"Oh..."
Nie HuaiSang mengangguk paham walau kembali membolak-balik bukunya sendiri. "Tapi menurutku tidak begitu."
Jiang Cheng seketika tidak terima. "Apa maksudmu?"
"Yang terhebat itu seperti ibuku..." kata Nie HuaiSang dengan senyuman kebanggan. Jiang Cheng lebih tak terima. Dia bisa jadi memprotes lebih keras kalau saja tidak penasaran alasannya.
"Aku ingin penjelasan lebih lagi! Memangnya ibumu bisa apa? Bukankah kudengar dia penari?"
"Memang..." angguk Nie HuaiSang. Dia menoleh ke Wei WuXian yang samasekali tak bergeming dari bukunya. Temannya yang satu itu sibuk tersenyum melihat tubuh molek gadis muda yang terpampang. "Tapi dulu tarian ibuku bisa membius semua orang yang melihat. Dan diantara sekian banyak peran dongeng yang dimainkan... mulai dari baik, jahat, mencurigakan, dan sebagainya... ibuku tetap menjadi wanita baik."
"Aku sungguh tidak mengerti..." gumam Jiang Cheng. "Bagaimana pelakon dongeng bisa dibandingkan dengan Xiandu? Dan lagi... kau bilang mereka lebih hebat? Sungguh tidak masuk akal."
Nie HuaiSang tersenyum dan berebah. Dia menutup wajahnya dengan buku porno bersampul judul "Tata Cara Memakai Hanfu". "Jiang-Xiong... Jiang-Xiong... Kau itu sungguh tidak berseni," katanya. "Wajar saja tidak paham..."
"Apa katamu?"
"Hahahaha..."
"Aissh... benar-benar menyebalkan," desis Jiang Cheng. Dia berdecih melihat Wei WuXian justru tertawa sampai menggebuk bukunya. Tampak asyik dengan dunianya sendiri. "Oh, ya... kudengar kapan hari kau ke tempat pelacuran?"
"Aku?"
Jiang Cheng memutar mata. "Kau pikir siapa yang kutanya."
"Iya," jawab Nie HuaiSang dengan santainya. Dia duduk kembali dan justru menyenggol-nyenggol bahu Jiang Cheng. Dia cerita tanpa diminta. "Dan kau tahu tidak, ternyata ada banyak gisaeng cantik yang dikirim dari luar Gusu."
"Memang apa peduliku?"
"Alah jujur saja kau penasaran..." kata Nie HuaiSang. "Iya, kan, Jiang-Xiong?"
"Tidak."
Nie HuaiSang tetap cerita.
"Terutama dari wilayah Dongying. Mereka bilang disana ada tempat pelatihan gisaeng dari kecil. Wuah... benar-benar luar biasa bukan?"
"Dongying?" tanya Jiang Cheng.
"Iya, Dongying... itu tempat Bibi Meng Shi dulu bekerja." kata Nie HuaiSang.
"Meng Shi... Meng Shi..." pikir Jiang Cheng. Itu adalah nama ibu dari Jin GuangYao bukan?
"Tunggu... yang kau sebut mereka itu siapa?" tanya Jiang Cheng lagi.
"Gisaeng-gisaeng tua itu yang cerita. Kau tahu? Mereka adalah gudangnya informasi!" seru Nie HuaiSang. "Benar-benar teman duduk yang menyenangkan..."
Alis Jiang Cheng berkedut sebelah. "Aku sungguh tidak menyangka..." katanya. "Kupikir kau bukan tipe yang suka menggosip apalagi dengan wanita tua."
"Kenapa? Mereka tua tapi cantik," kata Nie HuaiSang. "Dan yang mengejutkan adalah satu yang paling populer dari mereka justru berasal dari Yao Pingyang."
"Yao apa?" tanya Jiang Cheng. "Aku tak pernah dengar daerah itu."
Nie HuaiSang menghela napas panjang. "Aisssh... kupikir di kelas akulah yang paling bodoh," katanya asal. "Yao-yao itu memang daerah kecil. Disana ada Kuil bagus yang terkenal. Soalnya ada dua murid pengelana yang kadang muncul dari jauh."
"Kalian benar-benar menggosipkan banyak hal," kata Jiang Cheng. "Lagipula apa peduliku dengan Yao Pingyang? Aku juga tak tertarik dengan pelacur—"
"Ssst..."
Nie HuaiSang mendekat dan mendadak menaruh telunjuk di depan bibir. Dia berbisik rahasia. "Iya-iya... aku tahu," katanya dengan nada jahil. Jiang Cheng sampai diam membisu menatap matanya sedekat itu. "Tapi kalau ke Nona Wen kau tertarik bukan?"
Seketika wajah itu pias.
"Apa katamu?"
"Mereka juga bilang kalau Nona Wen pernah ke Yao Pingyang untuk mengunjungi seseorang. Dan pertemuannya rahasia! Kalau perempuan, mungkin kau bisa tenang. Tapi kalau laki-laki bagaimana? Kau pasti tidak nafsu makan!" kata Nie HuaiSang memanasi seperti kompor.
Jiang Ceng langsung terbakar dalam sekajap. "Hei!"
Nie HuaiSang tertawa-tawa. "Hahaha...! Kelihatan sangat jelas, asal kau tahu!" serunya dengan kipas andalan di depan muka. Padahal muka Jiang Cheng sudah memerah seperti tomat. "Hahaha, Jiang-Xiong... Jiang Xiong... kau pikir aku tak pernah memperhatikanmu?"
Wei WuXian sampai menoleh dari bukunya. "Ada apa? Ada apa?" tanyanya penasaran. Dia mendekat kepada merangkul kedua temannya itu.
Jiang Cheng pun memelototi dan Nie HuaiSang hanya mengibaskan tangan. "Tidak ada, Wei-Xiong..." katanya jahil. "Tuan Muda Jiang kita yang paling tampan hanya sedang jatuh cinta..."
"Kau!"
Jiang Cheng memukul buku porno Nie HuaiSang, mata Wei WuXian justru semakin lebar.
"Wah... benarkah? Siapa-siapa?"
Nie HuaiSang geleng-geleng kepala. "Tidak-tidak-tidak," katanya menolak, tapi masih dengan senyuman jahil. "Kalau namanya kukatakan, mata itu pasti bisa menembusku."
"Kuperingatkan kau..." desis Jiang Cheng.
Nie HuaiSang menatap mata Wei WuXian yang tak puas. "Tenang saja, Wei-Xiong... nanti kau juga akan tahu."
"Ahh... benar-benar tidak seru!" Wei WuXian menyenggol bahu Jiang Cheng. "Memang aku siapamu, sampai pakai rahasia?"
Jiang Cheng terlihat sangat kesal. "Memang aku juga siapamu, sampai kau punya rahasia dengan Tuan Muda Lan!" balasnya lepas.
"Apa?"
"Wuah..."
Nie HuaiSang menyembunyikan ekspresi terkejutnya di balik kipas. Dia menatap wajah bersitegang Wei WuXian dan Jiang Cheng satu per satu. Mereka bahkan hanya diam seperti patung dalam beberapa detik.
"Ini sungguh-sungguh tragedi!" seru Nie HuaiSang, seolah sedang melihat lelakon pentas.
"A-Apa maksudmu dengan rahasia?" tanya Wei WuXian.
Dipancing, Jiang Cheng pun meledak seketika. "Saat kalian berdua keluar dari Gunung Muxi!" katanya. "Dan lagi, kau pikir aku sudah kemana saja untuk mencarimu? Tapi setelah kembali ke Gusu kau malah bersamanya terus-terus menerus."
Wei WuXian tampak kaget. "Aku?"