Chereads / Laut Dalam / Chapter 16 - Pembicaraan

Chapter 16 - Pembicaraan

Malam telah menyapa. Saat mentari kini tergantikan oleh wajah rembulan yang bersinar, semua orang tahu bahwa waktu beristirahat telah datang. Itu sebabnya, ketika pintu terbuka hingga memecahkan keheningan malam di kamar yang besar, Angelo mengangkat kepala, memandang sosok pasangan yang baru saja kembali dari bekerja.

"Menungguku?" tersenyum, sosok jangkung berjalan mendekati kasur. Memperhatikan sosok yang duduk di atas kasur dengan sebuah leptop di pangkuan. Bagaimanapun, semua lampu telah dimatikan. Hanya ada lampu baca yang masih bersinar redup.

"Sangat larut?" alis Angelo terangkat saat Fin membungkuk dan mengecup keningnya. Ia turut mengangkat wajah, membalas sapaan itu dengan kecupan lembut di bibir sang kekasih. "Apakah mereka mendesak?"

Fin tahu ditunjukkan kepada siapa kata 'mereka'.

"Tidak mendesak," duduk di samping kekasihnya, pria itu melonggarkan dasi yang terasa mencekik leher. "Mereka hanya bertanya, tetapi aku masih memberikan jawaban yang sama."

Jeda beberapa detik, pria itu seolah menyadari sesuatu. "Bagaimana denganmu?" tanyanya. "Keluarga Blue tidak bertanya?"

"Tentu saja bertanya," Angelo tidak menyangkal. Ia mengangkat kedua bahu acuh tak acuh. "Biarkan saja, mereka tidak bisa mendesakku. Aku sudah memberikan dua telur sebagai nama Blue, mereka tidak bisa terlalu serakah."

Fin tidak bisa menahan senyum mendengarnya. Sebelah tangan terulur, meraih jemari kekasihnya dan meremas dengan lembut. "Apakah kau rela memasukkan namanya ke dalam keluarga Black?"

"Sudah 13 tahun dan keluarga Black belum mendapatkan ekor hitam," alis pria cantik itu terangkat. "Fin, jangan menipuku. Menurutmu, seberapa panik keluarga Black untuk melihat ekor hitam yang baru?"

"Itu urusan mereka," tanpa perasaan, Mer ekor hitam dewasa itu melemparkan keluarganya. "Selama tidak ada yang buka suara perihal warna ekornya, masalah ini masih bisa ditahan. Memberinya nama keluarga Black atau Blue, yang mana pun tidak masalah."

Angelo menghela napas.

Setiap Mer Laut Dalam tentu saja subur. Mereka mampu untuk bertelur 1 hingga 5 butir, tetapi sayangnya, mereka hanya mampu bertelur sekali seumur hidupnya. Terlebih, waktu menetas telur selalu tidak menentu. Bisa menjadi 1 tahun, tetapi juga bisa menjadi 40 hingga 50 tahun kemudian baru menetas. Hal inilah yang membuat Mer Laut Dalam terlihat berjumlah terlalu sedikit meskipun mereka jelas subur dan mampu untuk bertelur.

Dalam setahun, belum tentu ada satu telur yang menetas.

Dalam setahun, belum tentu ada pasangan yang menikah.

Itu sebabnya, setiap Mer Laut Dalam akan sangat teliti untuk mereka yang telah memiliki pasangan dan menempatkan telurnya. Umumnya, ketika telur menetas, setiap kedua keluarga dengan panik akan melihat warna ekor mereka untuk menentukan nama keluarga.

10 tahun yang lalu, juga sama. Ketika Bubu menetas dan Mer Biru merasakannya, kedua keluarga mulai bersiaga. Menunggu kedatangan bayi Mer yang baru saja menetas. Namun siapa sangka? Perlu bertahun-tahu untuk Bubu mau menemuinya dan saat itu, kedua keluarga secara diam-diam sepakat bahwa keturunan kali ini, kemungkinan sudah mati karena dimakan oleh monster laut.

Namun tahun ini, pergerakan keluarga mereka terlalu janggal. Sungguh aneh bila kedua keluarga tidak mengetahuinya. Terutama keluarga Black yang masih mengawasi 21 telur yang belum menetas. Harap-harap cemas menanti telur mana yang akan menjadi ekor hitam. Jadi, ketika menemukan sedikit harapan, keluarga Black pasti langsung bergegas ke Fin, menanyakan warna ekor dari anak bungsu yang sempat hilang di Lautan lepas.

"Hari ini Bubu belajar berkuda," sepasang netra biru memandang pasangan yang telah berdiri dan bersiap memasuki kamar mandi. Sosok jangkung itu berhenti, lalu menoleh ke arah pasangannya.

"Oh?"

"Ini percobaan ke-3nya, kali ini, kudanya tidak melarikan diri atau ketakutan."

Fin terdiam. Ekspresinya mendadak berubah serius. Sungguh, bila sampai Angelo membahasnya, tentu saja ini bukan hal yang biasa. Namun mengingat ini percobaan ketiga dan kuda tidak kabur ...

"Dia cukup ahli mengendalikan aura," Fin mengerutkan kening. Mendadak, ia teringat saat mereka pergi mencari rumput milik Basil. "Bahkan ikan Biru yang sensitif dengan predator pun tidak melarikan diri--"

"Fin," Angelo menyela. Ekspresi wajahnya terlihat panik. "Apakah ... Ekor Hitam seperti ini? Selain gen untuk mampu membuat ruang, apakah mereka juga mampu untuk mengendalikan aura bahkan sebelum mencapai usia remaja?"

Ada 3 tahapan Mer ketika mereka keluar dari dalam telur.

Tahap bayi adalah saat mereka masih belum berkembang. Umumnya mata akan terlihat berwarna biru pucat. Tahap Remaja adalah ketika Mer sudah memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi emosi. Warna mata mereka akan berubah menjadi Biru yang nyata. Lalu dewasa, ini adalah saat organ reproduksi mereka telah siap secara mental dan fisik. Saat dewasa, warna mata akan kembali berubah menjadi lebih gelap. Biru yang nyaris mendekati hitam.

Ketiga tahapan ini tidak ada hubungan dengan ukuran tubuh. Bahkan beberapa Mer akan terjebak di tingkat bayi meski panjang mereka sudah mencapai 3 meter. Satu-satunya cara agar meningkatkan tahapan mereka adalah emosi.

Perlu emosi yang sangat kuat untuk mengubah bayi menjadi remaja. Baik emosi yang negatif atau positif, rangsangan yang kuat bisa membuat bayi Mer berubah menjadi Remaja Mer. Lalu ketika Remaja Mer menemukan pasangan yang tepat atau akhirnya memiliki keinginan untuk bereproduksi, warna mata akan berubah menjadi gelap dan menandakan Mer telah dewasa. Siap untuk mencari pasangan dan berkembang biak.

Namun anak bungsu mereka sudah mampu mengendalikan auranya. Secara alami, Mer adalah predator. Semua makhluk kecil dan lemah, secara insting akan ketakutan dan melarikan diri. Hanya saat Mer mampu mengendalikan aura mereka, makhluk kecil tidak akan menyadari predator menyeramkan ada di dekatnya.

"Aku tidak tahu," pria jangkung itu mengerutkan alis. "Secara genetik, ekor hitam hanya memiliki kemampuan pengendalian ruang."

"Ekor biru hanya memiliki kemampuan mengendalikan air. Tetapi Bubu jelas memiliki kemampuan ras Ekor Hitam selayaknya keluarga Black," Angelo mendadak cemas. Sebuah tebakan yang ia takutkan merayap di dada. "Menurutmu ... apakah Bubu berbohong? Dia ... dia menyembunyikan warna mata aslinya?"

Fin langsung mengerti. Sepasang netra gelap menatap pasangannya. Selama beberapa detik, ia terdiam sebelum akhirnya berjalan mendekati kasur dan meraih pria cantik itu.

"Tenanglah," ujarnya lembut seraya memeluk dan memberikan ciuman di atas helai hitam itu. "Kita tidak tahu pengalaman seperti apa yang Bubu rasakan di laut dalam. Ini bukanlah hal yang aneh bila dia menyimpan beberapa rahasia dari kita."

"Tetapi kita keluarganya," Angelo balas memeluk pinggang pasangannya, mencari kenyamanan dari kecemasan yang seolah menusuk-nusuk jantungnya. "Dia menyembunyikan usianya-"

"Apakah dia masih Bayi, Remaja atau Dewasa ... perlakuanmu kepadanya akan berubah?" Fin menyela, mengusap lembut helai gelap kekasihnya. Nadanya masih sangat lembut. "Sayang ... apakah kau akan memperlakukannya dengan berbeda karena usianya?"

Angelo tidak langsung menjawab. Mer dewasa itu membenamkan wajah di perut pasangannya, menghirup aroma yang sangat familier dan menenangkan. Setelah beberapa saat, suara teredam terdengar.

"Bagaimana pun ... dia adalah putraku."

Fin tersenyum mendengarnya. Jemari putih tidak henti mengusap helai rambut yang begitu lembut dan kontras dengan warna kulitnya.

"Tidak peduli dia masih Bayi atau Dewasa ... dia adalah putraku," jeda beberapa detik, pelukan di pinggang semakin mengerat. "Tetapi tetap saja, aku merasa sangat kesal ... kita adalah keluarga, kenapa dia harus bersembunyi?"

"Karena selama bertahun-tahun, dia tinggal di laut," Fin dengan sabar menjelaskan. "Insting bertahan hidupnya sangat kuat. Dia belajar dengan baik untuk mempertahankan diri. Di sana, tidak peduli apakah keluarga atau bukan, satu-satunya cara menyelamatkan diri adalah dengan mempercayai diri sendiri. Sayang, predator terbaik bukanlah mereka yang selalu terkuat, tetapi mereka yang mampu berbaur dengan lingkungannya dan menjadi rantai makanan teratas. Mereka menyembunyikan taring dan cakar mereka, mendekati mangsa dengan penuh kesabaran dan terlihat tidak berbahaya, menarik mangsa mereka mendekat secara alami, lalu membunuh mereka dalam satu serangan."

Angelo terdiam.

Sungguh, ia tidak bisa membayangkan anak bungsunya yang lucu dan penurut, sebagai seekor predator yang berbahaya dan menyeramkan seperti itu.

"Mer terlahir sebagai predator alami, tetapi ... " Fin berhenti mengusap kepala kekasihnya. Jemari itu bergerak, mengangkat lembut dagu sang kekasih hingga kedua iris saling bertemu. "Mer ekor hitam, berburu bukan dengan cara kekuatan, tetapi dengan memanfaatkan emosi setiap makhluk hidup di sekitarnya."

"Apa?" Angelo benar-benar syock luar biasa begitu mendengarnya. "Apa maksudnya? Bukankah keluarga Black memilih Kepala Keluarga dengan pertarungan?"

Fin terkekeh. Dengan lembut mengusap pipi putih itu lalu menarik diri dari dekapan kekasihnya. "Tidak perlu khawatir. Semua yang Bubu lakukan, masih dalam taraf normal. Tindakannya sama seperti Mer Ekor Hitam pada umumnya, jadi kau tidak perlu khawatir."

"Fin, jangan mengalihkan pembicaraan. Jawab pertanyaanku."

"Sayang," menghela napas, sebelah tangan terulur dan mengusap helai rambut kekasihnya dengan lembut. "Menurutmu, apakah Kepala Keluarga hanya dipilih melalui pertarungan primitif secara fisik?"

Angelo bungkam.

Bukan ... bukan karena ucapan pasangannya, tetapi lebih karena sepasang netra gelap yang terlihat lelah dan ... sedih. Hal ini mau tidak mau menusuk jantungnya. Melihat kilau indah yang kini meredup, membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Sebagian jiwanya terasa tersakiti.

"Aku selalu di sisimu," meraih tangan yang mengusap kepalanya, kedua tangan meremas tangan yang lebih besar darinya. Sepasang iris menatap tegas sosok yang berdiri di samping kasur. "Apa pun yang terjadi, aku akan selalu berada di sisimu."

Kau tidak perlu mengatakan atau menjelaskan apa pun ... hanya perlu satu hal yang perlu kau tahu ... aku akan selalu menjadi pasangan Mer yang menggenggam jemarimu.

Sepasang netra gelap melembut. Fin, tidak bisa menahan senyumannya. "Sayang ... tahukah kau? Aku semakin ingin memiliki bayi denganmu."

Suasana romantis dalam seketika menghilang. Tanpa ampun, Angelo melepaskan tangan pasangannya dan menatap pria itu dengan jijik. "Pergi mandi dan jangan mendekatiku!"

Fin terkekeh. "Oh, tetapi aku sangat ingin memiliki telur lagi."

Wajah Angelo memerah. "Cari Mer lain untuk bertelur denganmu!"

"Tidak bisa," Fin menggelengkan kepala dengan lesu. "Aku hanya bisa keras denganmu."

"Ap--" kali ini, wajah Angelo benar-benar semerah kepiting rebus. "Sialan! PERGI DARI KAMARKU!"