ruangan melalui kisi-kisi jendela. Memberikan seberkas cahaya pada gelapnya malam, sudah satu jam lebih listrik terputus karena hujan deras. Buncahan air seakan tak mau berhenti, terus menghujam bumi.

"KYAA!!!" Seorang gadis berteriak histeris pada pojok ruangan. Sudah satu jam ia meringkuk, bergelung memeluk lutut sambil menutup telinga. Ketakutan.

Udara dingin, suara guruh, dan keclapan cahaya membuat ketakutannya semakin besar. Tubuhnya yang ramping terus bergetar. Peluh yang bercampur dengan air mata mulai mengalir, membuat wajahnya terlihat kacau. Bibirnya terus mencicit lirih, "kotor, aku kotor."

Jari jemari yang kurus tak lagi menutup telinga namun beralih untuk menjambak rambut. Membenturkan kepala ke dinding. Sesekali ia mengusap kasar lengannya. Sangking kasarnya, kulit putihnya mengelupas, lecet. 

Terluka, sakit, perih, namun rasa perih yang mengesut fisik itu tak sebanding dengan rasa perih yang bergejolak di dalam hatinya saat ini. Perih yang mengiris-iris jiwa, menghujaninya dengan rasa bersalah dan kotor. Kenangan akan sebuah kejadian yang menuntunnya pada penyesalan yang tak berujung. Rasa sesak yang tak terkira terus menekan dadanya. 

Tangan kurus itu mulai mencakar permadani lantai, meremat apapun yang bisa ia remat untuk menghilangkan kekesalan, kesedihan, malu, dan penyesalan.

Terus bermain di dalam benaknya kejadian laknat kala itu, bagaimana cara lelaki itu mempermainkan tubuhnya. Menghujamnya dengan kasar dan merenggut mahkota paling berharga. Kesucian milik seorang wanita.

"TIDAK!!! Jangan!! Jangan lakukan ini padaku!" teriaknya pilu. Tangannya bergetar hebat, tubuhnya menggigil ketakutan. Sosok mengerikan itu sekonyong-konyong muncul di hadapannya, menyeringai.

Flash back kejadian demi kejadian yang menyakiti jiwanya itu terus terulang. Lagi dan lagi, berputar selama hujan deras itu mengguyur desa. Tanpa henti, tanpa ampun. Meski ia terus mengucapkan kata ampun dan ingin menyerah. Nyatanya takdir tetap terlalu kejam padanya, ia tetap tak bisa mengubah segalanya. Post-traumatic stress disorder yang ia derita tak semudah itu dihilangkan.

Gadis itu tengah berada di titik terendah dalam hidupnya saat ini. Kecewa, sakit, dan menderita.

— Bahasa Bunga —