Bila ada kelahiran, maka akan ada kematian. Bila ada pertemuan, maka akan ada perpisahan. Kedua kalimat ini jelas akan selalu terkait. Bahkan ketika Mer kecil berhasil memakan habis tubuh Gurita Raksasa ... secara perlahan, sosok mungil itu semakin mendapatkan pemikiran yang jernih.
Ia tahu, di masa depan, ia akan semakin banyak bertemu dengan makhluk lain, semakin banyak akan berpisah dari mereka. Juga ... akan selalu ada kehidupan dan kematian yang terlihat oleh matanya.
Sepasang kelereng biru itu menyendu. Kepala menunduk, menatap butiran pasir yang berada tepat di bawahnya. Bayang-bayang yang terbiaskan dari cahaya di atas kepalanya membuat semua hal, terlihat sangat jelas. Terutama ketika cahaya memanjang menembus lautan, memberikan warna pada makam kapal yang suram dan dingin.
Untuk Mer sepanjang 30cm, memakan Gurita Raksasa secara utuh seorang diri, memerlukan waktu yang tidak sedikit. Ia tidak bisa memakan semuanya sekaligus, hanya bisa menggerogoti sedikit demi sedikit. Pada akhirnya, setelah semuanya benar-benar bersih dan menghilang tanpa menyisakan apa pun ...
Mer kecil menyadari bahwa sepertinya, ia sudah sedikit tumbuh? Tubuhnya terasa lebih panjang dan besar ketimbang sebelumnya.
Berkedip beberapa kali, sepasang iris yang semula terlihat begitu dingin dan kejam, berubah menjadi hangat dan polos. Dengan mudah, sosok yang memiliki helai panjang bergelombang itu memperhatikan rambutnya. Jemari putih berselaput bergerak menyentuh helai yang menari dipermainkan air laut.
Panjang, hitam dan indah. Tidak terlihat seperti pernah dipotong dengan kasar hingga terlihat jelek.
Ada kepuasan tersendiri saat melihat helai rambutnya yang kini terlihat cantik kembali. Tanpa sadar Bubu tersenyum, menatap lembut rambutnya seraya menyisir jari. Mer, yang terlihat indah itu tengah bermandikan cahaya matahari yang hangat. Tubuhnya yang begitu putih berpendar lembut disentuh oleh cahaya. Warna ekor dan rambut yang kontras, kian membuat sosok itu terlihat bercahaya di antara bangkai kapal yang suram dan menyeramkan.
Wuuuuuuuu~
Senyuman Bubu menghilang. Pergerakan menyisir rambut terhenti. Suara yang secara perlahan tertangkap di indranya yang semakin tajam, membuatnya mendadak menyadari sesuatu.
Apa yang membunuh Mamanya?
Sepasang iris biru berubah menjadi dingin. Sepasang netra bak permata di permukaan air itu menatap besi panjang yang masih menancap di permukaan pasir. Sosok tebal dan dingin itu terlihat sangat kokoh. Tanpa ampun menembus kulit mangsanya hingga mati. Namun, Bubu tahu benda ini bukan makhluk hidup, itu sebabnya ia tidak bisa mendeteksi melalui radarnya.
Lalu, benda apa ini? Kenapa tidak bergerak?
Tubuh Mama sudah habis dimakan, tidak ada yang menarik perhatiannya kembali. Karena itu, sekarang, Bubu baru mendengar suara mendengung yang samar-samar. Dari kejauhan, seolah berbisik dan memperingatkan siapa pun untuk tidak mendekat. Namun dengan sedikit perhatian, Mer hitam dengan mudah bisa mendengarnya.
Tanpa merasa takut dengan suara asing itu, ekor hitam mengibas. Berenang menuju sumber suara. Namun sosok itu masih sangat berhati-hati. Ingatan perihal Hiu Putih yang berteriak memperingatkan sebelum akhirnya mati, membuat sosok itu tidak pernah bergerak dengan sembarangan kembali. Ekor hitam itu akan mengibas dengan efisien. Berenang dengan begitu tenang, dengan kecepatan yang konstan.
Berbeda saat ia terburu-buru dan tidak mempedulikan sekelilingnya. Bubu, menyadari bahwa setiap gunung-gunung besi ini berbentuk berbeda. Dari ingatannya yang samar-samar, ia juga mendapati bahwa banyak benda asing di setiap Kapal. Hal ini membuat sepasang netra biru berkilau penasaran, tetapi untuk saat ini, Mer hitam memilih untuk menahan diri.
Masih ada suara asing yang perlu diselidiki.
Tepat saat sosok hitam berhenti di sebuah Kapal besar yang mengeluarkan dengung suara ... sepasang netra biru berkedip. Iris yang sedingin kristal es menatap bagian bawah perut besi. Di sana, sebuah lubang kecil terlihat. Cukup kecil dan tidak mencolok, tetapi penglihatan Mer yang tajam dengan mudah menangkapnya. Terlebih, dirinya sendirilah yang membuat ... lubang ini.
Berenang mendekati lubang, sepasang iris memperhatikan permukaan kecil yang kini tidak muat untuk ia masuki. Ia mengintip, memperhatikan suasana yang terlihat remang-remang. Di sana, tidak ada yang berubah. Penuh dengan besi-besi tua dengan banyak corong yang saling bertaut. Namun ... tubuhnya yang sudah membesar, tidak akan muat untuk menyelinap di antara besi-besi itu kembali.
Bubu tidak kehabisan akal. Sosok raven itu berenang kembali ke atas. Menyusuri lorong dengan perlahan dan masuk melalui pintu besi yang terbuka lebar. Ia ingat saat sosok gurita menyeretnya untuk memasuki pintu besi, menuruni tangga-tangga yang telah berlumut dan tumbuh trumbu karang ...
Sepasang netra biru berkedip. Sangat sedikit cahaya di sini, tetapi Mer tidak penuh mengandalkan penglihatan mereka untuk Navigasi. Terutama, saat suara mendengung semakin besar dan besar ...
Mer dengan panjang telah mencapai 1 meter itu diam di sebuah mulut besi yang terbuka lebar. Di dalamnya, ada banyak corong dan juga besi yang bergetar. Suara besar seharusnya memekakkan telinga, membuatnya merasa sakit dan tersiksa. Terlebih dengan pendengaran yang begitu sensitif, ia seharusnya menjauh. Namun Mer hitam justru mendekat. Secara langsung merasakan perubahan suhu air yang cenderung panas ...
Alis Mer hitam terpaut. Wajah cantik itu terlihat kesal. Ia terbiasa dengan suhu yang cenderung rendah. Bahkan, ketika akhirnya sampai di tempat ini dan merasakan perubahan suhu, Mer hitam masih tidak terbiasa. Sekarang, suhunya semakin terasa meningkat dan membuatnya benar-benar merasa ... sangat tidak nyaman.
Namun berbeda dengan Mer yang berukuran kecil, sosok yang kini telah tumbuh, tidak bertindak secara implusif kembali. Meski tubuhnya masih terbilang kecil, cara berpikirnya kini berubah. Penuh kehati-hatian, memperhatikan semua hal yang ada di sekitar. Termasuk ... kenapa benda ini mendadak aktif? Bubu tahu ini bukanlah makhluk hidup. Ia tidak bisa memarahinya. Ia tidak bisa memakannya. Dari aroma, ia tahu benda ini akan terasa tidak enak.
Namun, saat ia pergi, benda ini masih belum aktif. Lalu kenapa sekarang aktif? Apa yang sebenarnya terjadi?
Alis indah itu terpaut. Jelas terlihat berpikir dengan ekspresi yang berubah serius. Bibir tipis semerah delima itu ditekan menjadi garis lurus. Sepasang netra biru, terus fokus menatap benda di dalam kegelapan, mengabaikan suhu air yang membuat kulitnya terasa terbakar.
Akhirnya, setelah sekian lama terdiam di mulut hitam yang terbuka, Mer raven memutuskan untuk masuk. Sosok anggun itu berenang perlahan. Mendekati setiap permukaan besi yang memanas dan bergetar, menciptakan suara dengung yang mengganggu. Namun sepasang netra biru terlihat tidak goyah. Dengan liar menatap sekelilingnya, memperhatikan apa pun yang ... berubah. Mencari sesuatu yang mungkin saja, menjadi pemicu benda ini aktif.
Aktif ....
Berubah?
Jemari putih berselaput menelusuri setiap benda. Menyentuh setiap permukaan karang dan juga besi panas. Kulit yang terlihat tipis dan lembut itu tidak terbakar atau bahkan memerah. Dengan enteng menyentuh, mencoba untuk mencari-cari sesuatu yang menjadi pemicu.
Insting, menuntunnya dengan benar. Bagaimanapun, Mer hitam tidak bodoh. Semua hal di sekitar mengajarkannya. Akan selalu ada yang menjadi sebab dan akibat. Akan selalu ada yang menjadi pemicu ... leluhurnya mengatakan demikian. Ingatan jangka panjang yang diturunkan secara turun temurun dengan mudah masuk ke dalam otaknya hanya dengan sedikit berpikir.
Deg!
Menyentuh dan menyentuh, mendadak sosok raven itu menyadari sesuatu. Jantungnya mencelos. Refleks menoleh saat sampai di sisi lain mesin dan menemukan lubang kecil yang berada di dekat sebuah pengait ...
Berenang mendekat, netra biru menemukan beberapa helai rambut yang bergoyang lembut. Ini rambutnya. Ia pernah merengek marah karena tidak bisa melepaskan rambut panjangnya dari pengait.
Mengernyitkan alis, ada perasaan tidak nyaman saat melihat betapa banyak helai rambut yang dipotong ... oh, sungguh, untung lah rambutnya tumbuh dengan cepat. Keindahannya tidak kembali tercemar. Potongan yang tidak rata itu ... bila mengingat kembali, membuat Bubu merasa sangat kesal.
Sedikit teralihkan, netra biru memperhatikan beberapa warna mencolok yang tersembunyi. Warna merah dan juga kuning, terselip di antara trumbu karang yang telah melekat. Pada permukaan plat yang dingin dan berkarat, itu seperti peringatan. Atau mungkin juga penjelasan.
Tangan putih terulur. Meraba pengait panjang yang sempat membuatnya merasa sangat marah. Ia memandang, memperhatikan dari sisi ke sisi. Sebelum akhirnya, dengan tegas kembali mendorong pengait ke posisi sebelum Mer kecil berenang memotong rambutnya sendiri.
TAK!
WUUUUU
Dengung jelek semakin memekik, getaran yang terasa semakin kuat. Mer hitam membeku, lalu berbalik menatap batang-batang besi yang saling terkait. Jantungnya terasa mencelos. Wajah cantik itu memucat sempurna. Namun saat secara perlahan suara mesin dan getarannya melambat hingga benar-benar berhenti ...
Bubu menyadari bahwa keputusannya benar.
Pengait ini adalah pemicu.
Sekarang, semuanya terasa sunyi. Hening yang merambat pada permukaan laut yang secara perlahan, berubah menjadi dingin. Sepasang netra biru menyendu. Irisnya menemukan cahaya yang menyelinap di lubang kecil itu merambat memanjang. Menyentuh permukaan dinding tanah yang hitam dan berkarat.
Mer hitam mendadak merasa dadanya kosong. Ia ... merasa ada sesuatu yang kurang. Sesuatu yang seharusnya berada di sisinya. Memanggilnya dengan lembut, membungkus tubuhnya dengan tentakel yang hangat.
Namun sudah tidak ada.
Mamanya sudah tidak ada.
Ia memakan Mamanya ... Mamanya berada di dalam dirinya. Tersimpan dengan baik, terlindungi dengan baik.
Senyuman kecil mengembang. Sepasang iris yang semula menyendu, kini terlihat berkilau. Wajah cantik yang dingin berubah menjadi sepolos kertas putih. Dengan antusiasme yang kekanakan, ekor hitam mengibas. Berenang meninggalkan ruang gelap menuju ke beberapa ruangan.
Oh, banyak hal aneh di setiap benda ini ... dan Mer kecil, siap mempelajarinya satu persatu.