Chereads / Laut Dalam / Chapter 11 - Makan Malam Pertama

Chapter 11 - Makan Malam Pertama

Meja persegi itu tidak terlalu besar. Hanya sebuah meja kayu persegi dengan enam kursi kayu yang mengelilinginya. Namun, dengan berbagai macam seafood yang tersedia di atas meja, bersamaan dengan 5 anggota keluarga berkumpul, meja kayu ini tidak lagi begitu sederhana.

Bubu sudah tidak menempel dengan Angelo kembali. Secara alami, ia mulai menerima ketiga orang asing yang mengelilingi. Jadi, ketika Basil dan Kara mulai mengajak si bungsu untuk berkumpul, Angelo secara alami hanya akan mengawasi dari jauh. Memperhatikan ketiga telur yang dimiliki, akhirnya berkumpul dengan lengkap.

Basil dan Kara akan menceritakan berbagai macam hal yang membuat adik bungsu mereka tertarik. Terutama Basil. Anak kedua ini yang paling cerewet. Karenanya, tanpa si kecil itu bersuara, secara alami, suasana mereka sangat ramai.

Jadi, ketika makan malam tiba, kedua saudara ini tidak mau melepaskan adik bungsu mereka. Menggeser kursi dan tanpa ragu menempatkan si kecil di tengah. Benar-benar mengabaikan kedua Ayah yang hanya bisa menonton keakraban ketiga saudara ini.

"Makanan apa yang Bubu suka?" Basil tanpa ragu bertanya, menatap beberapa makanan yang tersaji di atas meja. Mereka semua suka seafood, secara alami hanya akan menyediakan seafood di atas meja. Dengan tambahan sayur dan rumput laut sebagai penyeimbang nutrisi.

Sepasang kelereng biru juga ikut memandang ke atas meja. Kepala kecil akan sedikit mengendus, mencoba merasakan rasa dari aroma yang dihantarkan ke hidungnya. Namun, beberapa detik kemudian, alis lembut itu mengernyit. Si kecil yang kini rambutnya telah dikuncir kuda, memasang ekspresi cemberut.

"Dia tidak terbiasa memakan makanan matang," Angelo menghela napas. Menggeser sepiring sashimi ke hadapan Mer kecil. "Tidak peduli aku membujuk dan membawakan berbagai makanan, Bubu lebih suka makanan mentah."

Ekspresi Basil berubah.

"Bukankah itu berbahaya? Bagaimana bila masih ada bakteri? Bubu nanti sakit perut!" mendadak, anak kedua terlihat cemas. Melirik ke sampingnya dan menemukan Bubu mulai memakan sashimi dengan menggunakan sumpit. Oh, adiknya bisa memakai sumpit! Mata Basil berbinar, tetapi beberapa saat kemudian, panik saat menemukan daging merah muda menjadi makanan si kecil.

Basil tahu bahwa Sashimi memang dimakan mentah, tetapi memikirkan si kecil selalu makan makanan yang tidak dimasak, membuat anak kedua dilanda kecemasan.

"Adik kecil, coba makan ini," membujuk, Basil menggeser makanan kesukaannya. Ikan bakar. Dengan canggung, mencoba memotong dan menyendok sehingga daging putih berantakan.

Kara tidak tahan melihat. Tanpa ragu mengambil alih. Dengan terampil, sang kakak memotong ikan, membawa sesendok daging putih ke piring kecil dan menyerahkannya kepada si bungsu. "Cobalah, tidak ada tulang."

Bubu berkedip. Kelereng biru menatap piring kecil yang bersebelahan dengan piringnya, lalu menatap ke arah Kara. Namun anak tertua jelas tidak memaksa. Ia menaruh, lalu tidak menatap si bungsu dan justru terlihat menikmati makanannya sendiri ...

Bubu ragu-ragu.

"Cobalah," suara Basil terdengar di sebelahnya. Membujuk dengan penuh semangat. "Ini sangat enak, Bubu pasti suka!"

Melihat Basil menatapnya dengan penuh harap ... pada akhirnya, Bubu menggerakkan sumpit. Membawa daging putih untuk dimakan. Pada awalnya, ia tidak nyaman dengan aroma yang terlalu menyengat, lalu rasa yang aneh ... oh, ini bukan berarti tidak dapat diterima, tetapi Bubu benar-benar tidak terbiasa dengan semua makanan panas ini.

Lidahnya terbiasa dengan air asin. Ia terbiasa dengan makanan dingin yang asin, atau bahkan pahit. Beberapa rasa lain juga akan menghampiri, tetapi asin adalah rasa yang lebih mendominasi. Karenanya, Bubu lebih terbiasa memakan makanan asin. Jadi, Ikan bakar yang cenderung manis karena bumbu yang menempel pada kulitnya, membuat Bubur merasa aneh dan tidak nyaman.

Namun pria yang sejak tadi diam sepertinya menyadari sesuatu. Tanpa suara, sosok jangkung itu mengambil semangkuk sop, menuangkannya ke mangkuk kecil, lalu menaruhnya tepat di hadapan si bungsu.

"Makanlah," Fin menaruh sendok kecil di mangkuk itu. "Kau akan lebih terbiasa dengan rasa ini."

Angelo, Kara dan Basil sama-sama tidak percaya dengan tindakan pria jangkung itu. Oh, sungguh, bukankah ini hanya racun?! Tanpa ragu, Angelo langsung memandang pasangannya dengan tajam.

"Itu masakanku," ujarnya kesal. "Jangan menghinaku dengan menjebaknya!" oh, sejak kapan pasangannya memiliki selera humor yang menakutkan seperti ini?! Kedua putranya tahu persis bahwa ia tidak pandai memasak, tetapi sosok ini dengan aneh terus memintanya memasak. Bila bukan karena Angelo bahkan tidak mau memakan masakannya sendiri, ia dengan sungguh-sungguh mengira pasangannya berbohong bahwa masakannya enak.

"Makanan ini tidak baik," Basil tanpa ragu meraih mangkuk kecil sebelum adiknya mengambil sendok itu. "Bubu bisa sakit perut bila memakannya."

"Suamiku tidak sakit perut ketika memakannya," Angelo memalingkan wajah, kali ini menatap tajam anak kedua yang kurang ajar. "Jangan seenaknya berbicara tanpa berpikir."

Kara memutar mata. Oh, Basil benar-benar cari mati.

"Memang membuat sakit perut!" Basil tidak terima dituduh sebagai pembohong. "Aku sakit perut ketika memakan masakan Ayah!" oh, ia benar-benar sakit perut. Tidak henti bolak-balik ke WC karena memakan sepiring kecil masakan Ayah Telurnya.

Angelo tertawa sinis. "Oh, padahal jelas karena kau terlalu lemah."

"Aku tidak lemah!"

"Ya, kau lemah," Ayah Telur tanpa ragu memancing emosi putra keduanya sendiri. "Bila kau kuat, kau bisa memakan masakanku dengan tenang seperti kekasihku."

"Siapa kekasihmu?" alis Fin terangkat, tetapi matanya jelas melembut dengan nada yang sangat menggoda.

Wajah Angelo langsung memerah.

Pria Black terkekeh. "Coba katakan sekali lagi."

Lawan bicaranya melotot marah, tetapi jelas wajah itu sudah semerah kepiting rebus. Sukses membuat Fin merasa gatal karena pasangannya yang begitu terlihat menggemaskan.

Basil dan Kara benar-benar ingin muntah.

Oh, sungguh, bisakah kedua Ayahnya ini melihat sikon? Mereka bermesraan di depan ketiga anaknya sendiri! The Hell! Tidak tahukah bahwa tingkah mereka sangat menjijikan?! Umur mereka sudah sangat tua, masih bisa-bisanya bertingkah menjijian seperti ini!

"Ah! Bubu, kau menghabiskannya?!" Basil yang sedikit menoleh, kaget melihat mangkuk si kecil yang telah kosong. Entah Bubu benar-benar menghabiskannya atau ... membuang?

Baik Kara maupun Basil benar-benar berpikir bahwa adik mereka membuangnya, sama seperti ketika mereka masih kecil dan diam-diam membuang masakan aneh Ayah Telur mereka. Namun, melihat sepasang kelereng biru yang polos dan berkedip lembut, siapa yang berani menuduh adik kecil mereka?!

Tangan putih itu terulur, meraih mangkuk dan menyerahkannya kepada Kara. Sepasang permata pucat itu berkilau, dengan senyuman yang mengembang.

"Bubu ... ," alis Kara mengernyit. "Bubu ingin tambah?" tebaknya.

Senyuman si kecil semakin mengembang. Dengan semangat, ia mengangguk.

Kali ini, kedua bersaudara yakin bahwa makanan Ayah Telur mereka benar-benar dimakan.

"Sudah kukira, dia akan menyukainya," sepasang iris gelap itu menatap si bungsu dengan lembut. Sukses menarik perhatikan ketiga anggota keluarga yang lain. "Seleranya sama sepertiku."

Hening.

Baik Angelo atau kedua anaknya, sama-sama kehilangan kata-kata mereka.

Bubu berkedip polos. Menoleh ke kanan dan ke kiri, memandang kedua kakaknya, lalu memandang ke arah kedua Ayahnya. Melihat Kara tidak berniat mengambil mangkuk kecilnya yang kosong, Mer mungil tidak keberatan. Ia berganti arah, menyodorkan mangkuk ke arah Ayah bibitnya. Minta tambah.

Fin terkekeh. Dengan senang hati menambah porsi untuk si kecil.

Tindakan alami keduanya benar-benar membuat ...

Oh, sungguh ...

Apakah ini yang disebut kekuatan genetik? Bahkan selera aneh dari Ayah mereka, akan dengan mudah diturunkan? Dengan nama keluarga Black dan ekor berwarna sehitam arang, sepasang Ayah dan Anak ini benar-benar sukses membuat ketiga keluarga bermarga Blue kebingungan dengan lidah keduanya yang sulit untuk dimengerti.