"Ini dimana?"
Sambil memijat pelipisku yang terasa berdenyut nyeri, aku memandang sekelilingku dengan bingung.
Dengan cepat Saga menghampiri Shacy yang tengah berbaring diranjang klinik kantor sejak dia pingsan tadi.
"Kamu udah sadar? Apa yang sakit? Aku panggilin dokter ya."
Aku mencoba untuk duduk, namun pria itu menahanku.
"Kamu tiduran aja, gak usah banyak gerak dulu, biar dokter bisa periksa kamu."
Aku hanya diam tidak menanggapi omongannya, aku hanya fokus pada sakit dikepalaku yang tidak kunjung hilang.
Tidak lama masuklah dokter yang dimaksud Saga tadi, dia memeriksa tensi darahku, dan menanyakan keluhanku, sementara pria bernama Saga itu hanya diam menyimak sang dokter yang tengah memeriksaku.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, nona Shacy hanya demam biasa, istirahat yang cukup, minum obat dan vitamin agar lekas sembuh, ini resep obat yang harus ditebus."
Saga diam-diam bersyukur mendengar penjelasan sang dokter, ia berterima kasih kepada dokter itu dan kembali menghampiri Shacy yang kini menatap datar kearahnya.
"Seharusnya kalau sakit gak perlu masuk kerja."
Shacy yang mendengar celotehan Saga langsung mendelik kearah pria itu, kalau bukan karna bosku yang meminta aku tidak akan masuk kerja hari ini tau! Apalagi tugasku hari ini menemani orang nomor satu yang paling aku hindari selama ini. Sungguh menyebalkan sekali!
Sebelum aku sempat membalas perkataan Saga, terdengar suara Riva dari arah pintu masuk klinik.
"SHAAAAA.. Lo gak pa-pa? Lo pingsan? Kok bisa sih? Gue bilang juga apa, lo itu sakit makanya gak usah sok-sokan masuk kerja deh Sha, diem dirumah aja ngapa sih."
Dengan cepat Riva mengangsurkan segelas air hangat kepada Shacy yang langsung meneguknya sedikit.
"Asli gue khawatir banget sama lo pas liat lo digendong sama Pa Saga tadi." Riva berbicara seperti hanya ada mereka berdua diruangan itu, padahal Saga masih berada disana dengan jarak tidak terlalu jauh dari mereka dan pastinya bisa mendengar dengan jelas setiap kata yang berasal dari mulut teman cerewetnya itu.
"Ssshh.. Bisa gak sih sebelum ngomong kecilin dulu volume suara lo? Orangnya ada dibelakang lo tuh." Shacy membalas kata-kata Riva dengan berbisik.
"Iya-iya gue tau, maaf deh, oh iya pokoknya lo hutang penjelasan sama gue."
Melihat gerak-gerik dua perempuan itu yang saling berbisik membuat Saga memutuskan untuk keluar dari ruangan itu, bermaksud memberi mereka privacy.
"Eh.. Lo bilang tadi yang bawa gue kesini dia ya?"
"Iya Pak Saga yang bawa lo kesini, dia yang kemarin di cafe itu kan? Kok dia bisa ada disini sih? Sebenernya dia siapa sih? Jadi bingung deh gue."
Shacy berdecak sebal mendengar ocehan temannya yang sudah seperti burung beo, tanpa titik koma.
"Gue bilangin leo tau rasa lo."
"Ih.. lo mah gitu, eh by the way gue kasih tau nih ya, tadi Pak Saga pas bawa lo yang lagi pingsan mukanya khawatir banget gitu, yang ngalangin jalannya aja dia marahin tadi, udah kayak bawa pasien yang lagi sekarat aja."
"Heh.. Sembarangan lo, jadi beneran dia yang nolongin gue?"
"Iya dia, lo pasti ngarep yang bawa lo kesini si Dion kan?"
Tebakan Riva benar seratus persen, Shacy kecewa kekasihnya tidak ada saat dibutuhkan.
"Tadi dia sempet mau nyamperin lo pas lo lagi dibawa sama Pak Saga, tapi Pak Saga ngebentak dia karna ngalangin jalannya yang mau bawa lo kesini."
"Bener Va? Itu orang ngebentak Dion? Tapi Dion kok gak nyamperin gue kesini sih."
Terdengar nada kecewa dari suara Shacy, Riva hanya bisa menenangkannya dengan sesekali mengusap bahunya perlahan.
"Udah, lo gak perlu mikirin yang macem-macem dulu, fokus dulu sama badan lo yang lagi sakit, galaunya di-skip dulu deh, jangan lupa lo bilang makasih sama Pak Saga yang udah mau susah-susah gendong lo yang mirip karung beras."
Shacy melempar bantal kearah temannya itu, masa dia disamakan dengan karung beras sih!?
"Heh.. Badan gue langsing ya, dimana mirip karung berasnya coba?"
Riva tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Shacy yang tengah marah namun terlihat lucu itu.
"Nah gitu dong marah, daripada lo lesu kayak tadi gara-gara mikirin si Dion."
"Diem lo, gue kan lagi sakit, manis-manisin kek biar gue cepet sembuh, ini malah nambah beban dikepala gue."
Shacy kembali memijit pelipisnya, kepalanya masih berdenyut nyeri, ditambah mendengar ocehan temannya yang cerewet itu semakin bertambahlah sakit dikepalanya.
Tiba-tiba saja Saga masuk dengan kantong kresek berwarna putih ditangannya seraya menghampiri Shacy.
"Ini obatnya udah aku tebus, jangan lupa diminum teratur kalo mau cepet sembuh."
Shacy mengacuhkan Saga, Riva yang melihat gelagat Shacy langsung mengambil obat yang diberikan Saga tadi, seraya mengucapkan terima kasih mewakili temannya yang terlihat begitu enggan berinteraksi dengan Saga.
"Makasih Pak Saga obatnya. nanti saya bilangin temen saya yang juteknya lagi kumat ini buat minum obatnya, sekali lagi makasih banyak ya Pak Saga."
Saga menghembuskan nafasnya perlahan, melirik sekilas pada Shacy, dan mengangguk kearah Riva.
Masuk satu orang lagi ke dalam ruanganku yang ternyata adalah bosku.
"Kamu gak apa-apa Sha? Pak Saga bilang tadi kamu pingsan? Kamu kok gak bilang sama saya kalau kamu lagi sakit, jadinya kan saya ngerasa gak enak sama kamu."
"Saya gak apa-apa kok Pak, saya cuma gak enak badan aja sedikit."
BOHONG BANGET!!!
"Ya sudah, kamu istirahat aja disini sampai enakan ya, kalo kamu mau izin pulang juga boleh, terserah kamu aja enaknya gimana. saya tinggal dulu ya."
Setelah kepergian kedua lelaki itu, akhirnya aku bisa bernafas lega, sementara Riva tengah asik memainkan sebuah game di handphonenya.
"Lo mendingan balik Va, gue gak apa-apa kok sendiri disini, kerjaan lo makin numpuk entar kalau lo nemenin gue terus disini."
Riva mem-pause gamenya terlebih dahulu sebelum menjawab Shacy.
"Santai kali Sha, kerjaan gue udah kelar kok makanya gue nyamperin lo kesini, daripada gue bosen disana gak ngapa-ngapain."
"Ya udah, gue mau tidur bentar."
"Eh.. Eh.. Jangan tidur dulu lo. minum obat dulu baru lo boleh tidur."
Riva memperhatikan Shacy yang terlihat kesal, Riva tahu bahwa temannya itu paling tidak suka bila disuruh meminum obat saat sedang sakit.
"Gak enak Va, obatnya pahit tau!"
"Yeee.. Nih anak, semua obat ya pahit, yang manis cuma gue, udah buruan minum obatnya."
"Gue malah makin mual denger omongan lo barusan Va."
Riva menyodorkan segelas air dan obat yang harus diminum temannya itu agar cepat sembuh.
"Ihh lo mah gitu, buktinya Leo betah tuh sama gue terus!" Riva membalas omongan Shacy dengan tampang kesalnya.
Shacy tertawa karna berhasil membuat Riva kesal, setelah tawanya reda iapun langsung meminum obatnya, setelah itu membaringkan tubuhnya diatas kasur klinik yang empuk.
"Sekarang lo boleh tidur, gue temenin sampe lo bangun."
Tidak lama setelah meminum obatnya, kantuk langsung menyerang dan Shacypun terlelap ditemani Riva yang kembali memainkan gamenya