Chereads / Öde / Chapter 5 - 4

Chapter 5 - 4

"Nyla!"

Jeritan itu membuat pria yang tengah mengukung tubuh Nyla di atas meja setinggi dengkul berhenti bergerak. Ia menolehkan kepala, meneliti sosok Alde dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Alde mengenali pria itu. Dia adalah orang yang sebelumnya memberikan Nyla minuman dengan cuma-cuma. Dari sikapnya saja ia sudah tau, jika pria ini memiliki maksud terselubung ketika memberikan minumannya pada Nyla.

"Alde..." suara yang penuh akan ketakutan itu membuat Alde memutus pandangannya dari pria di atas Nyla. Dengan sangat jelas ia melihat sahabatnya yang sudah menangis terisak, berusaha mempertahankan pakaian yang hendak di lepas paksa dari tubuhnya.

"Menyingkir dari atas temanku!"

Alde berlari mendekati mereka. Dengan sekuat tenaga kencang ia mendorong tubuh pria itu hingga jatuh tersungkur di sudut ruangan.

"Brengsek!" bentaknya kesal karna merasakan sakit pada sikunya yang terantuk lantai.

Melihat kesempatan itu, dengan cepat Alde segera menarik Nyla untuk pergi dari sana. Mengajak sahabatnya lari keluar dari tempat penuh akan predator yang mengintai.

"Jangan lari kalian!"

Alde menoleh. Ia mendapati jika pria yang hendak menggauli Nyla sudah mengejar mereka sekencang yang ia bisa.

"Percepat langkah mu Nyla!" panik Alde.

Dengan sengaja Alde menerobos kerumunan manusia di lantai dansa, berusaha mengecoh pria yang saat ini sibuk mencari presensi mereka di tengah lautan orang.

"Ke sini!" Alde menyeret Nyla keluar dari kerumunan. Mencari jalur yang bisa membawa mereka menuju pintu keluar club dan juga menghambat pria di belakangnya.

Ketika mereka berhasil keluar dari club, Alde tak menghentikan larinya. Ia berusaha mencari apa pun atau siapa pun yang bisa membantu mereka kabur dari kejaran pria gila yang masih mengincar mereka. Akan tetapi, jalanan yang sebelumnya ramai ketika mereka datang tiba-tiba saja mendadak sepi. Tak ada satupun kendaraan atau orang yang berlalu lalang, membuat mereka kesulitan untuk meminta pertolongan.

"Brengsek, jangan lari kalian!"

Jeritan itu membuat Alde kembali menoleh. Ia terkejut ketika pria itu sudah membawa dua orang temannya untuk membantu mengejar dirinya dan Nyla. Tak habis akal, Alde menyeret Nyla masuk ke dalam gang. Berusaha mengecoh pengelihatan orang-orang di belakang mereka dengan melalui jalur pendek yang berkelok.

"Alde, aku tak sanggup, aku sudah lelah." keluh Nyla di sela-sela nafasnya yang sudah memendek.

"Jangan berhenti!" bentak Alde.

Sejauh apa pun keduanya berlari mereka hanya menemukan jalanan kosong. Tidak ada tempat yang bisa mereka gunakan untuk bersembunyi. Dan...

"Alde- ah!"

Jeritan yang disertai tarikan pada tangan yang menggandeng membuat Alde menghentikan langkahnya. Ia menoleh, mendapati Nyla yang sudah jatuh tersungkur di atas trotoar jalan.

"Nyla, kau baik-baik saja?" tanya Alde, cepat-cepat ia segera menghampiri sahabat nya yang terjatuh dan mengecek keadaannya.

"Kakiku... kakiku terkilir!" ringis Nyla sembari memegangi pergelangan kaki kanannya yang terasa sangat sakit dan menusuk.

Siapa yang tidak panik ketika mendengar kalimat itu? Mereka tidak bisa berhenti di sini. Tidak dengan orang-orang yang masih berusaha mengejar mereka. Sayup-sayup Alde masih bisa mendengar derap langkah dan teriakan-teriakan yang mencari keberadaan mereka.

"Di mana kalian!!"

Jantung Alde berdegup kencang. Ia menoleh ke belakang, merasa jika orang-orang mengejar mereka sudah mulai mendekat.

"Alde..." rengek Nyla, sudah menangis karna sakit dari kaki yang terkilir.

Dengan menguatkan diri Alde segera menarik Nyla naik ke atas punggungnya. Menggendong sahabatnya untuk pergi dari sana.

"Jangan menangis, kau akan baik-baik saja."

Menggunakan segenap kekuatan yang ia punya, Alde berjalan melanjutkan pelarian mereka. Manik coklat jernihnya meneliti tiap daerah di sektarnya, mencari jalur aman yang bisa ia lewati untuk menghindari orang-orang di belakangnya.

Dan di tengah-tengah itu,

"Nona, kau baik-baik saja?"

Seorang kakek tua yang entah muncul dari mana tiba-tiba menegurnya. Kakek itu sedang menarik sebuah gerobak berisi beberapa lembar kardus yang sudah di lipat.

"Kakek! Tolong!" ucap Alde dengan mulut bergetar, "Tolong sembunyikan temanku!"

Kakek itu menatap bingung Alde sebelum akhirnya melirik Nyla yang entah sejak kapan sudah kehilangan kesadaran di gendongan Alde.

"Di mana kalian!!" jeritan penuh amarah itu mengejutkan Alde. Ia kembali menatap sang kakek, menunggu pria paruh baya itu mengeluarkan jawaban yang ia harapkan.

Semakin lama ia menunggu, semakin dekat pula langkah kaki para pengejar itu. Alde panik, ia tak tau lagi harus berbuat apa. Kakinya sudah tak kuat jika harus berlari sambil menggengong Nyla. Hingga,

"Cepat taruh dia ke dalam gerobak." titah kakek itu sambil mengangkat kardus yang berada di dalamnya.

Mendengar kalimat itu membuat Alde menghela nafa lega. Mengikuti instruksi sang kakek, ia segera menaruh Nyla ke atas gerobak, membantu sang kakek menutupi tubuh sahabatnya menggunakan kardus.

"Tolong jaga dia sebentar Kek, aku akan datang lagi dan mengambilnya setelah masalah ini selesai." ucap Alde pada Kakek tersebut sebelum berlari pergi.

"Ah, tunggu nona!"

Alde tak mendengar panggilan itu. Saat ini pikirannya hanya terfokuskan untuk segera pergi dari sana, berharap jika orang-orang tersebut tidak menghampiri sang kakek dan Nyla.

"Itu dia!" jerit salah seorang pria yang tak sengaja melihat Alde membelokkan dirinya masuk ke dalam gang lebih dalam.

Walau paru-parunya sudah terasa panas seperti di bakar tiap kali ia menarik nafas, kakinya bergetar karna lelah, dan tubuhnya basah oleh keringat, Alde tak bisa berhenti. Ia harus terus berlari jika ingin selamat.

Ketika melihat sebuah belokan yang cukup terang, Alde berpikir jika itu adalah jalur keluar untuknya menuju jalan besar. Bunyi klakson yang ramai pun membuat harapannya tumbuh semakin besar. Dengan penuh keyakinan Alde melarikan dirinya ke arah belokan tersebut.

Namun, apa yang terjadi jika jalan yang ia pilih ternyata bukan jalan keluar? Melainkan tempat yang menahannya untuk kabur?

Alde menolehkan kepalanya ke sekitar, mencari asal suara kendaraan ramai yang ternyata berasal dari tv di dalam salah satu gedung apartemen sederhana di daerah tersebut.

Dan ketika ia hendak kembali lari, dari depan, orang-orang yang mengejarnya tiba. Dengan nafas pendek sama seperti Alde, pria-pria itu tersenyum.

"Kau kemanakan temanmu?"

Alde menutup rapat mulutnya, menatap tajam pria yang sudah berjalan maju untuk menghampirinya. Pria yang menjadi sumber masalahnya dan Nyla.

"Kalau kau mau membiarkan aku mencicipi temanmu, mungkin kau tidak akan terpojok seperti ini." ucap pria itu lagi sembari mendekatkan wajahnya pada wajah Alde.

Karna kesal mendengar kalimat itu, tanpa takut Alde meludahi wajah pria di hadapannya. "Mau kau membunuhku sekali pun, aku takkan pernah membiarkanmu menyakiti sahabatku."

Pria itu menatap Alde dengan tatapan terkejut. Ia mengelap ludah yang sudah membasahi wajahnya lalu tertawa.

"Kau benar-benar membuatku kehilangan kesabaran." bersamaan dengan kalimat itu, pria yang tingginya lebih dua jengkal dari Alde segera mencengkram keras leher Alde. Membiarkannya tercekik. "Kau satu-satunya wanita yang membuatku semarah ini."

Tanpa rasa kasihan sedikit pun pada Alde yang tengah meronta, pria itu dengan sengaja mengencangkan cengkramannya. Tersenyum ketika melihat Alde meringis, berusaha keras mengisi paru parunya dengan udara di sekitarnya.

"Le... pas..."

Air mata sudah jatuh membasahi wajah Alde. Ia berusaha mencakar tangan yang melilit lehernya, berharap akan terlepas darinya ketika sang pemilik merasa kesakitan namun, pada akhirnya usahanya sia-sia.

"Jika di lihat dari dekat, wajahmu cantik juga. Bisa kujadikan pengganti temanmu."

Alde sudah tak mempedulikannya. Kesadarannya sudah menipis. Tangan yang sudah merayap di tubuhnya pun tak bisa ia singkirkan. Tak ada tenaga untuk melawan. Alde hanya bisa pasrah menunggu hingga kesadarannya menghilang saja. Berharap tak merasakan perlakuan menjijikkan yang akan dilakukan pria di hadapannya padanya.

Ketika mata Alde hampir tertutup sempurna dan sekitarnya menggelap, ia mendengar sebuah jeritan melengking menelusup masuk ke dalam telinganya.

"Lepaskan dia!"