Chereads / Love Another Me / Chapter 10 - 10

Chapter 10 - 10

Jan melaju sepeda motornya kencang. jarum merah di Speedometernya pun terus bergerak kearah kanan, pertanda ia tak sedikitpun mengurangi kecepatan. Jan bahkan sudah lupa akan keselamatannya juga sepeda motor pinjamannya itu. Langit malam yang gelap pun tidak menghalangi Jan, yang ia pikirkan hanyalah bagaimana caranya agar dia bisa mempersempit jarak antar motornya dengan motor yang dikendarai Febri.

Setelah mengebut seperti orang gila, akhirnya Jan bisa juga mempersempit jarak dengan motor Febri. Jan sedikit demi sedikit memperlambat kecepatannya, menyesuaikan dengan laju motor berwarna merah di depan. Ia terus membuntuti Febri dan Seva dari belakang, berusaha untuk tidak kehilangan jejak keduanya.

Jujur saja Jan bena-benar terkejut. Ia tidak menyangka Seva akan menemui Febri, bahkan Febri sendirilah yang datang menjemput Seva. Seingat Jan, Seva pernah mengatakan bahwa ia sama sekali tidak mengenali Febri. Tapi anehnya, sekarang dia pergi bersama dengan anak SMA tersebut.

Dari sini Jan tanbah curiga. Apa Seva hanya berpura-pura tidak mengenali Febri waktu itu, atau orang yang di bonceng oleh Febri adalah salah satu dari alter milik Seva. Tapi mengenai Seva yang mengidap kepribadan ganda belum terbukti adanya, jadi Jan hanya bisa berasumsi bahwa Seva tengah berbohong kepadanya.

Motor Febri berhenti di sebuah lapangan bola basket tak jauh dari taman kota. Jan cepat-cepat menghentikan motornya, mengambil jarak cukup jauh dari tempat Febri memarkirkan motor.

Jan mencoba mengintip Seva dan Febri dari balik semak-semak. Dengan otak cerdasnya, Jan menggunakan handphone miliknya agar bisa melihat mereka berdua dengan lebih jelas. Ia zoom in kamera handphone itu hingga yang paling maksimum. Jan memang bisa melihat interaksi Seva dan Febri dengan jelas, tapi sayangnya Jan tidak bisa mendengar apa isi pembicaraan mereka.

Seva terlihat sangat akrab dengan Febri, bahkan sahabat Jan itu nampak begitu senang berada di samping Febri. Jan jadi penasaran dengan apa yang sedang mereka bicarakan, dia juga merasa sedikit cemburu dengan interaksi mereka berdua.

"aduh mikir apa sih?

Mana mungkin aku cemburu dengan Seva?

Hubunganku dengan Seva hanya sekedar teman dan tidak lebih. Tidak ada yang spesial diantara kami."

Jan menggeleng-gelengkan kepalanya, menyadarkan diri dari lamunan. Ia kembali fokus ke arah kamera untuk memantau Seva dan Febri. Namun saat Jan melihat ke arah kamera, di sana hanya ada Febri yang melambai ke arahnya dan tidak ada Seva.

Jan salah lihat atau kamera handpone-nya yang rusak? Jan terus mengecek bulak-balik layar handpone, tapi tak ada satupun yang salah.

"Kau sedang apa?"

Jan terperanjat dari tempat persembunyiannya, terkejut melihat Seva yang tiba-tiba muncul di sampingnya.

"Hey! Jawab pertanyaanku!"

Jan panik tak tau harus menjawab apa. Mana mungkinkan Jan mengatakan bahwa dia menguntit Seva sejak tadi pagi? Yang ada jan malah dikira orang mesum. Satu-satunya cara agar Jan tidak dicurigai oleh seva adalah dengan mencari alasan logis, tapi apa?

"A-anu... Itu... Aku... Aku tinggal di dekat sini va. Iya aku tinggal di dekat sini." papar jan mencari-cari alasan.

Bodohnya Jan. Jelas-jelas Seva tau dimana letak tempat tinggal Jan, sangat jauh dan arahnya pun berlawanan dari sini, mana mungkin Seva akan percaya dengan perkataan Jan.

"Bodoh! Bodoh! Bodoh!"

Jan terus merutuki dirinya sendiri dalam hati, menyesali kecerobohannya. Apalagi sekarang Seva sedang menatap curiga ke arah Jan, membuat pemuda jangkung itu cemas tak karuan.

"Ooh begitu ya. tapi tunggu."

Seva menyipitkan mata, wajahnya semakin mendekat ke arah Jan seakan sedang memindai sosok di hadapannya.

Seketika keringat dingin mengalir dari pelipis Jan. Dalam hati ia terus berdoa agar tuhan memberikannya keajaiban. Ia harap Seva lupa dimana Jan tinggal dan mempercayai perkataannya.

"Ooh... Kau orang yang waktu itu ya?"

"Hah?!"

Jan bingung dengan respon Seva yang nampak datar. Ia juga tak paham dengan maksud dari perkataan Seva tadi.

"Waktu itu?"

"Kau pemuda yang meminjamkanku jaket kan?

Walaupun saat itu aku sedang mabuk, tapi aku mengingat wajahmu dengan jelas.

Terimakasih ya."

"Oh, ya, tak masalah."

Jan hanya mengiyakan, tapi dalam benaknya ia bertanya-tanya. Bukankah Seva mengaku dia tidak pergi malam itu, lalu mengapa dia berterimakasih karena Jan meminjamkan jaket kepadanya.

"Ngomong-ngomong kita belum pernah berekenalan. Namaku kana. Siapa namamu?"

Jan menatap heran ke arah Seva. Untuk apa mereka berkenalan, mereka kan sudah kenal lama. Apa Seva sedang bercanda, atau dia sudah lupa dengan sahabat karibnya sendiri?

Aneh, Seva benar-benar aneh hari ini, tingkah lakunya sama seperti hari itu, hari dimana Jan memergoki Seva yang sedang berkencan dengan seorang pria paruh baya. Tadi pagi Seva baik-baik saja, tapi menjelang malam tingkah gadis tu berubah. Seva bertingkah seperti dia adalah orang lain.

tunggu,

Kana?

Beberapa detik kemudian Jan sadar. Mungkinkah ini yang dijelaskan oleh ferdinan kemarin?

Kepribadian ganda.

Apa sosok yang berdiri di hadapan Jan ini sekarang bukanlah Seva, melainkan alter lain milik Seva? Jan jadi penasaran ingin mencari tau.

"Apa ada yang salah dengan wajahku?" Tanya Kana menyadarkan Jan yang sedari tadi menatap wajahnya.

"Ah tidak. Wajahmu mengingatkanku pada temanku"

"Seva?"

"Bagaimana kau tau?"

"Waktu itu kau terus memanggil-manggilku Seva."

"M-maaf aku kira kau temanku, tapi ternyata bukan."

"Apa aku terlihat mirip dengannya?"

"Tentu saja mirip, kalian kan satu orang." jawab Jan dalam hati.

Ingin sekali Jan membalasnya seperti itu, tapi mana mungkin kan?

Sekarang yang bisa Jan lakukan adalah mengikuti alur dan memastikan bahwa orang di hadapannya ini bukan Seva, melainkan kana. Memastikan apa benar bahwa Seva mengidap gangguan kepribadian ganda atau tidak.

"Ya kalian terlihat sangat mirip." jawab Jan seraya mengangguk-anggukan kepala.

"Halo ka! Kita ketemu lagi." sapa Febri pada Jan, langkah kakinya ringan mendekat ke arah Jan dan Kana yang sedang asik bercengkrama.

"Kalian saling kenal?" Tanya Kana pada Febri.

"Kami pernah bertemu di-" belum sempat menjelaskan, mulut Febri sudah dibekam oleh Jan.

"Kami pernah bertemu di jalan, ya di jalan." lanjut Jan sambil tetap membekam mulut Febri walaupun pemuda itu meronta-ronta minta dilepaskan. Akan gawat jadinya jika Seva tau bahwa Jan dan Febri pernah bertemu di kampus. Rencananya memantau Seva bisa-bisa gagal.

Febri menepis tangan Jan dan berhasil melepaskan diri dari si pemuda jangkung. Mengambil langkah mundur menjauhi Jan.

"Kau ini kenapa sih!"

"Sttt... Nanti akan ku jelaskan padamu, tapi untuk sekarang diamlah dan ikuti perkataanku" bisik Jan pada telinga Febri. Tanpa banyak bertanya Febri mengangguk dan menuruti perintah Jan.

"Oh ya sampai lupa. Perkenalkan namaku Januar. Kau bisa memanggilku Jan. Salam kenal"