sinar mentari malu-malu menyusup melalui jendela kamar yang luas itu. sang pemiliknya sudah membuka entah sejak kapan. tapi baginya ada ataupun tiada sinar mentari sama aja. semua sama dalam pandangannya.
satu tetes air mata mengalir melalui mata indahnya. tanpa bersuara ia mulai terisak pelan. memandangi langit-langit kamar.
tok tok
terdengar suara pintu diketuk. seolah tahu siapa yang datang, ia hanya diam. tak menjawab ataupun berniat membuka pintu.
kreek
" bee, sudah pagi, bunda bawakan sarapan". ucap suara lembut penuh kasih sayang itu.
sang gadis yang dipanggil itu Masi terdiam. terbaring lemah tanpa gairah dengan tatapan mata yang kosong. " ma, bee cape, semua sama di mata bee. jangan memperlakukan bee kayak orang normal ma. bee udah beda." dengan berlinang air mata ia mengatakan itu semua.
sang bunda yang mendengarnya langsung menaruh makanan di nakas dan segara memeluk anak semata wayangnya. " Sayangnya bunda jangan bilang kayak gitu ah, Dimata mama, di mata papah, kamu tetap bee yang sama.ngak ada yang beda."
bee hanya terisak. terkadang ia merasa sedih, tetapi di satu sisi ia merasa bahagia.
" sekarang bee sarapan ya, bunda suapin. hari ini papa libur. setelah bangun, papa akan kesini.kita berkumpul."
seharusnya ia bersyukur. karna orangtuanya tidak membenci apa yang telah dia lakukan. mereka tetap setia dan menemaninya, dan juga tidak menyalahkan dirinya.