Chereads / Love Another Me / Chapter 18 - 18

Chapter 18 - 18

Sudah 4 hari Seva menghilang, terakhir kali mereka bertemu yaitu di depan toilet wanita gedung fakultas ilmu komputer.

Jan sudah mencari Seva kemana-mana, di setiap sudut kampus juga indekos tempat Seva tinggal, namun tak kunjung ia temukan. Jan tidak bisa menelepon Seva karena handphone gadis itu sekarang ada di tangannya.

Jan beralih menelepon Febri, karena ia pikir mungkin saja Seva berganti dengan Kana dan pergi mengunjungi bocah SMA itu.

Awalnya Febri sulit sekali untuk dihubungi, panggilan telepon Jan selalu saja ditolak oleh Febri. Ia seakan menghindari berkontak dengan Jan. Memang Jan dan Febri tidaklah dekat, mereka terhubung hanya karena kasus kepribadian ganda yang diidap oleh Seva, dan selain itu tidak ada lagi. Tapi jika harus menghindar seperti ini, Jan jadi merasa aneh.

Setelah puluhan kali Jan menelepon, akhirnya Febri mau mengangkat telepon Jan. Namun apa yang diberitahukan Febri, dia bilang ia tidak mengetahui keberadaan Seva dan ia sama sekali belum pernah lagi bertemu dengan Kana semenjak mereka berjumpa di rumah sakit waktu itu.

Jan sempat menaruh curiga kepada Febri, namun ia urungkan setelah mendengar suara ramai dari balik sambungan. Jan ingat bahwa Febri adalah seorang pelajar, pasti sekarang dia sedang berada di sekolah. Tapi bukan karena itu berarti Febri sepenuhnya terbebas dari rasa curiga Jan, bisa saja Febri sebenarnya mengetahui keberadaan Seva, namun ia menyembunyikannya dari Jan. tidak ada yang tau bukan?

Sekarang Jan tidak ingin over thinking dan berusaha mempercayai pernyataan Febri tersebut, dan karena itulah Jan terpaksa melapor ke kantor polisi.

Di hadapan seorang polisi yang sedang bertugas, Jan menjelaskan secara detail ciri-ciri Seva. Dari mulai rambut panjangnya yang berwarna kecoklatan, tinggi badannya yang hanya sepundak Jan, bentuk fisknya, hingga letak tahi lalatnya yang berada tepat di samping telinga Seva. Itu semua Jan jelaskan tanpa ada yang terlewat sedikitpun, kecuali tentang Seva yang mengidap kepribadian ganda. Karena hasil tes yang dilakukan oleh Ferdinan belum keluar, jadi Jan belum berani untuk memberitahukannya kepada orang lain.

"Maaf boleh di ulang siapa nama teman bapa?" Tanya sang polisi yang langsung saja dijawab oleh Jan.

"Namanya Sev-va...." Tiba tiba-saja suara Jan mengecil, atensinya teralihkan menuju sebuah layar tipis yang terpasang di dinding ruangan. Terlihat pada layar tipis itu sebuah tayangan berita tengah hari.

"Kemarin malam terjadi sebuah bentrokan antara dua geng motor di daerah x yang meresahkan warga sekitar." Jelas seorang reporter.

"bentrokan terjadi sekitar pukul sembilan malam dan akibat dari bentrokan itu terdapat beberapa kerusakan pada sarana umum."

Lalu gambar dilayar berganti menampilkan sebuah video amatir bentrokan antar dua geng motor semalam. Sekilas Jan melihat sosok seorang perempuan diantara para berandalan itu yang seluruhnya adalah laki-laki.

Jan jelas sangat mengenali siapa perempuan itu. Perempuan yang ciri-cirinya sama persis dengan apa yang sudah dia jelaskan pada petugas polisi tadi.

Itu Seva!

"Maaf pak, laporan orang hilangnya tidak jadi." Ujar Jan lalu berlari ke luar meninggalkan pak polisi yang sedang menatap bingung ke arah Jan

Jan harap dia tadi salah lihat, tapi jika mengingat kejadian Kana saat dulu, Jan mulai berpikir ulang. mungkin saja sosok yang ia lihat di televisi itu benar-benar Seva.

"Apa itu alter lain milik Seva?

Ah! Sial!

Mengapa dia harus muncul disaat aku tidak sedang bersamanya." gerutu Jan seraya menaiki motor sports berwarna biru miliknya, lalu membawanya pergi dari parkiran.

"Sekarang aku harus kemana?" Tanya Jan bingung, namun seketika ia teringat dengan ucapan sang reporter tadi.

"Daerah x?!

Tapi untuk apa Seva ada di sana?

Ah ya sudah lah."

Baru saja Jan akan menjalankan motornya, tiba-tiba saja handphone miliknya berdering.

Dari nomor yang tidak di kenal.

Sempat ragu untuk mengangkat panggilan itu, namun akhirnya Jan memilih mengangkatnya.

"Halo?"

"Jan?"

"Seva?!" Jan terkejut bukan main setelah mendengar suara Seva dari balik sambungan.

"Jan... Apa kau bisa menjemputku?" Tanya Seva suaranya terdengar serak.

"Kau dimana?"

"Aku tidak tau, kepalaku pusing."

"Coba lihat sekelilingmu, barangkali kau mengingatnya."

"Hng.....

Sepertinya aku berada di depat restoran cepat saji di daerah y."

"Tetap di situ dan jangan pergi kemana-mana! Aku akan segera menjemputmu."

"Cepat lah! aku meminjam handphone milik orang lain jadi aku tidak bisa menghubungimu lagi setelah ini."

setelah itu sambungan diputus.

Jan tau tempat yang dimaksud oleh Seva, dengan segera ia pergi menjemput Seva dengan motor andalannya itu. Melaju dengan cepat seperti orang yang sedang kesurupan.

Pandangan Jan terus menelusuri jalan di sebelah kirinya, mencari sosok Seva di sana.

Ketemu!

Jan akhirnya menemukan Seva, dia sedang duduk termenung di trotoar depan sebuah restoran cepat saji dengan sebuah pelastik transparan berisi burger dan payung berwarna hitam di sampingnya.

"Seva!" Panggil Jan, kemudian ia menghentikan laju motornya tepat di depan Seva.

"Mengapa kau bisa ada di sini?"

Seva menengadahkan kepalanya menatap ke arah Jan dengan mimik wajah yang lesu.

"Entahlah aku tak ingat. Tiba-tiba saja aku ada di depan pintu restoran cepat saji dengan membawa sekantung burger di tangan."

"Kau bisa berdiri?" Tanya Jan seraya mengasongkan tangannya ke arah Seva.

"Tidak. Tubuhku lemas dan pegal-pegal." Balas Seva seraya meraih tangan Jan dan lalu oleh Jan ditariklah tubuh tak bertenaga itu berdiri dengan sedikit sempoyoongan.

Jan hanya membawa satu helm dan ia memberikan helm itu kepada Seva. Belum juga dipasangkan helm itu di kepala Seva, tiba-tiba saja segerombolan orang mengendarai motor datang mengerubuni mereka. Empat, lima, mungkin tujuh orang.

Suara motor mereka begitu bising, memekik, menyiksa telinga, ditambah kepulan asap yang keluar dari kenalpot mereka yang semakin mengganggu pandangan. Satu per satu mereka turun dari motor, lalu berdiri mengelilingi Jan dan Seva.

"Oh jadi dia orang yang sudah mengalahkan Yoga? Apa kalian yakin perempuan ini yang sudah melakukannya? Dia terlihat lemah." Ucap salah seorang di antara mereka.

"Mari kita tes apa benar perempuan inilah yang sudah mengalahkan si manusia besi, Yoga."

Berandalan-berandalan itu melangkah maju semakin mengepung Seva dan Jan, memasan seringai mengerikan seraya mengepalkan tangan mereka.

BUG!!

Tanpa basa basi orang yang sepertinya adalah ketua di antara gerombolan berandalan itu meninju pipi Seva dengan keras hingga gadis malang itu terlontar ke belakang, namun untung saja Jan dengan cekatan menangkapnya.

"Seva!!" Teriak Jan histeris kala melihat sahabatnya diperlakukan kasar oleh berandalan-berandalan tak tau diri itu.

Jan mengguncang-guncang tubuh Seva, berusaha menyadarkan gadis itu kembali, namun Seva tak kunjung sadar

"Seva! SEVA!!"

"Sepertinya kita salah orang. dia lemah." ujar sang ketua dilanjut tawa senang darinya juga kawanannya yang membuat Jan semakin kesal.

"Sialan!!!"

Baru saja Jan akan melayang kan tinjunya, tiba-tiba saja sebuah kepalan tangan kecil berhasil mendahuluinya dan meninju dengan keras wajah sang ketua geng hingga ia terpental jauh dari tempatnya berdiri.

Semua orang terkejut, terutama Jan. Ia terkejut bukan main melihat Seva yang tadinya tergeletak tak sadarkan diri, kini berdiri dengan gagah menghadapi para berandalan itu.

"Lemah."