Chereads / Laut Dalam / Chapter 10 - Bertemu Keluarga

Chapter 10 - Bertemu Keluarga

Bubu sangat suka berpetualang. Ia akan berenang dari satu tempat ke tempat lain. Mer hitam itu sangat bebas, melakukan apa pun yang diinginkan. Namun di sisi lain, warisan Mer juga memberikannya pengetahuan yang dipelajari secara insting.

Ia memiliki Ayah Telur dan Ayah Benih.

Kedua Ayah adalah orang tuanya.

Mer laut dalam adalah jenisnya.

Warna ekor akan menunjukkan garis keturunan mana ia akan menerima warisan. Biasanya, Mer hanya akan mengikuti warna ekor dari salah satu orang tua. Gen mana yang terkuat, itulah yang akan menjadi garis keluarganya.

Bubu tahu kedua Ayahnya adalah Mer Laut Dalam. Gen, memberitahunya hal ini. Memiliki dua Ayah adalah hal yang alami. Bagaimanapun, mereka adalah Mer Laut Dalam. Mer, yang memiliki kedua alat reproduksi yang aktif dan berkembang dengan baik. Jadi, mereka bukan hanya bisa membuahi Mer Betina, tetapi tetap bisa dibuahi oleh Mer Jantan. Memiliki dua Ayah, bukanlah sesuatu yang aneh untuk Bubu.

Namun, insting pertama yang dimiliki Mer Laut Dalam saat baru menetas adalah menemukan keluarga mereka. Umumnya, Mer kecil akan berenang, keluar dari Laut Dalam menuju ke permukaan. Lalu, menurut insting, akan selalu menemukan posisi yang tepat dari salah satu kedua orang tua mereka.

Angelo Blue melirik sosok pendek yang hanya setinggi dadanya. Pria jangkung dengan setelan formal itu kini memiliki pakaian yang serupa dengan putranya. Keduanya terlihat serasi, berjalan menginjak pasir putih menuju ke bawah teduhan pepohonan yang rindang.

Sepasang iris gelap melirik singkat, lalu kembali menatap ke depan di mana sebuah rumah kayu didirikan. Rumah itu sangat sederhana. Terlindung di bawah bayangan pepohonan yang rindang. Dua lantai, dengan 3 kamar yang telah disiapkan dengan baik.

Rumah ini bukanlah tempat peristirahatan biasa, Ini adalah tempat menunggu telur yang baru menetas. Secara turun temurun, setiap Mer Laut Dalam akan berenang ke pulau kecil milik keluarga mereka, memilih tempat teraman untuk pertemuan pertama dengan keturunan yang kecil dan rapuh.

Saat merasakan telur pecah untuk pertama kalinya, dengan panik pria jangkung ini berlari ke pulau terpencil. Gugup dan bersemangat, menunggu putranya berenang menghampiri. Meski anak ini bukanlah anak pertama, tetapi kehadirannya tetap akan selalu dinanti.

Dari 3 telur yang dimiliki, ini adalah telur terakhir yang menetas.

Namun Angelo harus dibuat kecewa dengan penungguannya.

Satu hari ... Satu Bulan ... Satu Tahun ... hingga bertahun-tahun, ia menunggu di sini, tetapi sosok kecil tidak pernah berenang mendekat. Ketika ia menghubungi pasangannya, sosok pria itu juga tidak mendapatkan tanggapan positif. Kedua keluarga Mer Laut Dalam harus menelan kekecewaan akan kemungkinan keturunan mereka, mati dimakan monster laut.

Ayah Telur memang bisa merasakan keberadaan telur yang menetas, tetapi tidak bisa mendeteksi kehidupan dan kematian anaknya. Bagaimanapun, ketika telur terlepas dari tubuh, satu-satunya koneksi yang mereka miliki adalah kulit telur yang menjadi perlindungan terakhir dan terkuat dari Induk mereka.

Namun di saat ia memutuskan untuk menerima semua kemungkinan buruk itu, sepasang netra biru gelap bertemu dengan sosok itu.

Seorang remaja yang begitu cantik. Memiliki wajah yang jelas tercetak sama persis sepertinya, tetapi dengan warna ekor yang serupa dengan pasangannya ...

Saat itulah Angelo tahu.

Putranya tidak mati sama sekali.

Kejutan ini terlalu luar biasa. Ia langsung bergegas mendekat dan mencoba mendekati bayinya. Meski mereka baru bertemu saat Mer kecilnya telah tumbuh sebesar itu, instingnya berteriak dengan penuh kebahagiaan.

Namun sayang, Mer kecil justru ketakutan.

Mata itu membola dengan sempurna. Terlihat sangat lucu. Lalu sebelum Angelo ingin merengkuh si kecil, sosok itu melompat dengan lincah dan 'celepuk'. Berenang kembali ke samudra dan tidak pernah kembali.

Senyuman dan kebahagiaan Angelo menghilang begitu saja. Digantikan oleh kemarahan yang meningkat tajam. Pada akhirnya ia berenang, mengejar Mer kecilnya. Namun sulit dipercaya, beberapa makhluk laut, bahkan monster laut, menghalanginya! Sungguh, bagaimana mungkin?!

Karena itu, tidak peduli seberapa putus asanya Angelo mencari, ia tidak bisa menemukan putranya. Sosok cantik dan lembut itu, dalam sekejap terlihat seperti mimpi.

Namun dua bulan kemudian, putra yang kabur, kembali muncul.

Kali ini, Angelo tahu ia tidak bermimpi. Putranya masih ada dan sosok itu ... hidup.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, sosok raven jauh lebih berhati-hati. Berjalan mendekati putranya selangkah demi selangkah. Tidak menakutinya sama sekali. Beruntung, saat mereka di dalam jarak yang sangat dekat, Mer muda itu hanya berkedip, menatapnya dengan iris biru yang kebingungan dan polos.

Angelo sangat senang. Ia tidak henti tersenyum, menatap lembut putranya. Oh, sungguh, sebagai Ayah Telur, ia sangat ingin menyentuh putranya. Karena itu, tepat ketika Agelo ingin menyentuh Mer kecilnya, sosok itu jelas terlihat kaget. Namun sebelum Angelo bereaksi, Mer kecil melarikan diri. Lagi.

Oh ...

Okay ...

Kali ini, perlu 3 bulan untuk sosok itu kembali muncul. Sayangnya, Agelo sudah diliputi oleh kekesalan. Sungguh, Putra kurang ajar ini! Mer kecil benar-benar tidak menganggapnya keluarga?! Tidakkah ia merasakan bahwa Angelo adalah Ayah Telurnya?!

Angelo sangat marah, ia merasa si kecil bermain kucing-kucingan. Pada akhirnya, dengan kesabaran yang ekstra, Mer kecilnya mau ia dekati dan bahkan mulai bisa bertingkah manja dengan meminta pelukan. Sosok itu juga dengan patuh mau mengenakan pakaian dan berubah mengambil wujud manusia.

Namun sayang, si kecil tidak mau meninggalkan lautan.

Mer kecil, yang memanggil dirinya sendiri sebagai Bubu, tidak terlalu menyukai daratan. Sosok manis itu menyukai laut. Lebih suka bermain di laut ketimbang berkumpul kembali dengan keluarga besarnya yang berada di daratan. Hal ini, sungguh indah, tetapi juga ... membuat frustasi.

Insting seekor Mer memang menyukai lautan.

Tentu saja, tidak akan ada larangan bila Mer Laut Dalam memilih Lautan ketimbang Daratan.

Namun sayangnya, Mernya masih bayi.

Oh, sekali lagi. Perlu di garis bawahi. Masih. Bayi.

Sungguh, hati keibuannya menjerit. Ingin menangkap bayi kecilnya dan melindungi Mer ini dari Laut yang kejam dan ganas. Namun, Angelo tahu bahwa tindakannya, justru akan membuat Mer kecil marah. Itu sebabnya, Angelo membujuk dengan perlahan. Menetapkan waktu secara konstan untuk pertemuan mereka mengingat hobi berjalan-jalan Mer kecilnya yang ekstram.

Namun sekarang adalah waktu yang tepat.

Ia sudah menceritakan tentang Ayahnya yang lain dan juga kedua saudara yang menetas lebih dulu. Si bungsu, terlihat tertarik. Meski ia kerap menatap dengan pandangan kosong yang lucu dan tidak menanggapi, Angelo tahu bahwa putranya mendengarkan.

"Masih ingat siapa nama Ayahmu?"

Mer berambut panjang itu mengangguk.

"Bagaimana dengan kedua Kakakmu?"

Sepasang netra biru itu berkedip. Tersenyum lalu mengangguk.

Kaki yang tanpa memakai alas sama sekali itu mungil dan putih. Berpijak dengan mantap di pasir pantai yang bersih dan lembut. Saat tapak itu menginjak balkon kecil berlapis kayu, sepasang netra biru terlihat tertarik. Ia menunduk, menaiki dua anak tangga sebelum akhirnya menoleh ke kanan dan ke kiri. Oh, bukan pertama kalinya Bubu ke rumah dua lantai ini, tetapi ia selalu merasakan suasana yang berbeda kali ini.

"Jadi ... ," menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kayu yang tertutup, sepasang iris shappire itu menatap Mer kecil berambut ikal panjang yang terlihat kebingungan. "Bisa kau memanggil mereka?"

Kali ini, fokus sepasang iris Aquamarine itu adalah Ayah Telurnya.

"Panggil mereka Ayah Fin, Kakak Kara dan Kakak Basil," Angelo menyebutkan nama ketiga anggota keluarga yang akan bertemu dengan mereka. Sebelah tangan memegang ganggang pintu, bersiap membuka dan menemukan kedua belah pihak untuk pertama kalinya. "Mereka akan senang ketika Bubu memanggil mereka."

Mata indah itu berkedip. Terlihat polos dan seolah tidak mengerti apapun. Ia tidak mengangguk atau menggelengkan kepala. Angelo juga tidak memerlukan jawaban. Pria jangkung itu membuka pintu, memperlihatkan ruangan luas yang sedarhana, kini telah didekorasi dengan indah.

Namun, fokus sepasang netra biru adalah ketiga orang asing yang berdiri di belik pintu. Ketiganya mengenakan setelan formal yang sama, tetapi dengan warna yang berbeda. Rambut hitam ketiga orang ditata rapi ke belakang. Wajah indah dan cantik ketiganya asing, tetapi juga ... familier.

Mer kecil dengan mudah mengindentifikasi ketiganya.

Pria yang lebih tinggi dari dua Mer lainnya adalah Ayah Bibit. Bahkan Bubu perlu mendongak untuk menatap wajah itu. Bagaimanapun, hanya sekali pandang, Bubu tahu Ayah Bibit jauh lebih tinggi ketimbang Ayah Telur.

Satu-satunya pria yang memiliki mata biru gelap yang mendekati hitam selain Ayah Telur, adalah Ayah Bibit. Kontur wajahnya terukir tegas, terlihat indah dan maskulin. Ia hanya tersenyum tipis, tetapi sepasang netra gelap itu menatap dengan penuh kelembutan. Bahkan, Bubu bisa merasakan bahwa pria ini terlihat sangat gugup dibalik topeng wajah yang begitu tenang dan terkendali.

Ini adalah Ayah Bibit, Fin Black.

Kedua Kakak lelakinya terlihat serupa. Keduanya memiliki wajah sangat mirip, seperti Ayah Bibit, tetapi jelas jauh lebih muda. Satu-satunya perbedaan adalah tinggi badan dan warna mata.

Kakak pertamanya, Kara Blue, setinggi Ayah Telurnya. Oh, bagaimanapun, Ayah Bibit terlihat sangat tinggi dan mendominasi. Ekspresi wajah Kakak Pertama terlihat dingin. Warna matanya biru, biru yang sedikit lebih gelap. Namun, Bubu bisa melihat antusiasme yang berkilau di mata itu. Tidak sedikit pun menunjukkan permusuhan atau perlawanan.

Kakak Ke dua adalah Basil Blue. Sosok itu sedikit lebih pendek dari Kakak Kara, tetapi warna matanya jauh lebih terang. Hampir sama seperti Bubu, tetapi jelas tidak sepucat si bungsu. Senyuman di wajah cantik itu mengembang, membuat sepasang lesung pipi terlihat.

"Bubu!" orang pertama yang menyambut Bubu adalah Basil. Ia tanpa ragu melangkah ke depan dan menarik tubuh yang lebih kecil ke dalam pelukannya. Senyuman antusias merekah di bibirnya, diiringi dengan tawa kesenangan. "Oh! Sangat kecil! Kau benar-benar adik kecil!"

Bubu kaku. Sentuhan yang mendadak itu membuatnya secara insting ingin menyerang. Namun, ia tahu ini adalah keluarganya. Mereka, tidak akan menyakitinya.

Namun, tetap saja, hal ini membuatnya merasa tidak nyaman.

"Ayah Angelo sudah mengatakan semuanya! Bubu sangat pemalu, tetapi aku--eh?"

Ucapan Basil terhenti. Kelereng birunya membola sempurna. Tepat ketika ia terus berceloteh dan melepaskan pelukan, wajah cantik dari adik kecilnya basah oleh ... air mata.

Adiknya menangis.

"Uuu ... ," si kecil merengek. Wajah Mer muda memucat sempurna. Tanpa ragu berbalik dan berlari. Merentangkan kedua tangan dan menghambur ke pelukan Mer dewasa itu. Mencari kenyamanan.

Basil kaku. Syock luar biasa mendapati adiknya ... menangis.

Oh, sungguh. Apa ... apa yang baru saja terjadi?

Angelo memutar bola matanya. Yah ... ia sudah memperkirakan beberapa kemungkinan buruk yang akan terjadi. Itu sebabnya, tanpa mengganggu, hanya menonton. Namun siapa yang akan menyangka bahwa anak keduanya akan mengacau? Dalam hitungan detik, membuat adik bungsunya ketakutan?

"Jangan bergerak begitu tiba-tiba," Angelo mengingatkan. Menggendong si bungsu dengan mudah dan menepuk-nepuk punggung kecil itu. Isak tangis masih terdengar, diiringi dengan tubuh yang gemetar. "Bubu sudah terlalu lama tinggal di Laut Dalam, gerakan tiba-tiba akan memberikan ilusi pemangsa yang menyerang."

Basil panik begitu mendengarnya. "Tapi, tapi, aku cuma--"

"Minta maaf," Kara menyela. Melirik adiknya yang begitu bodoh. Oh, bukankah Ayah Telurnya sudah memperingatkan bahwa adik bungsu mereka, sangat penakut dan waspada? Mereka harus memberikan reaksi yang berhati-hati! "Minta maaf karena sudah menakutinya."

Anak kedua itu frustasi. Ia menatap si kecil yang berada di pelukan Angelo, lalu menoleh menatap ke arah Kakaknya. Namun, pandangan dingin itu hanya membuatnya semakin dicubit rasa bersalah.

"Uuhh ... ma, maafkan aku," dengan kikuk, sosok itu mendekati Bubu yang masih di dalam gendongan. Sepasang netra birunya menatap Ayah Telur dengan memohon, berharap pria ini mau membantunya.

Mendengus geli, sebelah tangan terulur dan menepuk kepala anak kedua.

Basil panik. Ia langsung memegang kepala dan melotot ke arah Ayah Telur. Oh, ia sudah menatap rambutnya selama lebih dari 2 jam! Jangan biarkan cakar menyebalkan itu menyentuh kepalanya!

Angelo terkekeh, lalu mengusap rambut panjang si bungsu. "Bubu, Kakakmu sudah Ayah Hukum," berujar dengan nada galak, ekspresi pria itu terlihat bangga. "Lihat Kakakmu? Dia tidak akan berani membuatmu ketakutan lagi."

Isak tangis terhenti.

Sosok kecil terdiam selama beberapa detik, sebelum secara perlahan, menoleh.

Sepasang iris biru yang sejernih laut dangkal itu agak memerah karena menangis. Polos dan ragu, kelereng biru yang bulat itu berkedip. Memperhatikan Kakak kedua yang menakutinya.

Basil, tanpa ragu bekerja sama.

Sosok yang semula terlihat galak menatap Ayahnya, langsung memasang ekspresi kesakitan seolah-olah telah dipukul oleh Ayah Telurnya sendiri. Ia turut menatap Mer kecil, memasang ekspresi bersalah dan ketakutan. Hal ini menghibur si kecil. Mata birunya kembali berkedip. Menatap kakaknya, lalu menatap Ayah Telurnya.

"Tidak akan ada yang menakutimu," Angelo tahu bahwa si kecil hanya perlu beradaptasi. Ia menoleh, tanpa ragu mencium pipi gembil dan putih putranya. "Sebagai jaminan, Ayah akan selalu menggendongmu, bagaimana?"

Jaminan itu terdengar meyakinkan ...

Jadi, tanpa ragu, si kecil kembali memeluk leher Ayah Telurnya. Membenamkan diri di leher putih itu dan mengangguk. Senandung kecil dan lembut terdengar, setuju untuk terus digendong.

Melihat senyuman bangga Angelo karena berhasil membujuk Mer kecilnya ...

Tiga orang yang menonton, entah bagaimana, benar-benar merasa iri.