Chereads / Laut Dalam / Chapter 8 - Paus Orca

Chapter 8 - Paus Orca

Warna biru membentang di sepanjang samudra. Kilau permata yang terpantulkan oleh bias cahaya matahari terlihat indah, saat gulungan ombak dengan mendayu membawa berbagai hal untuk muncul ke permukaan.

Buih putih yang tercipta dari pertabrakan ombak yang melompat, terlihat di permukaan air sebelum akhirnya menghilang. Terlebih, saat matahari berada di puncaknya dan hembusan angin senantiasa menyerang, ombak yang menari di permukaan seolah menyambut. Menari dengan indah. Bergulung lalu melompat untuk menunjukkan suasana hati yang gembira.

Splas!

Seekor lumba-lumba mendadak melompat ke udara. Melengkung dengan indah sebelum akhirnya kembali tenggelam. Lalu di detik berikut, beberapa lumba-luma turut mengikuti keluarga mereka. Melompat-lompat di udara. Menikmati bermain ombak di antara gelombang yang diciptakan alam.

"Bubu! Bubu! Cepat!"

"Ya! Bubu! Ayo! Ayo! Melompat seperti ini!"

Mendadak, sebuah bayangan hitam terlihat membesar di laut. Semakin lama semakin besar hingga membuat banyak lumba-lumba menyingkir. Di detik berikutnya, air semakin bergelombang hingga menampakkan sosok hitam-putih yang melompat keluar.

Plash!

Tubuh besar itu dengan kejam jatuh kembali ke lautan, memercikan banyak air dan menciptakan gelombang besar.

Lalu di detik berikutnya, seekor Paus Pembunuh kembali terlihat melompat keluar. Kali ini berbeda, ikan itu melompat lebih tinggi. Hingga saat ia kembali jatuh ke air, gelombang dan percikannya menciptakan tsunami kecil yang menyingkirkan para lumba-lumba.

"Ahahaha! Lihat! Aku lebih tinggi!"

"Kakak! Kau curang!"

Sosok hitam itu terkikik saat kedua paus Orca saling mendorong dengan moncong mereka, lalu bermain kejar-kejaran. Tidak seperti kedua paus yang dengan bersemangat mempraktekkan cara melompat, Bubu terlihat tenang di bawah bayang-bayang air. Ia, tidak keluar sama sekali, tidak terpengaruh dengan kesenangan yang ditampilkan oleh kedua jenis lumba-lumba di dekatnya.

"Ayo Bubu! Melompat seperti kami! ini sangat menyenangkan!" seekor Orca berenang mendekat, menyenggol pinggul Mer cantik dengan moncongnya. Mendesak sosok yang kini sepanjang 2 meter, untuk melompat seperti mereka.

Namun Mer yang indah hanya terkikik, sebelum akhirnya berenang dan memeluk Orca yang menyodoknya. Lalu ia berbalik dan melarikan diri. Kedua Orca tercenga, sebelum akhirnya dengan penuh semangat mengejar sosok yang memiliki ekor hitam yang kuat dan indah itu.

Setelah akhirnya bermain kejar-kejaran selama beberapa jam, sosok cantik berhelai hitam panjang itu mulai merasa lapar. Jadi, tanpa sungkan ia berenang ke sisi lain. Menyebabkan kedua Orca yang bertubuh jauh lebih besar darinya, mengikuti. Kedua sosok hitam-putih itu bertindak seperti sepasang pengawal yang melindungi, tetapi obrolan bolak-balik dengan penuh semangat masih sepasang saudara itu lakukan meski sosok Mer berenang diantara keduanya.

"Aku sudah pernah melihat Mer lain berenang, mereka tidak terlihat sepertimu sama sekali." Orca yang lebih kecil berkomentar. "Mereka tidak secantik dan seiumut kamu, Bubu!"

"Ya, aroma mereka juga tidak seharum Bubu," Orca yang lebih besar menimpali.

"Oh, Kakak, Orca tidak memiliki indra penciuman," Orca Muda menimpali, memutar mata dengan pujian berlebih saudaranya.

"Aku mendengarnya dari para lumba-lumba," Orca Tua tidak merasa bersalah sama sekali. "Mereka jauh lebih dekat dengan para Mer itu."

"Lumba-lumba suka sekali dengan mereka," Adiknya mengangguk, menimpali. "Tetapi Bubu, kenapa mereka akan sangat takut denganmu setiap kali melihatmu? Padahal, kau lebih cantik dan indah!"

Bubu menatap Orca yang lebih muda. Sepasang netra biru itu juga terlihat kebingungan sebelum akhirnya memasang ekspresi cemberut. Hal ini sukses membuat Orca yang lebih tua, diam-diam menampar ekor adiknya dengan keras. Sukses membuat sosok itu mendesis kesakitan.

"Tentu saja karena Lumba-lumba memiliki estetika yang jelek!" Orca yang lebih tua menimpali. "Mereka tidak bisa membedakan Mer yang indah dan tidak. Oh, lihat saja. Seluruh keluarga kita bahkan sangat menyukai Bubu!"

"Ya, ya, benar!" menutupi rasa bersalahnya, Orca yang lebih mudah langsung menimpali kakaknya. "Ibu bahkan bilang, bila aku sudah besar, aku bisa menikahimu!"

Dash!

Kali ini, ekor Orca yang lebih tua, benar-benar memukul adiknya.

"Apa-apaan! Bukankah Ibu berkata, aku yang diperbolahkan menikah dengan Bubu?!"

"Aw aw aw! Kakak! Ampun! Tetapi Ibu memang berkata seperti itu!"

"Aku tidak terima!" Orca yang besar sangat marah. Kenapa Ibunya juga mengizinkan adiknya? "Aku akan dewasa lebih dulu, aku yang akan menikahi Bubu!"

Tepat ketika kata-katanya jatuh, Orca yang lebih tua seolah menyadari sesuatu. Ia refleks menoleh, menatap sosok Mer yang kini tidak lagi berenang dan justru menatap mereka dengan sepasang iris birunya.

"Oh, benar," berdeham, sosok besar itu langsung mengubah nada suaranya menjadi lebih serius. "Saat aku sudah dewasa, Bubu, bagaimana bila kita kawin?"

Tanpa basa-basi sama sekali, sosok besar hitam-putih melamar. Ia, jelas lupa memberitahu Bubu yang sudah menemani mereka selama beberapa minggu. Bagaimanapun, keluarga sudah mengizinkan. Sekarang, hanya menunggu keputusan Mer indah ini saja.

Sepasang netra biru itu berkedip. Warnanya yang senada dengan laut dangkal yang jernih dan berkilau, terlihat indah saat bias bayang-bayang cahaya jatuh menimpanya. Namun, ekspresi kosong yang tercetak di wajah cantik itu terlihat sangat imut. Kedua Orca ingin menyodok dengan moncong mereka. Mencium sosok indah itu dengan lembut.

Bubu menggelengkan kepala.

Mer hitam itu menolak lamaran Orca yang lebih tua.

"Oh!" Mer yang lebih tua berseru senang. "Bagaimana denganku? Maukah kau kawin denganku ketika aku besar nanti?"

"Ya, ya, setidaknya kawin dengan adikku juga tidak apa-apa," Orca yang lebih tua, tanpa merasa patah hati sama sekali, langsung merekomendasikan adiknya. Toh, ia tetap akan memiliki pasangan nikah. Bila Bubu menolak, itu tidak masalah sama sekali.

Kali ini, Bubu menatap Orca yang lebih muda. Hal ini sukses membuat Orca yang lebih muda membusungkan dada. Ia mengubah pose, mencoba mencari bagian tubuh yang indah agar Mer di depannya tertarik dan setuju. Namun, sekali lagi, Bubu menggelengkan kepala.

"Ah ... kau tidak ingin kawin dengan kami?" Orca yang lebih muda kecewa.

Bubu berkedip. Menatap kedua orca dengan sepasang kelereng birunya.

"Oh, tidak apa-apa," Orca yang lebih tua mengibaskan ekor, berenang mengelilingi Mer hitam. "Tetapi setidaknya, kita tetap berteman, bukan? Kami akan tetap boleh bermain denganmu?"

Kali ini, Mer hitam itu tersenyum. Sepasang netara birunya berkilau penuh antusias. Ia mengangguk. Sukses membuat kedua Orca berseru senang dan melanjutkan perjalanan mereka.

Kali ini, ketiganya berjalan menuju ke lautan yang lebih dangkal.

Sebuah pulau kecil terlihat, dengan pasir yang sangat putih dan indah. Namun, bukan pemandangan yang ketiganya cari. Melainkan banyaknya rumput laut yang tumbuh di sisi lain pulau.

Saat mereka sampai, tubuh Orca yang lebih tua tidak bisa berenang lebih jauh. Air dangkal itu membuatnya takut terjebak. Namun, Orca yang lebih muda dengan mudah berenang. Bagaimanapun, ukuran tubuhnya memungkinkan untuk lewat. Karena itu, dengan menyesal Orca yang lebih tua hanya bisa menunggu, membiarkan kedua sosok berekor hitam berenang menuju tempat tujuan mereka.

Rumput laut yang panjang dan bercabang, menempel pada permukaan batu karang yang membentang dan tersebar di sekitarnya. Benda yang pipih itu bergerak-gerak lembut, berayun seiring dengan terpaan air yang mengalir menggiring mereka.

"Lihat! Lihat! Banyak sekali rumput laut!" Orca muda itu berenang dengan penuh semangat, memerkan tanaman hijau yang tumbuh subur menempel pada bebatuan karang. Bagaimanapun, ia pernah melihat Bubu memakan rumput laut, jadi ia teringat dengan tempat ini dan tanpa sungkan, membawa Mer hitam ke sini. "Kau bisa memakan semuanya!"

Rumput laut ini jelas terlihat berbeda. Bubu biasa memakan yang berada di lautan lepas. Namun kali ini ... yah, ia tidak menolak untuk mencobanya.

Meraih salah satu rumput laut dan memasukkannya langsung ke dalam mulut, sepasang netra biru berkedip beberapa kali saat merasakan sesuatu yang lembut, kenyal dan asin memenuhi indranya.

Oh, rasanya jauh lebih asin dan lembut. Mungkin, karena hidup di permukaan air yang lebih tenang, rumput laut jenis ini jelas lebih mudah untuk digigit. Namun, rasanya jelas tidak sekuat rumput laut yang biasa dimakan. Karenanya, Mer hitam lebih ... menyukai jenis ini.

"Apakah enak?" Orca muda menatap Mer hitam yang secara perlahan, mulai memetik rumput laut dan mengkonsumsinya. Saat sosok cntik itu mengangguk, Orca muda langsung berseru senang. "Ooh! Sudah kuduga kau akan menyukainya!"

Berenang beberapa putaran, sosok hitam putih lalu mulai memetik rumput laut dan mempersembahkannya untuk Mer hitam. Denang senang hati sosok putih menerima. Lalu dalam hitungan detik, rumput laut menghilang.

Orca muda tidak terkejut sama sekali. Makanan yang hilang semuanya disimpan ke dalam ruangan Mer Hitam. Bagaimanapun, Mer cantik itu sudah menunjukkannya. Ia bisa menghilangkan dan memunculkan kembali setiap makanan dan benda-benda aneh dari udara kosong. Awalnya, para Orca terkejut dan kagum, lalu lama-lama mulai terbiasa.

Jadi, ketika sepasang Orca dan Mer mulai menikmati bermain di laut yang dangkal dan hangat, tanpa sadar sore hari mulai menyapa. Jadi, keduanya memilih untuk kembali. Sosok Orca akan kembali ke kelompoknya, sementara Mer hitam, tanpa ragu sama sekali mulai berenang menuju ke Makam Kapal. Tempat yang kini, menjadi rumah baginya.