Tubuh besar itu Jingga dekap cukup lama, tidak ada penolakan dari Andra, suaminya itu juga membalasnya dengan sama hangat, bahkan bibir Andra bersemayam di perpotongan leher Jingga, menghirup aroma wangi di sana.
Malam terakhir yang akan menjadi kenangan untuk perpisahan kali ini, walau hanya sementara seolah menjadi latihan untuk hati Jingga agar tidak terlalu berharap pada suaminya itu
"Kakak mampir bentar kan ya?"
"Hem, Lana udah balik ke luar negeri?" balas Andra, ia parkir mobilnya sejenak.
"Kak Lana udah balik ke sana, kan tugasnya banyak di sana, aku yang belum ke sana lagi. Aku bantu turunin, Kak!"
Kembali ke luar negeri, ucapan Jingga yang terakhir itu membuat dada Andra bergemuruh, pasalnya ia baru teringat kalau Jingga mempunyai tugas yang sama dari semua keturunan besar keluarga Narendra, hubungannya tak mudah dan akan sering terpisah.
Tubuh kecil Jingga mulai berlari masuk, menerima sambutan dari kedua orang tua yang sudah tidak sabar sejak semalam.
Beberapa tas dan koper itu Andra turunkan lebih dulu sebelum menyapa mertuanya, sambutan hangat juga ia dapatkan tanpa mereka menelisik hubungan yang ada antara dirinya dan Jingga, dia seakan menjadi menantu kesayangan yang tak punya cacat sama sekali.
"Gimana kerjanya di sana, Ndra? Aman?" tanya Keanu.
"Aman, Yah. Cuman ya gitu, tahu sendiri gimana kalau udah pembagian proyek, pusingnya sampe pagi."
"Ahahahah, cocok ada istri di rumah, Jingga pasti paksa kamu makan malem, kan? Dia selalu gitu di rumah, suka maksa buat makan Lana."
Andra terkekeh, itu artinya apa yang Jingga lakukan bukan hal baru yang terkhusus dan sengaja Jingga paksakan untuknya, tapi memang kepribadian dan kebiasaan Jingga seperti itu.
Kaki Andra melangkah ke kamar Jingga, kamar yang tak pernah ia datangi sejak mereka menikah, tatanan yang sangat ia suka dan tidak terasa bosan di dalam sana.
"Aku taruh di sini semua barangnya Kakak, buat sementara."
"Kok sementara, mau ke mana?"
"Kan, Kakak ada jatah unit dinasnya, aku ikut Kakak ke sana dong, nggak di sini sama ibu!" jawab Jingga, ia ajak Andra menelusuri setiap ruangan yang ada di kamarnya, bahkan kamar mandi saja serasa berada di alam luas, design yang luar biasa. "Kakak mau tinggal di sini atau di unit aja? Aku tebak ya ... Kakak suka di unit soalnya di sana Kakak bisa bebas, kalau di sini ada ibu sama ayah, Kakak nggak bisa ketemu Amel sama joget, iya kan?"
Benar, tapi tadinya Andra tidak berfikir ke sana. Ia hanya takut Jingga tak nyaman tinggal di unit yang serba terbatas, bahkan dia tidak bisa bercengkramah dengan tetangga seperti di sini.
Untuk urusan Amel dan kehidupan malamnya, masih belum bisa Andra pastikan, pasalnya dia sendiri belum paham akan mau hatinya, satu sisi dia masih mencintai Amel, tapi disatu sisi lainnya dia mulai jengah dengan kebiasaan Amel yang merepotkan, bahkan akhir-akhir ini suka sekali mengancam.
Di tengah padatnya proyek dan tugas yang ada, Andra butuh Amel yang seharusnya lebih memikirkannya, justru Jingga yang berlaku seperti itu, padahal mereka sama-sama mengaku cinta pada dirinya, tapi berbeda dalam penerapan yang ada.
Andra duduk di tepi ranjang berukuran super king itu, membiarkan Jingga berkutat sendiri dengan ocehannya yang tak terhingga, entah membahas apa saja, setengah jam lagi dia harus pergi, rasanya enggan dan ingin membawa serta Jingga saja.
"Kakaaaaaak," panggil Jingga sembari mengusap wajahnya.
Andra menoleh, "Ngapain lo?" terkejut, lantas menghampiri Jingga cepat. "Ngapain juga maen air!"
"Siapa yang maen, krannya itu longgar, jadinya kena ke mukanya Jingga semua, badah deh, masuk hidung lagi, sakit!"
Sakit, satu kata yang membuat kaki Andra semakin berat, ia ingat saat Jingga dirawat waktu itu, semakin khawatir saja kalau sampai Jingga lemah dan dia tidak bisa ke sini karena urusan pekerjaan beserta Amel yang akan menghalanginya.
Andra usap dengan kedua tangannya, menambah tisu juga handuk kecil, membantu Jingga mengeluarkan air yang ada di hidung mungil itu.
"Udah?"
"Iya, udah. Makasi udah dibantu, Kak."
Andra bergegas menuju washtafel yang Jingga maksud, waktu tiga puluh menit itu ia manfaatkan dengan baik demi beberapa hari mendatang yang aman.
Keanu ajak menantunya itu bergabung menikmati sajian dari istrinya lebih dulu sebelum pergi bertugas, tampak sekali wajah senang Jingga di sana, bergelayut manja pada Andra yang terlihat cool seperti biasanya.
"Makan dulu, Ndra. Ibu udah buat yang khusus untuk kamu ini, mau kamu bawa nanti juga bisa, tahan lama."
Andra tersenyum, ia duduk di dekat ayah mertuanya. "Makasi banyak, Bu. Jingga udah ninggalin banyak di unit sana, full kulkas kena dia."
"Ahahahahah, Jingga bikin apa aja hayo?" Rani tunjuk putrinya.
"Aku buat yang semua Kakak suka, lagian Kakak nggak terlalu teratur makannya. Jadi, aku masakin yang banyak, tinggal diangetin, eheheheheh ...."
"Dia ngerepotin kamu ya, Ndra?"
"Enggak kok, Yah. Justru kayak yang Jingga bilang, aku yang bikin dia capek," jawab Andra, ia usak kepala Jingga tampak gemas.
Ada rasa lega di sana melihat keakraban dan kebersamaan Jingga di sana, walau mereka tahu cinta itu belum ada di hati Andra, mereka yakin kebersamaan akan membuat mereka menyatu suatu saat nanti.
"Gue berangkat dulu, jaga diri di sini!"
"Cium dulu!" Jingga maju satu langkah mencondongkan tubuhnya ke depan.
Ada kedua mertuanya, jelas Andra tidak akan menolak, ia cium kedua pipi dan kening Jingga, gadis itu tersenyum sebelum meraih tangan kanan Andra dan mengecupnya.
"Kakak hati-hati ya, kabarin aku!"
Andra mengangguk, ia mulai melaju menjauh dari rumah besar mertuanya itu.
***
Sepi,
Malam hari ia sampai di unit itu tampak sangat gelap, tidak ada senyum yang menyapanya dan menawarkan minuman atau makanan sebagai penunda lapar.
"Tumben nggak chat gue tuh bocah, udah mulai jualan apa belum?" gumam Andra. Ia periksa berulang kali, tidak ada satu pesan dan panggilan pun untuknya. "Lupa gue kalau dia pasti paham jadwal orang begini, huuuhh ... Jingga-Jingga, laper gue!"
Benar bila di kulkas itu penuh akan stok makanan, tapi jelas ia malas mengolahnya, sekadar menghangatkan saja malas.
Andra raih ponselnya cepat, suara Amel terdengar di sana.
"Di unit, kamu udah pulang?"
"Udah daritadi, aku chat kamu centang terus nggak tahunya paketanku habis. Sayang nggak mau pesenin aku makanan apa?"
"Mel, aku juga belum makan, gimana kalau kamu aja yang pesen, kan ada saldonya, hem?"
"Mager tahu milih makanan, kamu aja deh, keburu aku pingsan ini karena laper, sayang. Kasihan aku!" rengek Amel.
Andra mengesah pelan, dia berharap Amel bisa menggantikan Jingga saat ini, yang terjadi justru sebaliknya.
Mereka terlalu lama LDR mungkin, sampai rasa peduli itu menipis.
Mungkin, bisa saja Jingga juga akan seperti itu padanya, semua akan sama saja.
[Kakak, aku baru pulang jaga jus, udah makan?] Jingga.
"Apa lo juga bakal berubah setelah dapetin semua?" Andra ingat dulu diawal, Amel perhatian sampai hatinya terebut dan semuanya berubah.