"Yah baiklah atur saja tempat dan jadwalnya dengan sekretaris ku, Ricard. Dia yang akan menghubungimu nanti," ucap Nicole sesudah ia berpikir sesuatu.
"Baiklah aku tunggu nanti malam, sampai berjumpa nanti, Ganteng ku," goda Jenny seraya tersenyum manis sambil melambaikan tangannya. Membuat Nicole tersenyum melihat tingkah Jenny yang begitu menggemaskan.
Nicole terus menatap kepergian Jenny, meskipun sudah menghilang dari pelupuk matanya, sampai ia melupakan kalau seharusnya ia berdiri di samping Anna untuk menyambut para tamu. Tetapi, dengan tiba-tiba Ricard menyadari Tuannya, dan kemudian Nicole kembali di samping Anna.
Saat melihat suaminya kembali ke dekatnya, membuat Anna tersenyum lalu ia bertanya. "Sayang, apa yang kalian berdua bicarakan tadi?"
"Oh ... itu, Jenny memintaku untuk bekerjasama dengan kafe miliknya sebab dia baru saja membuka usaha baru jadi dia perlu bantuanku. Um, kenapa? Apa kamu sedang cemburu, An?"
"Oh tidak! Aku hanya ingin tahu saja," jawab Anna pasrah.
Setelah itu perbicangan mereka selesai saat Nicole mulai berpaling dari wajah istrinya dan mulai fokus dengan beberapa tamu, lagi-lagi Nicole berpamitan untuk berbincang-bincang dengan temannya yang lain sampai membuat Anna merasa kesepian padahal itu adalah acaranya sendiri.
Nafasnya memburu saat melihat semua orang sibuk bahkan suaminya sendiri, lalu ia berbalik badan karena tidak ingin berdiam sendirian. Tetapi saat ia ingin pergi dari sana tiba-tiba saja sekretaris suaminya menghentikan jalannya.
"Maaf, Nona Anna, ingin kemana?" tanya Ricard dengan sopan.
"Aku juga tidak tahu, Ric. Tapi ... aku merasa bosan di sini," sahut Anna dengan raut wajah cemberut.
"Tuan Nicole sedang berbincang sebentar, jadi Nona Anna bisa mengobrol denganku saja," ajak Ricard seraya tersenyum.
"Terima kasih banyak, Ricard."
"Ya, Nona. Tidak perlu sungkan. Saya sudah lama mengabdi kepada Tuan Nicole, jadi kali ini Nona sudah menjadi bagian dari Tuan ku, selamat telah menjadi Nyonya Nicole. Jika nantinya Nona membutuhkan sesuatu hubungi saja saya," ucap Ricard dengan begitu jelas.
Mendengar hal itu membuat Anna mengangguk dan tersenyum, lalu ia menjawab. "Ya aku tahu, Ric. Semenjak aku berkerja bersama dengan Nicole, aku sudah mengetahui banyak tentangmu. Oh ya boleh aku tanyakan sesuatu?"
"Tentu saja, Nona Anna."
"Um, kenapa Jenny ada di sini? Maksudku bukankah dia berada di Jerman? Lantas kenapa tiba-tiba dia bisa menghadiri pesta pernikahanku?" tanya Anna.
"Oh mengenai hal itu Nona Jenny memang sudah beberapa Minggu yang lalu kembali kesini, dan menurut yang kutahu dia akan menetap di sini. Juga undangan pernikahan saya sendiri yang berikan karena menurut saya dia adalah teman yang wajib untuk di undang, karena mereka juga pernah berteman dulu, begitulah, Nona Anna." Ricard menjawab dengan apa adanya sesuai yang ia ketahui meskipun ia sedikit menutupi bahwa Nicole lah yang memintanya untuk mengundang Jenny.
"Oh begitu, baiklah kalau begitu terima kasih banyak, Ric."
"Sama-sama, Nona Anna. Kalau begitu saya permisi dulu. Nona tunggu di sini, saya akan panggilkan Tuan untuk kemari," ungkap Ricard, yang langsung disambut anggukan oleh Anna.
Sesaat setelah Ricard pergi, Nicole kembali ke dekat Anna. Mempelai pria itupun bertanya. "Apa yang sedang kalian bicarakan, An?"
"Oh itu Ricard hanya mengatakan kalau perlu sesuatu maka kabari dia, hanya itu," jawab Anna.
"Oh ... begitu. Ya sudah bagaimana kalau kita kembali ke mansion sekarang? Biarkan selebihnya Ricard yang mengurusnya," ajak Nicole.
"Ya baiklah."
Setelah pesta pernikahan itu, Anna bersama suaminya tidak begitu banyak berbicara. Entah kenapa sikap Nicole terlihat berbeda dari sebelum mereka menikah, pikir Anna saat itu. Malam pun tiba, di mana setiap pasangan suami istri selesai melakukan pesta pernikahan, dan malam itu adalah malam yang begitu di nanti-nantikan oleh banyaknya orang. Tetapi malam itu lagi-lagi Anna terheran dengan perlakuan yang Nicole tunjukkan padanya.
Nicole sedang duduk di depan televisi, lalu Anna mencoba mendekat dan ikut duduk di sampingnya. Ingin sekali Anna memeluk orang yang sudah sah menjadi suaminya setelah hubungan mereka hanya sebatas sahabat. Ia dengan sengaja memberikan pelukan tanpa Nicole duga. Tetapi saat itu juga Nicole mendorong tubuh Anna dengan perlahan sembari berkata.
"An, aku lelah sekali jadi duduklah yang tenang," ketus Nicole tanpa menatap ke wajah istrinya.
Raut wajah cemberut yang Anna perlihatkan saat mendengar suaminya berkata seperti itu. Ia pun kesal seraya menepuk pundak suaminya lalu menjawab. "Ihhh ... aku pengen peluk kamu, Sayang. Emangnya enggak boleh ya aku peluk suamiku sendiri?"
"Bukan enggak boleh, tapi aku lagi pengen duduk tenang aja. Lagian kenapa sih manja banget bukannya duduk yang bener," ketus Nicole.
"Loh kok kamu malah jawabnya gitu sih? Aku kan istrimu ya wajar dong aku pengen kamu manjain. Lagian inikan malam pertama kita, Sayang ...," gerutu Anna sembari memanyunkan bibirnya.
"Udah deh ya aku lagi capek mau keluar sebentar, dan malam pertama kita udah selesai malam pertama sebelum-sebelumnya. Oh ya kalau nanti aku pulangnya telat kamu enggak perlu tungguin aku ya tidur aja terus." Nicole berkata tanpa menatap wajah Anna.
Mendengar ucapan yang keluar dari mulut suaminya membuat Anna berpikir keras. 'Mau keluar? Mau kemana dia malam-malam begini? Apalagi ini malam pertama kami. Apa aku tanyakan saja pada Ricard? Seharusnya memang begitu.'
Anna pun bergegas mengambil ponselnya seraya melihat Nicole sedang bersiap-siap. Pakaiannya begitu rapi dan juga wangi seperti ada pertemuan khusus yang sangat penting. Saat Anna mengambil ponselnya, tiba-tiba saja Nicole memanggilnya.
"An, aku keluar sebentar ya ada pertemuan penting dengan temanku, biasalah kami ingin berinvestasi. Jadi kalau aku tidak datang maka kesempatan untuk mendapatkan bonus yang besar akan hilang. Kamu baik-baik di rumah ya, dan jangan keluar kemanapun karena aku tidak ingin istri cantikku ini di kagumi oleh pria lain," ucap Nicole panjang lebar sembari berpesan, dan sekaligus memberikan kecupan.
"Tapi kamu mau kemana malam ini? Apa aku tidak boleh ikut?" tanya Anna seraya menggenggam tangan suaminya.
"Jangan, Sayang. Kamu tunggulah di rumah. Nanti kamu bisa masuk angin. Oh ya kalau aku telat pulang tidur saja jangan menungguku." Lagi-lagi Nicole berucap begitu manis.
"Ya aku tahu, kamu sudah mengatakannya tadi. Hanya saja aku perasaanku tidak enak malam ini. Bisakah kamu membatalkannya?" Anna bersikeras.
Melihat Anna yang tidak menurut padanya, sampai membuat Nicole kesal lalu mendorong tubuh mungil itu sampai terhempas jatuh ke ranjang. "Aku sudah katakan ada keperluan penting yang tidak bisa ku batalkan jadi menurut saja! Kau ini istri macam apa tidak mau mendengarkan ucapan suami. Ah sudahlah! Mood ku jadi berantakan karena mu!"
Ucapannya yang kasar sampai membuat Anna terdiam dan tidak berani menjawab ditambah punggungnya yang sedikit sakit akibat dorongan yang keras dari suaminya. Tetesan air mata pun perlahan mulai membasahi wajahnya, sampai akhirnya Nicole pergi tanpa memperdulikan Anna yang sudah mulai menangis karenanya.