Pada hari keberangkatan, Nie HuaiSang dan Jin GuangYao melintasi dermaga untuk berlayar.
QingHe memang agak jauh dari Gusu. Dia harus melewati Lian Huanwu... dan Nie MingJue sampai memerintahkan ajudan tersetianya untuk menemani adiknya itu.
Nie HuaiSang sendiri justru aneh. Dia tertawa di atas perahu padahal sebelum pergi sempat menangis di depan keramiknya. Adiknya itu bahkan membawa teropong mungil untuk melihat pemandangan di kejauhan. Dan saat perahu mulai tenggelam di kelokan, tangannya melambai pamit ke Nie MingJue.
"Kakak, aku pergiiii!" katanya, lalu menarik Jin GuangYao ke arah buritan dan menunjuk ke langit sana. Ada beberapa burung cantik, yang berputar-putar tanpa lelah.
Dia bilang di telinga Jin GuangYao... kalau di Gusu nanti harus pergi ke pasarnya dulu untuk membeli tinta hitam terbaik. Jin GuangYao tentu mendukung keinginan melukisnya dengan senyuman. Dia memberikan gambaran bahwa hasil karya itu akan bagus jika ditunjukkan kepada Nie MingJue pulang nanti—walau setelah beberapa saat Nie HuaiSang sempat mengejutkannya dengan satu pertanyaan.
"Kalau toko buku porno... ada tidak?"
"Maaf?"
Nie HuaiSang menyenggol bahunya dan menggoda. "Alah pasti kau tahu jelas..." katanya. "Bukankah peta wilayah dunia kultivasi sudah tersimpan di kepalamu, iya kan, Meng Yao?"
Jin GuangYao tampak bingung menjawab apa. Dia tak mungkin berbohong, tapi juga tak berniat menunjukkan informasi itu terlalu gamblang. Sebab Nie MingJue memang meminta laporan kegiatan Nie HuaiSang selama belajar. Dan mana mungkin dia membantu niat kriminal bocah ini?
"Meng Yao tidak sehebat itu."
Nie HuaiSang cemberut dan menhentak kaki. "Pasti tahu! Pasti tahu! Pasti tahu!" katanya yakin. "Gusu memang temaram tapi tak mungkin sesuci itu."
Mau tak mau, Jin GuangYao pun membeberkan segalanya dengan janji-janji manis dari Nie HuaiSang.
Lima menit kemudian, Tuan Muda Kedua itu pun langsung berlari turun perahu begitu sampai di pingggiran. "Yun Shen Buzhi Chu, aku datang!" jeritnya senang tanpa kendali. Dia berkeliling dan membuat iringannya kewalahan bahkan Jin GuangYao seorang diri. Kemana pun kakinya menuju, lelaki itu harus memimpin iringan sambil menjaga barang bawaan tetap baik.
"Seriuslah dengan tugasmu," kata Kepala Ajudan itu dengan senyum meremehkan. "Tuan Muda memang begitu, tapi kau tak layak lalai memperhatikannya.
Jin GuangYao pun mengulas senyum. "Ya," katanya. "Meng Yao akan lakukan yang terbaik."
"Bagus," kata Kepala Ajudan itu. "Sekarang aku harus kembali. Dan ingat kami mengawasimu."
Saat ditinggal pergi, Jin GuangYao menunjukkan wajah tegar.
Sejak datang ke QingHe, orang-orang di dalamnya memang tidak menaruh respek pada Jin GuangYao. Sehebat-hebatnya dia dalam bekerja, embel-embel anak pelacur tetap melekat kemanapun. Dan semakin Nie MingJue menunjukkan posisi baik di pohon keluarga, omongan api pun semakin berkobar di belakangnya.
Padahal rencana pengangkatan jabatan Jin GuangYao masih berupa hembusan angin, namun kericuhan tak henti-henti mengganggunya.
Sebagai tokoh panutan, Nie MingJue jelas berusaha berdiri lebih tegak. Dia membela kesan Jin GuangYao dan mencoba mempercayainya sepanjang waktu. Tak peduli kabar kosong yang berhembus, dia melupakan semuanya dan lebih berfokus pada Nie HuaiSang.
Perkembangannya, disamping bertugas mengurus masalah yang di QingHe.
"Apa?"
Nie MingJue terkejut kala mendengar laporan itu. Kepala Ajudannya sampai menyerahkan gulungannya secara langsung.
"Selengkapnya ada di sini, Tuan."
Nie MingJue sungguh tak habis pikir. Kalau selama di Gusu, Nie HuaiSang juga berpetualang terlalu jauh. Adiknya itu sempat berkunjung ke toko buku porno sebelum jalan-jalan dan melihat-lihat rumah bordil.
Ah, Ralat. Bahkan masuk ke dalamnya.
Jin GuangYao mengaku salah telah membocorkan info tidak penting. Mulanya lelaki itu mengira Nie HuaiSang hanya akan mencari buku porno, tapi rasa penasarannya malah berlari tanpa henti.
"Dia meminta maaf atas kejadian ini," kata si Kepala Ajudan. "Tapi setelah itu Tuan Muda Kedua langsung dibawa kembali menuju Yun Shen Buzhi Chu. Jadi Anda tidak perlu khawatir."
Nie MingJue menatap pria di depannya emosi. "Benar-benar hanya ini?" tanyanya selidik. "HuaiSang tidak menyewa pelacur atau semacamnya."
Kepala Ajudan itu memberi hormat dengan tundukkan. "Tidak, Tuan," katanya. "Beliau hanya duduk makan sesuatu dan bercanda bersama pelacur tua."
Tanpa sadar, Nie MingJue menekan pelipisnya. "Baguslah..." desahnya pelan. "Setidaknya dia tahu batas..." katanya lega. "Tapi apa Lan XiChen mengetahuinya?"
"Ya," jawab si Kepala Ajudan. "Tapi beliau tidak menghukum. Sebab Tuan Muda tidak melanggar jam keluar."
Nie MingJue geleng-geleng dan menggulung kembali laporan itu. "Teruskan," katanya tegas. "Jangan sampai dia lepas kendali."
"Baik."
Meskipun selama perjalanan berikutnya, Nie MingJue agak kepikiran.
Mengapa Nie HuaiSang hanya bicara dengan pelacur tua? Bukankah remaja lelaki memiliki rasa ingin tahu lebih dari itu?
"Tidak penting," gumam Nie MingJue tanpa sadar. "Dia hanya harus lulus tanpa membawa masalah besar."
.
.
.
"Berarti Xiandu itu hebat sekali..." gumam Nie HuaiSang.
Seperti biasa, saat istirahat dia membuka buku porno. Di sampingnya Wei WuXian pun ikut melihat-lihat. Kalau biasanya dia fokus, kali ini anehnya dia lebih tertarik menoleh ke bacaan di tangan Jiang Cheng.
"Tentu saja," kata Jiang Cheng dengan nada dibuat sombong. Seolah-olah dia sudah menjadi Xiandu saja. "Dia itu pemimpin diantara para pemimpin. Kalau seseorang sudah menempati posisi itu, kekuasannnya jelas diakui."