Chapter 15 - MALAIKAT NIE KECIL 3

Delapan tahun kemudian, saat mereka berdua mulai dewasa... Nie MingJue mulai berpikir lebih luas. Nie HuaiSang memang berbakat, namun sepeninggal orangtua mereka berdua... tak ada cara selain saling melindungi.

Sejak dulu, Sekte Nie QingHie selalu hidup dengan pedang. Dan meski hanya sedikit, Nie MingJue ingin adiknya tetap berlatih.

Nie HuaiSang memang terlihat lemah dan sangat manja. Namun baginya yang sejak kecil diikuti, adiknya tidak lebih dari lelaki kecil pemberontak. Dia tahu adiknya tidak suka diatur orang lain. Nie HuaiSang memang menurut jika di depan, namun begitu dia pergi... pasti memiliki cara tersendiri untuk bermain sesuka hati.

Saudara tersumpahnya di masa depan, Lan XiChen... justru hanya tersenyum tipis kalau melihatnya geram dengan tingkah parah Nie HuaiSang.

"Kirim saja dia ke sini," kata Lan XiChen. "WangJi akan menjadi contoh baik baginya selama kau pergi."

Nie MingJue menghela napas panjang. Di meja pertemuan pirbadi itu dia menunduk dan berpikir untuk sejenak. "Mungkin kau benar," katanya pelan. "Setidaknya dia bisa berpisah dengan kuas selama beberapa waktu."

Lan XiChen terkekeh. "Menurutku dia hebat."

"Ya, tapi tak tahu kapan untuk belajar."

"Tenanglah... sedikit lagi. Mungkin dia hanya belum terlihat."

Nie MingJue memejamkan mata dan menahan diri untuk tak mendesis. "Ya. Tapi akhir-akhir ini semakin parah saja."

Lan XiChen mengerutkan kening. "Oh... apa karena keramik lagi?"

"Tidak."

"Lalu?"

"Buku-buku di lemarinya," kata Nie MingJue. "Semua penuh dengan gambar tak bermoral, tapi aku sendiri heran darimana dia mendapatkannya."

Lan XiChen tak pernah tertawa lepas, tapi kali ini sangat berbeda. Pria itu sampai menutup mulut dengan lengan panjang sebelum terlihat keterlaluan bagi Nie MingJue. Untung, Nie MingJue tidak marah sedikit pun. Dia justru menghela nafas panjang dan memejamkan mata kala Lan XiChen memainkan selembar melodi dengan Liebing.

Dua hari setelahnya, Nie HuaiSang resmi masuk Gusu untuk belajar di Yun Shen Buzhi Chu. Tuan Muda Kedua Nie itu datang pertama kali, bahkan saat yang lain masuk minggu depan. Dia sempat memprotes Nie MingJue dengan bersungut-sungut membawa undangan... tapi Nie MingJue tetap teguh karena dia akan pergi jauh keluar QingHe.

Nie HuaiSang pasti seenaknya kalau sampai ditinggal sendirian.

"Meng Yao, kau temani HuaiSang menuju Gusu," kata Nie MingJue tak lama setalah Jin GuangYao dikirim datang menuju QingHe.

Laki-laki berlesung pipit itu tersenyum. "Ya, Da Ge..." kata Jin GuangYao santun. "Aku akan selalu menjaganya selama disana."

"Bagus," kata Nie MingJue. "Kupercayakan dia padamu. Dan kalau bisa, laporkan apapun yang dia perbuat kepadaku."

"Baik."

"Aku pergi nanti sore."

"Ya."

Nie MingJue pun mengangguk dan melewatinya bersama beberapa ajudan masuk Bu Jing Shi.

Nie MingJue memang baru saja datang dari perjalanan. Namun karena aula pedang butuh beberapa perbaikan, sesekali dia tetap harus meluangkan waktu untuk itu. Sebab perbaikan aula pedang Sekte Nie QingHe bukan hal yang sederhana. Jadi Nie MingJue harus kesana kemari untuk membeli mayat bagus demi menambal yang mulai rusak. Dan tentu, itu harus dilakukan sedikit rahasia.

Terkadang, jika dia terlalu sibuk... urusan memilah-milih mayat terpaksa harus dialihkan. Dan kalau jenderal kepercayaannya ikut serta dalam tugas, Jin GuangYao lah yang dia percayai mengurusnya.

Karena masalah pribadi, laki-laki itu memang dibuang dari Jin Ling Tai. Nie MingJue sendiri agak sangsi pada awal kedatangannya. Namun, setelah beberapa hari mengamati... Jin Guang Yao memang hebat di bidangnya. Dia rajin, jeli, detail, dan tangkas dalam mengatur banyak hal.

Sekilas, Nie MingJue merasa laki-laki itu mirip YueRen. Gerak-geriknya, caranya bicara, berjalan, dan tersenyum... semua membuatnya agak tak nyaman.

Wanita yang sangat baik itu. Wanita yang meninggal karena sakit dan menyusul sang ayah yang terluka di perjalanan... mana bisa disamakan dengan lelaki buangan ini?

Tentu, Nie MingJue tak mungkin menunjukkan rasa itu karena memegang keadilan. Bukan karena teguh sendiri, tapi demi YueRen yang pernah mengajarinya mengenai hukuman jelas lebih dari kedua orangtuanya sendiri.

"Kak... apa benar aku tak boleh bawa keramik?"

Nie MingJue hanya melewati Nie HuaiSang saat di hadang di ruangannya.

"Tidak."

"Apa?"

"..."

Nie HuaiSang tetap menyusul.

"Kaaaak..."

Langkahnya ribut dibuat manja.

"Tidak."

"Kakaaaaak.... sungguhan memang tidak boleh?"

Nie MingJue hapal kelakuan adiknya itu. Dan kalau dulu dia tertipu dengan muka cantik memelasnya, kali ini tidak lagi.

"Cuma pedang dan hantaran yang harus ada di kotakmu," kata Nie MingJue sembari duduk di kursinya. Dia menatap Nie HuaiSang dengan raut muka dibuat keras. Sengaja. Dan harus begitu, meski sebenarnya agak tak tega. "Meng Yao sudah persiapkan semuanya. Tidak ada tawar menawar."

Nie HuaiSang pun merengut sebal. "Benar-benar membosankan," katanya pelan. Tapi dia tetap mendekat dan membuat senyuman lebar. "Kalau kuas dan kipas? Tetap boleh kan? Boleh kan? Boleh kan?" rayunya lagi.

Nie MingJue menatap muka itu dan memejamkan mata kesal. "HuaiSang..." desisnya pelan. "Lakukan saja asal kau tidak membuat banyak masalah."

"Tentu!" seru Nie HuaiSang senang. "Aku akan bersikap baik, akan menikmati pemandangan Gusu, akan mencontoh Tuan Muda Lan Mengerikkan, dan akan lulus dengan peringkat memuaskan..." cengirnya kemudian.

Nie MingJue jadi ingin tersenyum meski harus menahannya. "Ya. Harus," katanya. Meski diam-diam sampai mengepalkan tangan di bawah meja. "Kalau semua itu tidak kau lakukan, aku pasti mematahkan dua kakimu."

"Iya!"

Dan kepalan Nie MingJue pun makin erat. Baxia di selongsongnya sampai ikut bergetar karena gembira.

Pedang gigantis yang sangat berat itu bahkan memahami perasaan jujur dari sang tuan. Sampai-sampai... Nie HuaiSang yang berlari keluar dan salah paham sedang dimarah... malah membuat Nie MingJue tertawa begitu sendiri.

"Dasar bocah..." gumam Nie MingJue. "Jika bukan seperti ini, apa yang harus kulakukan kepadamu."