kamar dengan nuansa krem itu telah rapih sejak pagi. gorden yang telah di buka, tempat tidur yang sudah ditata, tak lupa pula lampu yang sudah dimatikan.
seorang gadis dengan pakaian casual tengah duduk di depan meja rias. sedari dari tadi ia berfikir. ' harus darimana ia memulai semuanya?'. sejujurnya, ia datang ke rumah ini bukan hanya untuk menemani seorang gadis dengan keterbatasan itu. ada hal lain yang tengah ia lakukan. ia gelisah, bingung, tapi ia harus melakukannya dengan sebaik mungkin.
setelah menimbang-nimbang, ia akhirnya bangkit dan berjalan keluar kamar. langkah kakinya membawa ke depan pintu kamar berwarna coklat yang di tempeli nama pemiliknya.
tok tok tok
hening. tak ada jawaban. ia mengulanginya hingga tiga kali. sampai akhirnya memberanikan diri untuk membuka pintu tanpa izin pemiliknya.
" bee, kak suster masuk ya," ucapnya dengan nada pelan nan lembut.
netra matanya langsung disuguhkan dengan kamar bernuansa pink soft, dengan sang pemilik yang masih bergelung di dalam selimut tebalnya.
suster ana tersenyum tipis. tak heran dengan kelakuan pasien yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri itu.
ia berjalan pelan takut mengganggu tidur bee yang damai. lalu berhenti dan duduk di meja belajar yang tersusun rapih itu.
ia tak menyangka, jika bee adalah seorang gadis yang gemar membaca. terlihat dari beberapa rak buku yang berisi novel juga komik. selain itu, ada pula beberapa buku bercorak dan polos, yang mungkin sebuah jurnal dan diary miliknya.
tanpa sadar, dengan lancang, tangannya terulur mengambil sebuah buku dengan sampul polos berwarna biru. perlahan tapi pasti, ia membuka lembar demi lembar sampai akhirnya sebuah foto seseorang menghiasi salah satu lembar di dalam buku itu. di bawah itu tertulis sebuah kata-kata yang berbunyi, ' My first love was painful but I'm happy '.
hingga saat ia Kembali membaca kata perkata yang ada di dalamnya, suara khas seorang yang baru bangun tidur memasuki gendang telinganya.
" kak suster ?"
dengan buru-buru suster ana menaruh buku itu dan menghampiri gadis belia itu. " eh bee, sudah bangun ? kok tau ada kak suster disini ?" tanyanya heran sekaligus mengalihkan rasa deg-degan yang menghampirinya.
bee hanya menunjukkan deretan giginya. "nebak aja kak sus, kalau ada yang sahutin, berarti ya emang ada ka suster. hehe" ia mengatakan itu dengan lugas, tanpa ada rasa curiga sedikitpun.
" maaf ya, kak suster lancang masuk kamar kamu."
" ngak papa kok kak sus. lagian kan kak suster kayak kakaknya bee. oh Iyya, ka suster udah sarapan ? belum ya pasti. ayok kak kita ke dapur. biasanya kalau aku udah bangun, berarti bibi udah datang."
suster ana mengangguk. sebelum itu, suster ana membantu bee untuk berjalan ke kamar mandi.
selama mereka sarapan, tak ada suara kecuali dentingan sendok yang beradu dengan piring. sesekali mata suster ana mengamati rumah bergaya klasik ini. tidak tingkat memang. tapi terkesan mewah dan luas. barang-barang yang ada pun sangat mewakili jika pemilik rumah ini adalah sosok yang simple namun elegan.
" ini non obatnya." seorang wanita paruh baya yang dipanggil bibi itu meletakkan beberapa jenis obat yang harus di minum bee.
" terimakasih bi, oh Iyya, bibi kalau belum sarapan, bareng kita aja ya. bertiga di meja makan." ajak be ramah.
" Iyya non, bibi udah sarapan kok. yasudah, non dihabiskan ya sarapannya, abis itu obatnya di minum. bibi mau beresin yang lain dulu. permisi non, suster."
bee dan suster ana serempak tersenyum menjawab ucapan bi Ina atau lebih sering dipanggil bibi itu.
****
sarapan selesai, bee mengajak suster ana ke taman belakang. dulu, ia sering berkumpul bersama para sahabatnya disini. mengerjakan kerja kelompok, atau sekedar mengobrol menghabiskan hari libur.
" ini tempat favorit aku dulu kak sus. apalagi kalau pagi-pagi dan malam. aku suka duduk disini sambil lihat langit. rasanya damai." jelas bee tanpa aba-aba.
" oh ya ?" suster ana menjawab antusias. ia tahu, keadaan bee yang sekarang bukan tanpa sebab.
bee mengangguk, lalu kembali menjelaskan, "kalau lagi bosan. aku bakal bawa beberapa novelku kesini untuk dibaca. Kaka lihat kan di pojok gazebo ini ada rak-rak buku ? itu beberapa novel koleksi yang aku punya. Dan kalau ada teman yang berkunjung,biasanya mereka akan betah karna itu."
suster ana melirik pada rak buku berbahan kayu yang cukup besar itu, " dan sisanya yang ada di kamar kamu ?"
" itu yang di kamar favorit aku kak sus. beberapa ada juga yang belum sempat aku baca si. hehe" ada raut sedih setelah kalimat terakhirnya.
seakan mengerti, suster ana membelai lembut rambut yang terurai rapih itu. " kalau bee mau, kak suster mau kok bacain buat bee."
" ngak papa ka ? tapi pasti ngerepotin. kak suster kalau mau baca, baca aja ngak papa kok. tapi maaf banget, aku ngak hafal letak-letak bukunya. jadi aku ngak bisa ambilin buat kak suster." ucapnya sedih.
" ngak papa, kak suster nanti ambil sendiri pas mau baca. oh iyya, bee mau dibacain cerita yang mana ? biar kak suster yang ambil."
" ngak usah ka. tapi kalau kak suster mau ke kamar aku. kalau boleh, aku nitip buku yang sampulnya warna biru polos kak."
suster ana diam sejenak. lalu mengiyakan permintaan gadis manis itu.
beberapa menit kemudian, suster ana kembali dengan dua buku di tangannya. satu buku novel yang mungkin akan ia baca. walaupun entah kapan, dan satu lagi buku biru titipan bee.
" aku kembali. ini bukunya adik kak suster." suster ana memberikan buku itu dengan ceria, seakan-akan ia tidak mengetahui apapun yang ada di dalamnya.
" terimakasih kak suster. sejujurnya aku kangen nulis di buku ini. dan yah, ngak mungkin juga aku bisa kembali nulis disini. selain keterbatasan yang aku punya, juga aku ngak tau, apa yang harus aku tulis lagi." entah kenapa, ia merasa nyaman berbagi cerita ini dengan suster yang ia anggap seperti kakak sendiri itu. mungkin karna ia anak tunggal dan baru kali ini merasakan mempunyai seseorang yang seperti saudara kandung.
suster ana yang duduk di samping bee itu menatapnya dengan tatapan tak terbaca. sepertinya ia tak harus memulai. karna gadis disampingnya ini telah memulainya.