Lampu-lampu kristal bergantung di atas langit-langit. Mempercantik dan menerangi hall besar yang tengah menampung sebuah pesta. Semua pria akan mengenakan setelan formal yang mampu menguraikan karismatik mereka, sementara perempuan akan mengenakan gaun yang mampu memancarkan kecantikan.
Duduk di balkon seorang diri, pria jangkung yang mengenakan setelan jas putih itu menyandarkan punggung ke kursi. Sebelah kakinya terlipat, menindih kaki yang lain. Salah satu tangan memegang leher gelas, memperhatikan anggur yang menari di dalam gelas kaca sebening kristal.
Saat pria tampan dengan helai pirang itu melirik ke tengah acara pesta, kelereng gelapnya mendapati semua tamu memiliki warna mata yang serupa. Biru atau biru gelap. Mer Dewasa dan juga Remaja.
Ini bukanlah pesta biasa, ini adalah pesta yang diadakan setiap tahun untuk berkumpulnya para Mer lajang. Ini adalah perkumpulan perjodohan di mana hanya akan ada Mer tanpa ras manusia.
Sayangnya, Mer murni dan Mer campuran sangat sulit untuk dideteksi ...
Oh, siapa yang ingin menyebarkan bahwa keluarga mereka adalah Mer murni? Bahkan keluarga Calvaria pun bersembunyi. Bertingkah selayaknya Mer biasa, Mer campuran yang tidak subur. Jadi, mendatangi acara ini merupakan sebuah tes yang aneh.
Secara umum, semua orang mengira bahwa Manusia Murni dan Mer Murni telah punah. Namun nyatanya, mereka hanya bersembunyi dan berbaur dengan semua orang. Jadi, bila beruntung, di pesta ini kalian akan berpasangan dengan Mer darah murni, bila tidak beruntung, kalian hanya bisa tertarik dengan ras Manusia atau Mer dengan darah tidak murni.
Sepasang kelereng gelap menyendu. Warna merah yang indah terpantul pada permukaan kaca, terlihat memukau dan juga romantis yang tersembunyi di dalam erotisme. Namun, Oz tidak tertarik dengan semua Mer yang berada di pesta ini. Sejauh irisnya memandang, tidak ada satu pun betina atau pejantan yang menarik minatnya untuk mencari berpasangan.
Mereka semua indah, selayanya Mer pada umumnya. Tidak menarik sama sekali.
Meletakkan gelas ke atas kursi, Mer pirang bangkit berdiri. Sedikit pun tidak meminum cairan merah yang telah ia pesan dari pelayan. Saat kaki jenjang melangkah ke dalam hall untuk segera keluar dari dalam ruangan pesat, beberapa Mer perempuan dan lelaki akan mendekat, menyapa dan mencoba bertukar kontak.
Namun Oz menolak. Ia tidak tertarik dan ia tidak berminat dekat dengan Mer yang mencari pasangan.
Oh, sepertinya, tahun ini, sekali lagi ia pulang dengan tangan kosong.
.
.
.
"Setiap Gen, akan selalu menyimpan data sifat dari Ayah dan Ibunya. Itu sebabnya, bukan hal yang aneh bila Bubu akan mirip dengan Ayah Telur dan Ayah Bibitnya."
Suara seorang wanita dengan lembut mengalun di ruang makan. Wanita berambut perak bergelombang itu duduk di meja makan, di sebelahnya, sosok remaja dengan helai gelap hanya diam dan memperhatikan. Sepasang netra biru menatap buku seraya mendengarkan penjelasan tentang gen dan juga perhitungan tabel yang dijelaskan gurunya.
Sudah sebulan Mer kecil tinggal di rumah ini dan setiap hari, ia akan mendapati 4 pembelajaran yang berbeda. Masing-masing 2 jam belajar dan 1 jam istirahat. Baiknya, tidak semua pembelajaran adalah formal. Dalam sehari, akan terselip satu pelajaran non-formal.
Seperti kelas musik, kelas melukis, kelas berkuda, kelas acara minum teh, kelas bahasa dan kelas budaya. Masing-masing kelas non-formal akan membawakan beberapa hal yang menarik. Oh, bahkan, kelas Formal juga akan dibuat tidak terlalu kaku. Masing-masing guru sangat profesional. Sabar dan pintar menjelaskan.
Namun yang terpenting, semua guru si kecil adalah guru yang cantik dan indah. Mereka semua memiliki warna rambut yang berkilau dan menarik! Ada perak seperti guru kimianya, ada biru, merah, cokelat, bahkan ada yang berambut merah muda! Mer muda sangat senang. Ia tidak ragu akan masuk ke setiap kelas dan menikmati pembelajaran.
"Baiklah," menutup buku, Mer dengan sepasang kelereng gelap itu menoleh menatap Mer kecil di sebelahnya. Sepasang iris menatap lembut sosok yang masih cenderung pendek dan polos. "Jangan lupa untuk mengerjakan tugas yang Guru berikan, minggu depan, guru akan mengeceknya kembali."
Dalam seminggu, tidak ada kelas yang sama. Itu sebabnya, masing-masing guru hanya akan bertemu seminggu sekali. Namun toh Mer kecil tidak keberatan. Dari Senin hingga Sabtu, ia akan selalu memiliki kelas. Hari minggu, seluruh keluarga akan berkumpul, mengajaknya bermain untuk mengenal dunia luar.
Namun, tepat ketika Mer kecil baru saja selesai mengantar gurunya dari pintu, seorang maid berjalan mendekatinya dengan perlahan. Kepalanya agak merunduk, tidak menatap secara langsung sosok remaja itu. Ia agak membungkuk sebelum akhirnya melaporkan situasi.
"Tuan Muda, Tuan Black berada di luar dan meminta izin masuk."
Siapa Tuan Black? Bubu benar-benar bingung. Nama yang disebut jelas bukan Ayah Telurnya, tetapi ... seseorang bernama Black?
"Hubungi Ayah," bagaimana pun, ia tidak bisa seenaknya membuat keputusan. Meski nama Black adalah nama keluarga Ayah Bibitnya, Bubu tidak bodoh untuk membiarkan siapa pun masuk ke rumah ini tanpa izin dari kedua Ayahnya.
"Tuan Besar Black dan Tuan Besar Blue tidak bisa dihubungi."
Sepertinya sedang sangat sibuk ...
Bubu mengerucutkan bibirnya. Dengan cepat berbalik dan berjalan menuju kamar. Remaja berhelai panjang itu tanpa ragu mengambil smartphone yang berada di atas meja belajar dan menghubungi Kakak Sulungnya.
Panggilan dimatikan.
Sebagai gantinya, pesan teks masuk ke ponselnya.
Kara : Ada apa Bubu?
Kara: Kakak sedang ada kelas
Remaja Mer menghela napas. Jemari lentik itu mengetik di layar tipis seraya berjalan ke luar dari kamar. Tanpa ragu, melangkah menuju sofa dan menjatuhkan tubuh ke bantalan empuk yang nyaman.
Bubu: Ada tamu, apakah mereka boleh masuk?
Kara: Siapa?
Bubu: Dari keluarga Black.
Kara tidak langsung menjawab kembali, sepertinya tengah sibuk di kelas. Perlu waktu beberapa detik untuk pesan selanjutnya kembali masuk.
Kara: Sudah menelfon Ayah?
Bubu: Tidak diangkat.
Kara: Coba pastikan dulu, apakah pengantar barang dari keluarga Black atau memang benar dari keluarga Black.
Bubu langsung menoleh ke arah Maria begitu mendengarnya. Maid yang sejak tadi diam bak patung itu dengan setia berdiri di dekat pintu. Menunggu instruksi dari majikannya.
"Mari," Mer muda tanpa ragu memanggil Maid, membuat sosok itu dengan sigap berjalan mendekat. Jadi, tanpa ragu sang remaja memamerkan layarnya, menyuruh sang Maid untuk membaca.
Tanpa diperintah, Maid itu mengerti. Bagaimana pun, Tuan Muda ini tidak suka berbicara. Jadi, melihat bahwa sosok itu menunjukkan smartphonenya, Mari tahu bahwa ia harus membaca. Jadi, setelah membaca, ia langsung mengembalikan ponsel ke pemiliknya.
"Tamu adalah Tuan Kedua keluarga Black," Mari tanpa ragu menjelaskan. "Dia adalah Paman Anda, Tuan. Saudara kandung dari Tuan Besar Black."
Dalam persekian detik, sepasang netra biru bersinar.
Mari terdiam selama beberapa detik, memperhatikan ekspresi Tuannya. "Apakah mengizinkannya masuk, Tuan?"
Remaja berhelai panjang mengangguk.
Jadi, ketika izin diberikan, sosok asing kini memasuki indra penglihatan sepasang netra biru. Pria jangkung dengan celana jins dan kemeja putih itu terlihat sangat tampan dan modis. Ia mengenakan kaca mata hitam besar, dengan rambut pirang yang disisir ke belakang. Bila bukan karena kaca mata yang langsung dilepas begitu saja saat pria itu membeku di pintu, Bubu tidak bisa benar-benar melihat kemiripan pria ini dengan Ayah Bibitnya.
Selain warna rambut, wajah pria ini benar-benar serupa dengan Ayah Telurnya.
Namun ekspresi pria itu agak aneh.
Sosok yang semula penuh senyuman ketika membuka pintu rumahnya, kini menghilangkan senyumannya. Ia membeku di tempat, tercenga, lalu membuka kaca mata dan menatap fokus ke sosok yang tengah duduk manis di sofa--menyambut Paman yang belum pernah ditemui.
Bubu agak gugup dipandang begitu intens oleh mata gelap itu.
"Sial," mendadak sebuah umpatan terdengar. Sukses membuat Bubu tercenga. Sosok yang harusnya dipanggil Paman, mendadak terlihat tidak percaya dan frustasi. Pria itu mengacak-acak rambut pirangnya. Ekspresi yang semula ramah, mendadak berubah galak.
Kelereng gelap itu menatap bocah yang duduk di sofa. Sepasang netranya menyipit, sebelum akhrinya, tanpa mengucapkan sepatah katapun, berbalik dan membanting pintu.
Bam!
Bubu berjenggit. Kaget dengan suara bantingan pintu yang besar. Namun, ketimbang suara pintu yang mengganggu pendengaran, ekspresi dan tindakan Pamannya adalah hal yang paling ... aneh.
Senyuman kaku mengembang di bibir si kecil.
Entah bagaimana ... ia merasakan firasat buruk.