Chapter 11 - PEMIMPIN SEKTE NIE 5

"HuaiSang," kata Nie MingJue lagi. Lalu memandang langit dia atas sana. Semilir angin malam mulai berhembus di tengah-tengah pelataran kosong itu. Yang biasa dipakai berlatih pedang para murid di QingHe. Kini hanya diisi mereka berdua yang memakai jubah tidur dan seekor Burung Kenari nakal. Paruhnya selalu mematuk-matuk jemari Nie MingJue saat lelaki bermata tajam itu bicara. "Apa kau tahu penyebab seseorang bisa berubah di dunia ini?"

"Eh?" Nie HuaiSang menggeleng tiga kali. "Tidak, tidak, tidak. Memangnya apa menurut Kakak?" Alisnya naik sebelah.

Nie MingJue menjawab tanpa mengubah arah pandangnya. "Pertama, pengetahuannya bertambah. Kedua, hatinya tersakiti," suaranya lamat-lamat layaknya aliran air. Terdengar lebih menenangkan daripada suasana saat ini. Nie HuaiSang sampai terdiam mendengarnya. Dia tahu, topik pembicaraan mereka belum berubah sekalipun dengan bahasa yang berbeda.

Jin GuangYao... Nie HuaiSang berpikir, saudara tersumpah Nie MingJue itu tidak mungkin diragukan jika soal pengetahuan. Dia bisa menambah pengetahuannya kapanpun dia mau. Namun, hatinya... bagaimana bisa hati seorang Jin GuangYao yang lembut itu berubah oleh perlakuan Nie MingJue?

Nie HuaiSang memandang Nie MingJue. "Kakak..." panggilnya. "Aku... mn..." bibirnya terkatup lagi saat itu. "Kakak bisa menceritakannya padaku, tapi... aku memang tidak bisa membantu apa-apa lebih dari itu. Setidaknya--"

"Tidak perlu," kata Nie MingJue. Dia melirik Nie HuaiSang sekilas sebelum kembali memandang langit. Bulan di atas sana tertutupi oleh mendungnya awan. "Aku masih bisa mengatasinya saat ini."

Nie HuaiSang diam. Dia memandang Burung Kenari di genggaman Nie MingJue dan entah kenapa langsung membuang muka karena matanya mulai terasa panas. "Baiklah..." katanya. Dengan suara goyang yang samar di akhir intonasi.

"Kenapa tidak menceritakan segalanya saja padaku," batin Nie HuaiSang. "Aku juga ingin membantu, sekalipun sedikit."

Tapi, ah... memangnya dia bisa membantu apa. Benar Nie MingJue yang tidak mengatakan apa-apa bukan?

"Kau tidak mengantuk?"

"Eh?"

"Aku masih ingin disini, tapi kau bisa masuk terlebih dahulu kalau ingin kembali tidur."

Nie HuaiSang diam sejenak sebelum menggeleng pelan. Kali ini sekali saja. "Kakak percaya tidak... jika suatu hari nanti aku yang akan melindungi Kakak?" tanyanya. Tiba-tiba dan begitu saja. Tanpa rencana apalagi secercah ide yang melintas di kepala.

"Apa?"

Nie MingJue sampai menoleh karena mendengar hal naif itu.

Nie HuaiSang dengan percaya diri mengetuk pelipisnya dengan jari. "Kakak bilang aku istimewa kan," katanya dengan senyuman. "Maksudku, disini. Aku sudah membuktikan kekuatan 'iniku' saat di pemakaman pedang leluhur sekte kita. Jadi bukannya Kakak penasaran aku bisa apa lagi dengan ini?"

"Hmph, bodoh..." dengus Nie MingJue tak habis pikir. Sebab, itu adalah satu-satunya ungkapan agak heroik dari adik semata wayangnya selama ini.

Nie HuaiSang memang sudah beranjak dewasa sekarang, namun di mata Nie MingJue, dia masih kekanakan, manja, lemah, dan sangat mudah menangis kecuali diberi sesuatu yang berhubungan dengan hobi melukisnya. Persis seperti dulu.

Meskipun begitu, diam-diam Nie MingJue mengulas senyum tipis saat dia memasukan Burung Kenari itu kembali ke sangkar.

"Eh? Aku akan membuktikannya kalau mau," kata Nie HuaiSang tak terima. "Lagipula siapa yang--"

"--yang membuat semua strategi serangan murid-murid QingHe hingga tak tik perangku selama turun lapangan?" sela Nie MingJue dengan senyuman geli. "Benar juga. Siapa lagi kalau bukan kau. Jadi tunjukkan padaku saat benar-benar ada yang menyakitiku nanti. Kau sudah bertekad bukan?"

Seketika, senyum Nie HuaiSang pun melebar lagi. "Kakak lihat saja nanti," katanya penuh percaya diri. Walau itu hanya sekejap, sebelum berubah menjadi kegugupan luar biasa di wajahnya. "T-Tapi bukannya aku berharap Kakak akan disakiti! Lebih baik itu tidak terjadi sekalipun aku berkata seperti tadi!"

"Hahahaha..."

Nie MingJue tertawa. Dan Nie HuaiSang tertegun lama melihatnya.

Nie MingJue sudah lama tidak tertawa seperti itu. Dia terlihat begitu rileks, tak seperti beberapa hari lalu dan selalu ingin menghancurkan barang apapun yang ada di depannya. Pada akhirnya, Nie HuaiSang pun tertular tawa itu. Dan mereka berdua bisa lupa akan segala permasalahan yang ada meski sejenak.

Benar-benar sejenak.

Sebab setelah Nie HuaiSang kembali ke kamarnya, dia jatuh terduduk di atas lantai kayu. Tangannya gemetar layaknya mendapat demam tinggi. Dan nafasnya sesak hanya memikirkan potongan-potongan memori tiga hari lalu yang mendadak menyerbu kepalanya.

Dengan tawa selega dan setulus itu, Nie MingJue tidak mungkin menjadi pihak yang salah. Apalagi bisa menyebabkan hati Jin GuangYao berubah karena tersakiti.

Ralat.

Kalaupun Jin GuangYao tersakiti, pasti itu karena Nie MingJue tidak bermaksud melakukannya dan memiliki alasan cukup kuat dalam bertindak seperti biasanya.

Lalu kini, semua kejadian itu saling berkaitan bila mau menilik satu demi satu. Nie MingJue yang mati dengan alasan tidak wajar, dan sempat mendesis padanya setelah Jin GuangYao usai membunuh Kepala Komandannya yang paling setia.

"HuaiSang! Bawa Meng Yao padaku!"

Saat itu, tatapan Nie MingJue memang sangat-sangat nyalang. Penuh nyala api dan ingin melempar Baxia kemanapun pedang itu haus darah.

Nie HuaiSang memang kebingungan. Namun dia tetap menyeret Jin GuangYao dari luar gerbang QingHe hingga bersimpuh di hadapan Nie MingJue dengan hinanya.

Nie HuaiSang memang di luar pintu saat Nie MingJue mengadili Jin GuangYao di dalam sana. Dia hanya mondar-mandir dengan kipas di tangan hingga Jin GuangYao berakhir diusir dari QingHe. Namun itu bukan berarti dia tak mendengar apapun.

Perdebatan Nie MingJue dan jin GuangYao sangat sengit saat itu. Pun suara bentakan Nie MingJue bahkan lebih kasar daripada saat memarahinya yang lalai belajar.

"MENG YAO!"

"DA GE...!"