Chereads / Love Another Me / Chapter 6 - 6

Chapter 6 - 6

Sedah lima belas menit Jan menatap tajam ke arah Seva, tanpa berbicara juga tanpa melakukan apapun.

Seva risih, berusaha menyembunyikan warna wajahnya yang sudah berubah kemerahan. Heran dengan setiap tingkah laku Jan yang absurd sejak mereka bertemu tadi pagi.

Saat di dalam kelas pun begitu, melamun sambil terus menatap ke arah Seva walaupun Seva sudah mengambil kursi paling jauh dari tempat duduk Jan. mata Jan tak lepas barang sedetikpun dari Seva, dari awal hingga akhir mata kuliah. Pikir Seva, Jan sudah tak waras.

"Kau punya saudara kembar?" Tanya Jan random, langkah kaki pemuda itu terus mengikuti kemanapun Seva pergi.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Seva balik bertanya.

"Hey aku bertanya padamu, Seva, mengapa kau malah balik bertanya?" Jan menaikkan nada bicaranya, memancing sedikit amarah dalam diri Seva.

"Ada apa denganmu Jan? Dari pagi kau terus mengatakan hal-hal yang tak masuk akal. Aku kesal mendengarnya!"

"Harusnya aku yang marah! Kau terus saja menghindar dariku juga pertanyaanku."

"Bagaimana tidak, kau terus saja melontarkan pertanyaan random sedari tadi!"

"Aku hanya bertanya, apa susahnya sih menjawab?!"

"Berhenti membentakku Jan!" Protes Seva dengan nada tinggi sehingga mengundang perhatian orang-orang di jalan.

Jan terdiam, melirik ke sekeliling orang-orang yang berlalu lalang sambil menatap heran ke arah mereka.

Jan sadar akan kesalahanya, mungkin dia terlalu memaksa Seva. Lihat saja sekarang, gadis di hadapannya itu sudah memasang ekspresi kesal dengan alis dan bibir yang menekuk tajam.

Jan menghela nafas panjang, berusaha meredakan api emosi yang sempat tersulut. Ia meraih kepala Seva, lalu mengelusnya lembut.

"Maaf." ucap Jan namun Seva hanya terdiam.

"Mari kita bicarakan ini baik-baik." lanjut Jan tapi Seva masih terdiam.

"Ayam geprek sambal matah, aku yang bayar." Seva tersenyum kegirangan, menarik lengan Jan agar berjalan cepat menuju tempat tujuan.

"Yang kaya gini aja baru nyaut huh!" keluh Jan kesal sembari memutar bola matanya.

Seva terus menarik lengan Jan, menyeretnya menuju tempat makan favorit mereka, akan tetapi langkah mereka terhenti di depan gerbang utama kampus kala seorang wanita berumur sekitar empat puluh tahun datang menghampiri Seva sambil berteriak-teriak.

Seva dan Jan celingukan mencari siapa orang yang dituju oleh wanita itu, tapi ternyata wanita itu datang menghampiri Seva dan langsung menarik surai panjang Seva dengan penuh emosi.

"DASAR KAU PELAKOR!"

"Pelakor?, AW AW AW!!!!"

Seva menjerit kesakitan, tak kuasa menahan perihnya helai demi helai rambut yang berguguran dicabuti sang wanita tua. Gadis bersurai panjang itu tak terima, aset berhaganya dirusak begitu saja. Seva mulai memberontak dengan balas menjambak surai ikal wanita itu, tidak peduli bahwa wanita itu lebih tua darinya.

Jan bingung harus melakukan apa melihat aksi saling jenggut antar kedua wanita tersebut. Sangat brutal sampai-sampai menarik perhatian orang-orang yang belalu lalang. Benar-benar adegan yang memalukan. Jujur Jan takut untuk melerai keduanya.

Wanita tua itu terus saja memanggil-manggil Seva dengan sebutan pelakor, tak paham mengapa dia memanggil Seva seperti itu. Pernah berpacaran saja tidak, apalagi menjadi pelakor, sudah gila kali dia. Ini namanya pencemaran nama baik.

Sekarang pertarungan antar macan betina itu sudah beralih dari saling jambak, menjadi saling cakar. Seva menyesal sudah memotong kuku tangannya kemarin, masalahnya dia kalah tanding dengan si wanita tua yang kukunya nampak panjang dan terawat, seperti habis di manikur setiap minggu. Tapi Seva tak menyerah begitu saja, ia mendorong tubuh berisi wanita dihadapannya dengan sekuat tenaga, hingga wanita itu terjungkal ke belakang.

Seva buru-buru merapikan baju serta surainya yang sudah berantakkan. Mengambil tasnya yang sempat terjatuh ke tanah saat adu cakar tadi.

"Maaf bu, tapi sepertinya anda salah orang."

"Salah orang? Jelas-jelas kau orang yang sudah merebut suamiku kan?!"

"Maaf tapi anda tak memilki bukti bahwa aku lah yang telah merebut suami anda."

"Kau minta bukti? Baiklah akan ku perlihatkan padamu."

Wanita itu mengeluarkan handphone dari tas jinjing mewahnya. Memperlihatkan sebuah isi teks percakapan juga foto seorang pria paruh baya yang sedang merangkul seorang gadis yang nampak tak asing baginya.

Tunggu, itu wajah Seva! bagaimana bisa gadis di dalam foto itu memiliki wajah yang sama persis dengan Seva?

"Kana." celetuk Jan

"Kau mengenalnya?" Tanya Seva sedikit terkejut.

"Inilah yang ingin aku tanyakan sejak pagi. Apa kau memiliki kembaran bernama kana?"

"Maaf tapi gadis dalam foto ini bukan aku." bantah Seva lagi, karna Seva yakin gadis yang ada di foto itu bukanlah dia dan ia pun tak ingat pernah bertemu dengan pria tua jelek yang katanya suami wanita di hadapannya.

"MENGAKU SAJA KAU DASAR JALANG!"

Teriak wanita tua itu, sembari menghantamkan tas mewahnya ke kepala Seva dengan keras hingga tubuh Seva tersungkur ke aspal.

DUG!

Satu detik...

Dua detik...

Tiga detik...

Tak ada pergerakan dari Seva. Jan dengan cepat menghampiri Seva yang tergeletak di tanah, sambil terus mengguncang tubuh sahabatnya tersebut.

"Seva! Seva! Bangun Seva!" Panggil Jan berkali-kali, namun tak ada sedikitpun respon dari Seva.

"A-aku hanya memukulnya perlahan, aku tidak... Aku tidak.... Aku tidak memukulnya sekeras itu..."

Wanita tua itu mulai cemas, keringat dingin mengalir dari pelipisnya. berjalan mundur selangkah demi selangah menjauhi diri dari Jan dan Seva, lalu berlari masuk ke dalam mobil dan melajunya dengan kecepatan penuh, kabur karena takut jika nanti dia lah yang akan di salahkan.

Jan menggendong Seva, membawa tubuh gadis yang tak sadarkan diri itu ke salah satu gedung fakultas terdekat. Berharap seseorang bisa menolong temannya.

Jan memasuki ruang ke sehatan di gedung itu, namun nampaknya tak ada siapapun disana. Jan meletakkan tubuh Seva ke atas kasur dengan perlahan, merapikan rambut Seva yang sempat menutupi wajah cantiknya.

Jan bergegas ke luar mencari petugas kesehatan yang seharus berjaga. Tak membutuhkan waktu lama, Jan kembali dengan sorang petugas yang membuntuti dari belakang. Baru juga ditinggal sebentar, sekarang tubuh Seva sudah tidak ada di atas kasur.

"Lho mana? Katanya temanmu pingsan?" Tanya si petugas kesehatan pada Jan.

"Tadi dia ada di sini bu, saya sendiri yang membawanya kesini."

"Kamu Jangan bohong sama saya." sang petugas menatap curiga kearah Jan, mengira bahwa pemuda dihadapannya sedang mempermainkannya.

"Saya tidak bohong bu, saya sumpah." jelas Jan meyakinkan si petugas, wajahnya bingung mencari ke sana kemari sosok Seva diruangan itu.

*****

Martin membuka pintu tolet, langkahnya terburu-buru sudah tak tahan ingin segera berkemih. Martin membuka resleting celananya dan langsung mengeluarkan apa yang sudah ia tahan-tahan senjak satu jam yang lalu. Ia menghela nafas lega seketika selesai.

"Waw punyamu besar juga." ucap seorang gadis yang muncul entah dari mana, menatap tepat ke arah alat privat milik Martin.