"Jika aku menghilang, apa kau akan mencariku?"
Dengan suara yang bergetar Alde bertanya. Berharap, jika pria di hadapannya akan membalikkan tubuhnya dan menatapnya. Namun...
"Jangan mengatakan hal yang aneh. Pernikahan kita hanyalah sebuah rekayasa. Tidak ada cinta di dalamnya. Jadi, jangan mengharapkan apapun dariku."
Jawaban yang menohok tepat di ulu hati. Membuat Alde harus mengepalkan tangannya sekencang yang ia bisa jika tak mau air matanya jatuh membasahi wajahnya. Ia tak boleh menangis. Setidaknya, untuk saat ini, ia tak ingin menangis.
Tanpa menoleh pria itu kembali berbicara, "Jika sudah tak ada yang ingin kau katakan lagi aku akan pergi, Nyla sudah menungguku." ucapnya sembari melanjutkan langkahnya yang tertunda.
Senyum pahit tercipta di wajah Alde. Pada akhirnya, ia tetap tak bisa membuat pria itu mencintainya. Mau berusaha sekeras dan selama apapun, jika pria itu tak memiliki keinginan untuk menoleh ke arahnya... apa daya?
"Elio." panggil Alde, membuat sang pemilik nama yang sudah menggenggam kenop pintu berhenti bergerak.
Entah mengapa, untuk kali ini Elio menolehkan kepalanya. Pria itu merasa jika ia harus melakukannya. Manik obsidiannya bertabrakan dengan manik hazel milik wanita yang saat ini tengah tersenyum ke arahnya.
"Maafkan aku yang sudah membuat hidupmu berantakan karna kehadiranku." dengan suara yang menahan tangis Alde mengatakannya.
Untuk yang terakhir kalinya, ia hanya ingin Elio mengingat senyumannya. Alde hanya ingin pria itu mengingat wajah tercantiknya, sebelum ia pergi dan menghilang untuk selamanya.
"Terima kasih untuk semuanya dan... selamat tinggal."
*
*
*
'Jika benang merahmu adalah benang merah milikku, apakah semuanya takkan jadi serumit ini?'