Saga Revellion, pria berparas tampan yang menjabat sebagai CEO di perusahaan besar bernama Silverstone Corps itu tengah melamun dikursi kebesarannya.
Kalimat Shacy kemarin masih saja terngiang-ngiang didalam otaknya hingga saat ini, perempuan yang pernah ia sakiti beberapa tahun lalu itu mengaku memilikki kekasih.
"Siapapun yang jadi pacar kamu sekarang, kamu bakal tetep balik sama aku, gimanapun caranya, karna kamu cuma milik aku, dulu maupun sekarang."
Bahkan galeri dalam ponselnya hanya dipenuhi potret gadis itu yang ia kumpulkan beberapa tahun terakhir. Lelaki itu mengecup sekilas potret gadis itu dengan lembut sebelum akhirnya menghubungi seseorang.
"Tolong cari tahu pria bernama Dion Alfish Utomo selengkap-lengkapnya, jangan sampai ada satupun yang tertinggal, dan kabari aku secepatnya, Mike."
"Baik tuan, malam ini semua info yang anda inginkan akan sampai ditangan anda."
Segala sesuatu menjadi lebih mudah bila mempunyai orang kepercayaan yang sangat handal, seperti Saga yang mempunyai Mike sebagai kaki tangannya yang sangat setia juga patuh pada setiap perintahnya, Mike sudah bekerja pada Saga semenjak pria tampan itu memulai usahanya pertama kali.
Tok! Tok! Tok!
Saga menyernyit, siapa pelaku yang mengetuk pintunya tadi? Bukankah ia sudah menitip pesan pada sekretarisnya tadi bahwa hari ini dia tidak ingin diganggu!?
Belum sempat ia mempersilahkan masuk namun pintu besar berukiran rumit itu sudah terbuka dengan perlahan.
"Saga, kamu kemana aja, aku kangen sama kamu tau."
Saga terlihat tak suka melihat seorang gadis yang baru saja memasuki ruangannya tanpa permisi, yang tak lain adalah Nasya, mantan tunangannya.
Saga terlihat menyibukkan diri dengan berkas-berkasnya yang tadi sempat dia acuhkan, sama sekali tidak berminat menanggapi makhluk didepannya.
"Saga! Kamu kok cuekin aku sih? Aku udah jauh-jauh dateng kesini masa kamu malah diem aja, aku tuh cape tau gak."
"Udah selesai ngomongnya? Pintu keluar tepat dibelakang kamu, bisa pergi sekarang? Saya sibuk."
Mungkin untuk seseorang yang masih mempunyai rasa malu akan langsung sakit hati dan pergi saat itu juga setelah mendengar kalimat pedas bernada menusuk yang mengusir terang-terangan seperti kalimat Saga yang ditujukan pada mantan tunangannya itu, tapi nampaknya itu tidak berlaku bagi perempuan tidak tahu malu seperti Nasya, yang sudah ditolak berkali-kalipun masih saja mendatangi Saga, seperti yang dia lakukan saat ini.
"Kamu ngusir aku? Aku udah jauh-jauh lho dateng kesini cuma buat cari kamu, mana tadi sekretaris kamu sempet halangin aku buat ketemu kamu lagi, sebel deh!"
Nada manja Nasya yang terlalu dibuat-buat itu terdengar sangat memuakkan ditelinga Saga, mungkin bila perempuan didepannya ini adalah Shacy ia tak akan merasa keberatan sedikitpun mendengar omongannya.
"Siska, kenapa kamu biarin orang asing masuk keruangan saya?"
"Ma-maaf Pak, tadi saya sudah bilang kalau bapak tidak bisa diganggu hari ini, tapi dia bilang dia tunangan bapak makanya saya biarin masuk."
"Lain kali jangan biarin siapapun masuk bila tidak ada izin langsung dari saya, terutama perempuan ini, paham?"
"Ba-baik Pak."
"Ya sudah, kembali bekerja."
Setelah memutus sambungan teleponnya dengan sang sekretaris, Saga kembali meneliti berkas-berkas yang memenuhi sebagian mejanya, mengacuhkan makhluk didepannya yang terlihat mulai jengah karna diacuhkan oleh lelaki tampan itu.
"Mau pergi sekarang atau saya panggil satpam sekarang juga buat nyeret kamu dari sini?"
Nasya terlihat kaget dengan kalimat Saga tadi, dengan lancang ia beranjak dari kursi yang tengah ia duduki dan mulai berjalan menuju Saga, kedua tangan lentiknya memijat pundak Saga dengan lancangnya, mulutnya yang dipoles lipstik merah terang itu meniup telinga Saga berharap pria tampan itu bisa luluh dengan tindakannya, namun dengan cepat Saga menepis tangan perempuan itu dan langsung mencekalnya dengan kencang, membuat perempuan itu meringis kesakitan.
"Jangan coba-coba berperilaku menjijikan seperti tadi, cepat pergi dari sini atau saya gak akan segan-segan usir kamu dengan cara yang bahkan kamu sendiri gak akan pernah menginginkannya!"
Dengan cepat Nasya meraih tasnya dan menuju pintu keluar dengan terburu-buru, wajahnya terlihat merah padam, sangat jelas bahwa dirinya merasa terhina karna Saga selalu saja menolaknya, sedangkan diluar sana banyak pria yang tidak menolak pesonanya. Ya, Nasya adalah seorang wanita nakal yang rela menukar tubuhnya dengan beberapa lembar uang, fakta itu sudah diketahui Saga sejak lama, namun sang ibu tidak pernah mengetahui kelakuan calon menantunya itu, sehingga dengan gencar menjodoh-jodohkan dia dengan jalang itu.
***
Shacy sedang makan siang ditemani Dion dan Riva, tumben sekali Dion menemaninya makan siang hari ini, karna biasanya pria itu lebih memilih makan siang bersama teman-teman prianya.
"Udah dong ngambeknya, waktu itu aku udah mau bawa kamu ke klinik kantor tapi ternyata Pak Saga yang duluan bawa kamu."
Shacy hanya diam, mengunyah makanannya dengan tenang seolah-olah tidak mendengar sedikitpun suara Dion ditelinganya, dan Dion hanya bisa menghela nafasnya dengan gusar melihat sang kekasih larut dalam mode diamnya itu.
"Makanya Yon, jangan terlalu cuek jadi cowok. diambil Pak Saga baru tau rasa."
Shacy menendang kaki Riva yang berada dibawah meja mereka, dan Riva mengaduh kesakitan namun kembali cuek menghabiskan makan siangnya.
"Ngomong dong Sha, kalo kamu diem aja kayak gini aku jadi bingung harus ngapain."
Tapi Riva-lah yang menanggapi ucapan Dion itu, karna Shacy tetap memilih untuk diam, tidak mau menanggapi Dion, karna jujur saja gadis itu merasa kecewa pada pacarnya itu yang menghilang saat dirinya sakit, saat masih di klinikpun Dion tidak datang mengunjunginya sama sekali.
"Udah lah Yon, percuma lo ajak ngomong dia yang lagi gak mau ngomong sama lo, emang lo yang salah, lagian lo kemana aja pas Shacy di klinik? Mending lo balik deh daripada mood dia makin anjlok gara-gara lo."
Setelah berucap demikian, Riva mengajak Shacy kembali ke kantor, meninggalkan Dion yang masih menyerap kata-katanya tadi.
"Errrrgghhh... Sial!"
Dion meninju udara dengan tampang frustasinya sebelum beranjak dari kantin kantor yang mulai terlihat sepi.