Chereads / Love Another Me / Chapter 14 - 14

Chapter 14 - 14

Martin menarik nafas lalu membuangnya perlahan. Ia mencoba untuk menenangkan diri, berusaha mengumpulkan keberanian untuk menyatakan perasaannya pada seorang gadis yang sudah diidam-idamkan sejak dulu.

Nama gadis itu Andini, seorang primadona di jurusan komputer. Tidak! Bisa dibilang dia primadona di kampus ini. Konon katanya kecantikan andini tidak kalah saing dengan mahasiswi top dari jurusan hukum bernama seva yang sayangnya belum pernah Martin lihat.

Merasa sudah cukup tenang, martin melangkahkan kakinya menghampiri andini yang sedang duduk santai di kantin fakultas sambil menikmati segelas boba milk tea. Nampaknya niat Martin sudah bulat. Dengan membawa setangkai bunga mawar merah yang ia beli di toko bunga dekat rumahnya, martin terus berjalan seraya berdo'a agar perasaan yang sudah ia pendam hampir satu tahun ini dapat terbalaskan, mengingat perjuangannya untuk mendekati andini yang begitu gencar ia lakukan dari mulai memberikan andini berbagai macam hadiah, membantu mengerjakan tugas-tugas kampus, hingga mengantar andini kesana-kemari kemanapun sang pujaan hatinya ingin pergi. Martin percaya sembilan puluh sembilan persen perasaannya akan diterima oleh sang pujaan hati.

"Andini!"

Yang dipanggil menengok.

Martin dengan segera berlutut seraya mengasongkan setangkai bunga mawar merah ke hadapan andini.

"Maukah kau menjadi kekasihku?" Ungkap martin membuat atensi setiap orang beralih kepadanya.

Jantung martin berdegup sangat kencang karena gugup. Ia menundukkan kepalanya, tak berani menatap andini secara langsung.

"Martin." saut Andini.

Namun ketika martin menengadahkan kepalanya ke arah andini, tiba-tiba saja segelas boba milk tea disiramkan kepadanya hingga membasahi rambut juga wajah martin.

"Ketahui posisimu." Ucap Andini dingin diiringi tatapan jijik ke arah martin.

"Kau kira aku mendekatimu karena aku menyukaimu huh?!

Jangan bodoh! Apa kau pikir lelaki culun sepertimu sebanding dengan seorang primadona sepertiku?

Aku mendekatimu hanya untuk memanfaatkanmu saja, tapi aku tak menyangka kau menganggapnya lebih dan menembakku. Sungguh tidak tau diri!"

Andini mendengusan kesal, kemudian ia pergi berlalu meninggalkan Martin yang masih diam termangu mencerna setiap kata-kata kejam yang terlontar dari mulut andini.

Kini Martin sadar, seberapa bodohnya dia samapai-sampai melupakan satu persen kemungkinan ia akan ditolak. Atau mungkin sejak awal tidak ada kesempatan sedikitpun bagi lelaki cupu kutu buku seperti martin untuk mendapatkan hati dari seorang gadis populer yang banyak dipuja-puja banyak orang itu.

Benar apa yang dikatakan andini.

Sungguh tidak tau diri!

***

Sekarang Martin sudah ada di toilet. Membasuh rambut juga wajahnya yang lengket di toilet karena siraman boba milk tea yang aromanya masih menempel pada rambut juga kerah baju martin.

Martin mengangkat kepala, memandang ke arah pantulan bayangan wajahnya dicermin. Sungguh wajah yang memuakkan, wajar jika andini menolaknya. Lihat saja wajah buruk rupa itu, kusam dan dipenuhi jerawat. Sungguh keajaiban jika ada seseorang yang menyukainya.

Tiba-tiba saja terdengar alunan musik balad menggema di setiap sudut toilet mengiringi suasana kelabu di hati Martin. Pelakunya tidak lain dan tidak bukan ialah Deby yang muncul sembari memutar lagu balad dari handphone-nya.

"Aku bisa lihat dari ekspresi wajahmu yang kusut, kau pasti habis ditolak ya?" Tebak Deby namun Martin hanya menatap dingin ke arah Deby.

"Ooh ternyata tebakanku benar"

"Kenapa kau masih di sini? Apa kau masih belum sadar juga?"

"Tentu saja sudah. Terimakasih kepadamu sekarang aku sadar siapa aku sebenarnya"

"Benarkah?"

Deby menekan-nekan layar handphone-nya lalu menunjukkan sebuah artikel yang terpampang di layar handphone itu kepada Martin.

"dari google aku sadar, ternyata beberapa pria memiliki payudara"

Martin menepuk jidat kesal, ia tak paham dengan jalan pikiran dari orang di hadapannya itu. Harus bagaimana lagi ia menghadapi gadis gila tersebut. Sepertinya Martin tak sadar Deby telah mengalihkan patah hatinya.

"Kau tidak ingin balas dendam?" Tanya Deby yang dibalas tatapan bingung dari martin.

"Soal apa?" Martin balas bertanya.

"Bukankah kau kesal cintamu ditolak?"

"Memang, tapi balas dendam bukan jalan hidupku"

"Maksudku bukan membalas dedam kepada perempuan yang menolakmu itu, tapi membalas dendam pada dirimu sendiri."

"Aku tak paham"

"Lihat sini!" Deby mebalikkan tubuh Martin menghadapkannya ke arah cermin.

"Apa kau pikir kau sudah memperlakukan dirimu sendiri dengan baik?"

Martin menggelengkan kepala.

"Ini bukan soal bagai mana kau menjadi dirimu sendiri, tapi ini soal bagaimana caranya kau menjadi yang terbaik bagi dirimu sendi"

"Menjadi lebih baik?"

"Ya, mungkin merubah penampilanmu adalah cara terbaik untuk balas dendam atas dirimu sendiri."

Martin terus menatap ke arah cermin seakan-akan terhipnotis dengan setiap kata-kata ajaib Deby.

"Aku akan mengubahmu menjadi sperti oppa-oppa korea sebelum festival tahunan kampus diadakan" ucap Deby yang langsung dihujani tatapan tak suka dari Martin.

"Kau ingin melakukan prosedur oprasi plastik kepadaku?"

"Hey!! Apa kau pikir mereka semua oprasi plastik?

Oh ayolah itu pemikiran yang bodoh! Kau kira apa gunanya skin care?!" Seketika emosi Deby meluap kala martin secara tak langsung menyebut visual luar biasa sang oppa idola palsu.

"Akan aku buktikan bahwa wajah rupawan mereka tak seutuhnya palsu dengan membuatmu tampan hanya melalui skin care dan pakaian modis. Camkan itu"

Deby mengembungkan pipinya juga mengerucukan bibirnya ke depan. Sangat lucu, membuat Martin yang melihatnya terkekeh gemas. Selama bertemu dengan Deby, belum pernah sekalipun Martin melihat sosok gadis cantik di hadapannya itu marah. Ia tak menyangka ternyata Deby begitu sensitif jika membahas soal oppa kesayangannya itu.

"Kau tau, tidak ada yang gratis di dunia ini, semua ada bayarannya" ujar Deby, mood-nya berubah dengan cepat.

"Mengapa tiba-tiba sekali? Lagi pula kau sendirilah yang mengajukan diri untuk membantuku, jadi untuk untuk apa aku membayar? Untuk biaya skin care?"

"Ya itu juga, tapi di sini bayaran yang aku maksud adalah kau harus mau bergabung denganku untuk membuat grup boyband dan tampil di festival tahunan kampus, bagaimana?" Tawar Deby yang langsung disetujui oleh Martin saat itu juga.

"Ok!"

"Wow aku tak menyangka kau akan menyetujuinya" balas Deby heran.

"Aku pikir juga aneh, tapi setelah mendengar perkataanmu sebelumnya aku jadi sadar. Selama ini aku tidak memperlakukan diriku dengan baik. Lagi pula apa salahnya berubah menjadi yang lebih baik bukan?" Papar Martin seraya tersenyum ke arah Deby.

"Euw~ caramu berbicara sangat menjjikan." Protes Deby tak suka.

"Hey! Bukankah kau duluan yang mengatakan hal seperti itu?"

"Tapi aku tidak memasang wajah jelek seperti itu."

"Kau ini. Wajahku memang seperti ini dari asalnya, jadi jangan banyak protes mengerti?"

"Ok oppa"

"Euw~ jangan panggil aku oppa. Itu menjijikan."

"Siap oppa" panggil Deby dengan sengaja seraya memasang pose hormat kepada Martin.

"HEY!!"