Sudah satu tahun aku menjalani hubungan dengan lelaki bernama Dion Alfish Utomo, seorang lelaki biasa yang bekerja dikantor yang sama denganku.
"Sabtu nanti mau jalan kemana?" Dion bertanya saat aku sedang membuat teh hangat di pantry kantor, terlihat iapun tengah membuat secangkir kopi untuk dirinya sendiri.
"Belum tau, lihat nanti aja deh, mandek nih otak, kerjaan numpuk, jadi gak bisa mikir deh, hehe.."
Terlihat Dion tersenyum seraya mencicipi kopi buatannya sendiri.
"Santai Sha, kabarin aja kalau kamu mau jalan ya."
"Sip, kalau gitu aku duluan ya, Di.."
"Iya, jangan kecapean kerjanya, pulang nanti tunggu aku diparkiran ya."
Akupun menganggukkan kepalaku sebelum meninggalkan ruang pantry menuju ruangan tempatku bekerja.
"Hei, kemana aja lo, lama banget bikin teh doang, boker ya lo?" Riva temanku langsung memberondongku dengan pertanyaannya dengan suara khasnya yang serak-serak basah itu, dan aku merasa sebal mendengar kalimat terakhirnya.
"Sembarangan lo, mana ada gue boker, gue bikin teh nih, tapi sekalian ketemu Dion sih."
"Pantes lama, eh si Dion baru balik ya? Ada oleh-oleh buat gue gak, Sha?"
"Urusan oleh-oleh aja lo gercep Va, giliran tugas numpuk mendadak lemot deh lo." Aku tertawa sembari mendudukan bokongku dikursi sebelah Riva---satu-satunya teman terdekatku dikantor ini yang sudah menjadi saksi kerja kerasku selama bekerja dikantor ini.
Bahasa lo, lebay banget Sha!
"Yeee kaya lo engga aja, siapa sih yang mau dikasih tumpukan kerjaan tiap hari, kalo dikasih tumpukan duit sih dengan senang hati gue terima." Riva menampilkan cengiran lebarnya kearahku.
"Dasar, udah ah gue mau mulai kerja biar cepet kelar, gue gak mau lembur, capek! Bye."
Akhirnya Shaci meninggalkan Riva yang kini sibuk mengomel tidak jelas karna ditinggal begitu saja saat dia belum selesai berbicara.