Chereads / Cinta Pertama Jingga / Chapter 11 - Kebaya Putih

Chapter 11 - Kebaya Putih

Jingga lantas berlari mengambil buah-buahan yang tadinya sudah ia siapkan, terlalu lama menunggu balasan pesan dari Andra membuatnya melamun dan tidak sadar diri.

Sigit pahami itu, ada rasa kasihan di sana, tapi juga hal yang sudah menjadi resiko besar untuk Jingga, sedang sudah dipahami untuk hal itu.

Hari berganti hari, tepat di mana kebaya putih akan menjadi saksi bisu pernikahan Jingga dan Andra terjadi.

Semua keluarga besar sudah berkumpul, mereka tampak senang dengan kehadiran Andra yang lebih ringan dan santai kali ini.

Walau mata Andra tampak enggan melihat Jingga dan meja penghulu itu, setidaknya Andra datang dengan pakaian resmi yang senada dengan kebaya putih Jingga.

Dia masih belum sepenuhnya siap dengan tanggung jawab sebagai suami yang cukup dirasa berat, dia bukan dan belum menjadi orang baik yang bisa membimbing Jingga. Jangankan membimbing, mencinta saja belum.

Hati Andra masih menunggu kepastian dari Amel, gadis yang seirama dengan dirinya.

Sampai detik ini, rahasia Amel masih Jingga tutup rapat.

Jingga baru akan membahasnya nanti saat Amel berani menunjukkan diri dan menggoda Andra.

"Sudah siap?" tanya penghulu di sana.

Andra terkesingkap, tidak percaya kalau ruangan yang longgar tadi sontak berubah penuh.

Andra mau tidak mau mengangguk, ia mulai ikuti dan dengarkan arahan dari pihak penghulu.

Ibunya di sudut lain tampak sibuk menata seserahan untuk Jingga, dan belum ia lihat Jingga ke luar sepenuhnya, hanya kain kebaya putih yang terlihat di balik korden pembatas.

Entah seperti apa Jingga saat ini, yang jelas nanti akan ada foto di mana sebagai bukti akan tanggung jawab mereka di depan publik.

"Saya mulai ya, Nak Andra?"

"Iy-iya." Andra semakin gugup dibuatnya.

Tapi, senyum hangat dan lebar sang ibu sontak membuat hatinya bergemuruh, kalau dia mundur, itu artinya menyakiti dan merobek senyum lebar ibunya berganti dengan derita.

Lalu, bagaimana kalau Amel datang lagi nanti?

"Saya nikah dan kawinkan kau dengan ...."

Tangan penghulu itu menghentak tangan Andra.

"Saya terima nikah dan kawinnya Jingga ....."

Satu tarikan nafas, Jingga yang tengah bersembunyi itu telah sah menjadi istri dari seorang Andra.

Bahkan, terlalu cepat dan lancarnya sampai Andra terkejut sendiri, ia hanya menghafalkan selama perjalanan, ia kira akan salah dan menunda pernikahan itu, ternyata tidak seperti itu, sangat lancar.

"Sah, Ndra, sah!" seru beberapa teman yang datang.

Andra hanya bisa diam membeku, tidak ada kesalahan di sana dan dia sah menjadi suami Jingga.

Gadis kecil yang banyak tingkah dan bicara berkebaya putih yang kini mulai tampil berjalam di depannya.

Jingga dituntun ibunya sendiri bersama ibu Andra untuk berpindah duduk ke sisi Andra, satu tangannya terulur untuk menyambut dan memberi kecupan selamat datang pada suaminya itu.

Sedangkan, saat Andra harus mencium kening Jingga, mati-matian Andra mengganti wajah Jingga dengan Amel, nyatanya tak bisa.

Matanya bahkan tak menyangka kalau sempat terpesona dengan kecantikan gadis kecil banyak tingkah itu, Jingga tampak lebih dewasa kali ini.

Di pagi ini, tepat disaat janji itu terucap untuk mereka, mata Andra seolah dikecoh dengan wajah Jingga.

Balutan kebaya putih dan riasan yang ringan membuat Jingga terlihat sangat cantik di matanya, belum lagi tubuh kecil itu tampak pas dan tepat dengan balutan kebaya putih di sana.

Kedipan mata Jingga dan senyum manis di wajah itu, Andra tersihir di sana.

"Ndra, tanda tangan surat nikahnya!" titah ayah Jingga.

"Eh, iya." Andra gelagapan.

Sementara yang lain menggoda Andra karena terpesona dengan kecantikan Jingga, gadis itu sendiri hanya tersenyum tanpa banyak berucap, bahkan bisa dibilang Jingga pendiam pagi ini.

Sampai mereka berdiri di pelaminan untuk menerima selamat dari keluarga dan kerabat terdekat, Andra masih tampak kaku, berbeda dari Jingga yang bisa menempatkan posisi dengan sangat baik meskipun hatinya membeku sama seperti Andra.

Dia seorang istri, dia pakaian suaminya, sebisa mungkin Jingga menjadi yang terbaik meskipun tubuh yang ia balut tak menerima dengan sempurna.

"Lo capek?" tanya Andra lirih.

Jingga menoleh, ia lantas mengangguk dan tersenyum.

Shit!

Andra mengeram dalam hati, bisa-bisanya Jingga berlaku semanis ini, bahkan wajah Amel yang biasa ia tarik, tak kunjung datang.

Tidak ada bayangan Amel di sana, sama sekali tidak bisa Andra temukan, matanya penuh dengan Jingga seorang.

"Nyandar aja ke gue, daripada jatoh!"

"Makasi, Kak." Jingga bergeser sedikit, ia bersandar pada pria yang telah sah menjadi suaminya itu.

Satu pesan yang mengharu dan penuh ancaman datang dari kakak lelakinya, menusuk Andra dan menjadi kecaman kalau sampai membuat Jingga menangis atau sakit hati, Kelana tidak akan menurunkan maaf di sana.

Andra hanya bisa mengangguk saat itu, berat, tapi saat dia menoleh pada Jingga, entah kenapa Andra merasa tenang.

***

Rangkaian acara sangatlah banyak dan padat meskipun hanya dihadiri keluarga dan kerabat saja, semua dari mereka tak ada yang mau menyia-nyiakan moment ini untuk berulang kali mengambil gambar bersama.

Andra tahu Jingga sudah sangat lelah, seperti yang ia dengar kalau Jingga hanya makan dari suapannya tadi sebelum ke pelaminan, hanya dua sendok sebagai ikhtiarnya menjadi istri hari ini.

Andra lebarkan tangannya, meminta Jingga semakin mendekat, tidak ada tujuan lain di sana selain menjaga Jingga agar tidak terjatuh bila lemas, akan sangat memalukan.

Tapi, tentulah membuat orang berfikiran lain dan menuliskan hal yang berbeda.

"Gitu aja awalnya nggak doyan, bakal doyanlah dia kalau udah tahu cantiknya gini!" Salah seorang keluarga berkata.

"Iya, bener. Lihat aja matanya Andra, udah nggak kuat lihat Jingga, mana masih kecil mungil lagi tuh Jingga, seneng banget dia!" timpal satu lagi.

Mereka tak berhenti untuk sekedar bergosip dan menilai sesuka hati, tapi terus mengambil gambar pengantin baru itu untuk mereka posting ke media sosial.

Tak masalah karena memang mereka di luar sana harus puas akan tuntutan yang diwujudkan.

Tapi, menjadi masalah saat di tempat lain mata Amel melihat foto itu muncul diberandanya, ada tag nama Andra di sana yang otomatis memancingnya untuk bergulat emosi.

"Kok bisa sih dia?" geram Amel. "Hilang dong dompet gue, nggak bisa, harus gue rebut!"

Amel hampir saja melempar ponselnya, ia memang kerap hilang mood bersama Andra, tapi sejauh ini tak ada langkah berani hingga hubungan mereka berakhir dengan cara Andra menikahi wanita lain.

Kali ini tidak, Amel seolah tak mempunyai ruang di sana, sedang ia butuh Andra untuk kelangsungan hidupnya.

"Bisa gila gue kalau dia putus beneran, gimana dong?" Amel berusaha mencari cara, menjadi lawan Jingga dengan basic keluarga sebesar itu, akan dirasa sulit. "Gue harus sempetin cari waktu muncul di depan Andra!"