Flash Back On
Namanya Sagara Revelion. Iya, itu nama pria yang baru saja bekerja sama dengan perusahaan tempatku bekerja beberapa tahun ini, dimana itu artinya dia akan sering berkunjung ke kantorku!
Menyebalkan!
Langsung saja ke intinya, Sagara adalah kekasihku beberapa tahun yg lalu, tepatnya tiga tahun yang lalu hubungan kami berakhir, awalnya semua berjalan dengan baik, hubungan kami terbilang harmonis, tapi tidak semua hubungan bisa berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan, pada akhirnya badai itu datang dalam bentuk "perjodohan keluarga", dia dijodohkan dengan perempuan pilihan sang ibu saat hubunganku dengannya sudah masuk tahun ketiga, kukira dia akan mempertahankanku tapi ternyata dia lebih memilih meninggalkanku, dia pergi begitu saja tanpa penjelasan apapun seolah-olah hubungan kami ini hanya suatu hal sepele baginya.
Awalnya aku mencoba berfikir positif saat dia menjadi sulit dihubungi, mungkin dia sedang sibuk dengan skripsinya mengingat dia sudah masuk tahun terakhir masa perkuliahannya sehingga dia tidak sempat mengabariku, biasanya setiap hari dia tidak pernah absen mengirim pesan padaku, namun setelah "perjodohan keluarga" itu dia seperti menghindariku, pesan yang kukirim hanya dibaca namun tidak pernah dia balas, dikampuspun aku sudah tidak bertemu dengannya dan temannya bilang Saga sudah beberapa hari absen kuliah, akhirnya aku memutuskan mencoba mendatangi rumahnya dengan maksud menagih penjelasan tentang dirinya yang akhir-akhir ini sangat sulit ditemui, tapi lagi-lagi aku dikecewakan dengan kenyataan, rumahnya terlihat kosong dan hanya ada pembantunya yang memberitahuku bahwa keluarga itu sedang pergi keluar kota menghadiri undangan keluarga perempuan yang akan dijodohkan dengan Sagara.
Hatiku bagai disambar petir, mungkin ini jawaban dari semua kegelisahanku akhir-akhir ini.
Aku sakit hati? Tentu saja! Perempuan mana yang akan merasa baik-baik saja setelah diperlakukan seperti ini? Tidak ada!
Kejadian itu terjadi saat aku sedang berada ditahun ketiga masa perkuliahanku, umurku masih dua puluh tahun kala itu, aku menangis setiap malam meratapi semuanya, apa salahku sehingga dengan kejamnya dia meninggalkanku seperti ini? Namun akhirnya aku sadar bahwa hidup harus terus berlanjut, dan yang lebih penting aku tidak ingin membuat orang tuaku sedih karna sudah beberapa hari aku mengunci diriku dikamar, setelah kejadian itu aku memutuskan pergi dari kota tempat lahirku karna tidak ingin menghirup oksigen yang sama dengan pria "brengsek" itu. Memulai hidup yang baru dan tentu saja mencoba melupakan semuanya dan menyembuhkan luka hatiku. Awalnya kedua orang tuaku menentang keinginanku karna aku merupakan anak tunggal, namun setelah kuberi penjelasan akhirnya kedua orang tuaku mengerti dan memberiku izin, tentu saja aku sangat berterima kasih pada mereka karna tiket kebebasanku menuju masa depan yang lebih baik sudah kukantongi.
Tahun-tahun berlalu dengan damai, hidup dikota orang membuatku menjadi pribadi yang mandiri, aku memutuskan tidak akan melanjutkan kuliahku karna aku tidak ingin membebani mereka dengan biaya kuliahku yang tidak sedikit, setiap bulan orang tuaku tidak pernah absen mengirim uang untuk biaya hidupku disini.
Aku memutuskan mencari pekerjaan dan kabar baiknya aku diterima menjadi sekretaris disebuah perusahaan besar, orang tuaku rutin menanyakan kabarku dan dalam setahun biasanya mereka akan mengunjungiku sebanyak dua kali.
Flash Back Off
Belum selesai masalah Dion yang dicurigai selingkuh, sudah datang satu masalah baru yang membuat kepalaku rasanya ingin pecah saja bila terus memikirkannya.
"Woy, malah ngelamun lagi lo, gue dari tadi ngomong panjang lebar lo dengerin enggak sih?"
Tiba-tiba Riva mengagetkanku dengan suara serak khasnya itu, dan tanganku tidak sengaja menyenggol Iced Cappuchinno-ku yang tinggal setengah, tentu saja gerakanku itu membuat gelas minumanku meluncur dengan sukses pada lantai yang menimbulkan bunyi yang cukup membuat gaduh, sehingga beberapa penghuni meja disekitar mejaku mengalihkan perhatiannya pada kami, tumpahan minumanku ternyata mengenai sepatu seorang pria.
"Hati-hati dong Sha, lo ceroboh banget sih, makanya jangan banyak ngelamun deh, jadi gini kan akibatnya."
Aku mengabaikan ucapan Riva dan lebih memilih mengambil beberapa lembar tisu bermaksud membersihkan sepatu si pria yang kena sial tumpahan minumanku hari ini.
"Maaf ya mas, saya gak sengaja, saya bantu bersihin sepatunya yaa."
Sebelum tanganku menyentuh sepatunya, pria itu sudah lebih dulu membantuku berdiri.
"Gak perlu, kamu duduk aja nanti biar pelayan yang beresin semuanya."
Dengan cepat pria itu memanggil seorang pelayan dan mulai menyuruhnya membersihkan lantai yang sudah dihiasi cairan berwarna coklat yang berasal dari minumanku, tak lupa pria itu memberikan uang tip pada pelayan itu, sebelum pergi pria itu menyempatkan mengusap kepalaku dengan senyum tipis diwajahnya.
Dari sekian banyak pria dibumi ini kenapa harus DIA ya Tuhan? Apa dunia ternyata sesempit itu sehingga dengan mudahnya kami bisa bertemu lagi?
Ya, pria itu adalah Sagara, entah kenapa akhir-akhir ini sepertinya alam mendukungku untuk selalu bertemu dengannya.
Ah, sudahlah, aku pusing memikirkannya.
Setelah kepergian pria itu aku hanya bisa melongo ditempat, dan Riva tentu saja menatapku dan pria itu secara bergantian dengan ekspresi bingung diwajahnya.
Apa maksud dari perilakunya tadi?
"Sha, lo kenal cowo tadi?"
Sudah kuduga, Riva pasti akan bertanya, tapi tentu saja aku dengan senang hati menutup mulutku enggan menjelaskan padanya perihal pria itu.
"Sha, kok lo diem sih, buruan jelasin ke gue, lo kenal sama tuh cowo?"
"Bukan siapa-siapa Va, udah ah lo cerewet banget tau gak sih."
"Yeeee.. Cerewet kan nama tengah gue, tapi seriusan deh Sha, cowo tadi ganteng banget gilaaaa.."
Aku langsung tersedak air liurku sendiri, dengan cepat Riva menyodorkan lemon tea-nya kepadaku.
"Eh.. minum dulu minum, lo kenapa sih Sha hari ini kyanya kagetan banget deh."
"Barusan lo bilang cowo tadi ganteng, Va?"
"Iya, bener kan kata gue kalo tuh cowo ganteng? Udah gitu suaranya duuuuh.. Bikin gue melting tau gak, manly banget, sumpaaaah.."
Mendengar Riva yang memuji-muji Sagara seperti itu membuatku ingin muntah rasanya, belum tau aja si Riva sama kelakuan cowo yang dia puji-puji tadi kayak apa.
"Udah ah gue mau balik, kalo lo masih mau disini ya gak pa-pa Va, gue mau ketoko buku dulu, keburu tutup nih."
"Yeeee.. Masa gue ditinggal sih, lo tega Sha gue yang lucu ini lo tinggal sendirian disini?"
"Jijik Va, udah buruan, lo mau ikut gue apa disini aja?"
"Gue ikuuuut, tungguin dong Sha, buru-buru banget deh."
"Buruan makanya!"
Aku meninggalkan Riva yang masih membereskan barang-barangnya dan dengan gerakan lambat dia menyusulku menuju toko buku yang kumaksud tadi.