"baik anak-anak, sampai sini dulu pelajaran kita. silahkan istirahat." ucap pak Bandi yang langsung di iyyakan oleh semua murid kelas XI IPS A.
" poni, gue ngak nemenin Lo dulu ya, tapi gue nitip roti sama susu ya. nanti tolong simpenin." tanpa menunggu jawaban sely, Nanda sudah berjalan keluar kelas dengan membawa buku catatan dan pulpen.
" mau manggil lewat mikrofon ?" tanya Damian yang entah sejak kapan sudah berjalan di sisinya.
" Iyya ka. pegel gue kalau manggilin satu-satu ke kelas."
" boleh gue bantu ?" tawar Damian.
Nanda melirik sejenak, " kalau ngak ngerepotin." akhirnya mereka pun berbagi tugas. Damian memanggil panitia lewat mikrofon sekolah, dan Nanda menyiapkan aula untuk rapat perdana mereka.
****
" Yan, ini kita ke SMA Nusa bangsa ?" tanya seorang lelaki dengan tampang bad boy.
" cape jelasin ke orang Bolot."
" anjir, gue mastiin doang. kan biar gue bisa rapih-rapih gitu. kali aja ada yang nyantol ye kan." jawabnya dengan pede.
Revian putra Diandra. atau lebih akrab dipanggil Debian atau ian itu lebih memilih menyiapkan buku yang akan ia bawa kesana. ia sudah tau jika acara ini melibatkan dua sekolah dan ia adalah ketua acaranya. dengan wakil seorang perempuan dari sekolah Nusa bangsa itu.
" kasi tau yang lain, istirahat nanti langsung kesana. biar Lo berguna dikit." titah revian dengan tanpa melihat lawan bicaranya.
" kalau ngomong emang kaga di ayak."
" gue denger Bastian." tangan kekarnya berhenti merapikan buku-buku di meja OSIS miliknya.
Bastian yang sudah hapal kebiasaan sohibnya itu langsung pergi menjalankan perintahnya. karna jika sudah memanggil dengan nama, tandanya sudah SP 1.
revian yang mendengar suara pintu tertutup, memilih duduk di bangku kebesarannya. dengan sebuah buku di tangannya, mata elangnya menatap deretan sebuah nama. entah apa yang ada di pikirannya, tapi yang pasti sebuah senyum sangat tipis terukir di bibirnya.
****
" Lo ngapain duduk di sebelah gue nda." ucap Rania dengan nada bingung.
" lah ? salah ka ?"
Rania menoyor kening Nanda pelan. " ish, begonya mendarah daging. duduk sesuai jabatan masing-masing."
Nanda melongo, " maksud ?"
" Lo wakil, duduk samping ketua. sekertaris duduk samping bendahara, begitupun seterusnya."
gadis dengan pulpen biru di tangannya itu membulatkan mata, " ih enggak mau. gue ngak kenal, ntar gue di katain lagi."
" mau ngak mau, suka ngak suka. emang begitu adanya. dah ah Sono. ini tempat Ayla." Rania mengusir Nanda ketika melihat partnernya datang. sedangkan Nanda hanya berdiri mematung di samping meja Rania dan Ayla, hingga sebuah suara menyadarkannya.
" itu yang berdiri, ngapain ? biar tinggi berdiri Mulu ?"
Dengan cepat Nanda menengok ke asal suara. Dan betapa terkejutnya dia ketika melihat siapa yang telah meluncurkan kata-kata tajam padanya.