Chereads / Love Another Me / Chapter 23 - 23

Chapter 23 - 23

Jarum jam sudah menunjukkan pukul lima belas lebih dua puluh menit, itu berarti waktunya untuk pulang bagi para pelajar, termasuk dengan Junaedi.

Junaedi berjalan lesu menuju gerbang sekolah, langkah kakinya terseret-seret tak bertenaga. Ia tak menyangka bahwa ujian fisika yang diberikan oleh Bu Mai akan sangat menguras energi. Kepalanya jadi pusing dan berdenyut-denyut tak karuan, bahkan menatap ke arah depan pun ia tak sanggup.

Kepala pemuda itu terus tertunduk ke bawah, ia berusaha untuk memusatkan perhatiannya ke arah jalan, berharap agar tidak kehilangan kesadaran. Harusnya Junaedi tidak belajar terlalu keras kemarin, hingga lupa makan dan tidur. Dan lihat saja sekarang, rupanya sudah seperti seorang zombie dengan wajah pucat dan tumpukan kantung hitam di bawah matanya.

Seketika saja terdengar suara ribut dari orang-orang sekitar yang membuat Junaedi mengalihkan atensinya dari aspal. Terlihat kerubunan orang-orang yang berdiri di depan gerbang sekolah. Mereka saling berbisik dengan mimik wajah yang terlihat ketakutan. Entah apa yang sedang mereka tonton, namun yang pasti itu bukanlah hal yang baik.

Junaedi menerobos masuk ke dalam kerumunan, mencoba mencari tahu apa yang terjadi hingga orang-orang berkerumun seperti sekarang ini. Namun, lagi-lagi rasa penasaran membawa Junaedi ke dalam situasi yang tidak menguntungkan. Di depan sana ada sekelompok orang berwajah sangar sedang memblokade gerbang dengan motor modifikasinya, membuat para siswa yang hendak pulang ke rumah pun jadi ragu untuk melewati gerbang.

"SIAPA DIANTARA KALIAN YANG BERNAMA JUNAEDI!?" teriak yang tubuhnya paling besar di antara para berandalan itu. Sepertinya dia merupakan ketua dari kelompok berandalan itu.

Junaedi terkejut mendengar namanya yang tiba-tiba saja dipanggil. Seingat Junaedi, ia tidak pernah sekalipun berurusan dengan orang-orang seperti mereka, tapi mengapa para berandalan itu mencarinya? Apa mungkin itu orang lain, karena banyak sekali orang yang memiliki nama yang serupa dengannya di sekolah ini.

"JUNAEDI HERMANSYAH KELUAR LO!!"

Junaedi membulatkan matanya kala ia mengetahui bahwa sekarang nama panjangnya lah yang dipanggil. Namun, Junaedi tetap berpikir positif bahwa 'Hermansyah' juga merupakan nama yang umum dipakai oleh orang-orang, kita bisa dengan mudah menemukan pemilik nama yang sama itu di setiap penjuru Indonesia.

"Nomor induk siswa 3580xxx!" Dan kali ini nomor induk Junaedi lah yang dipanggil, nampaknya mereka masih tetap ngotot untuk bisa menemukan orang yang dimaksud itu.

Setelah mendengar rentetan nomor yang diteriakkan orang sang ketua berandalan, akhirnya Junaedi sadar bahwa dia lah orang yang selama ini dicari oleh para berandalan. Karena tidak ada seorang pun yang memiliki nomor induk siswa itu selain Junaedi.

Dengan perlahan Junaedi melangkahkan kakinya mundur, kembali bersembunyi di balik kerumunan. Ia sebisa mungkin untuk tidak menarik perhatian orang-orang.

Kesal karena tak kunjung menemukan orang yang dimaksud, sang ketua geng pun mengganti strategi.

"JIKA KAU TIDAK MENUNJUKKAN DIRIMU, AKAN KAMI ACAK-ACAK SEKOLAH INI!" Ancam sang ketua geng membuat orang-orang menjadi semakin ketakutan.

Tiba-tiba saja dari belakang seseorang mendorong punggung Junaedi hingga ia terpental ke depan. Seketika para berandalan itu melihatnya, setiap orang yang berada di sana pun juga turut melihatnya. Sekarang Junaedi tengah menjadi pusat perhatian.

Junaedi melirik ke sekeliling dan mulai tersenyum canggung.

"Hehehe." Kekeh pemuda malang itu dengan bibirnya yang bergetar.

Dalam hati, Junaedi tak henti-hentinya mengutuk seseorang yang tadi mendorong dirinya dari belakang. Ia tidak tau siapa orang itu, tapi yang pastinya orang itu mengenal siapa Junaedi. karena jika tidak, mana mungkin orang itu akan mendorong tubuh Junaedi ke depan menghadap para berandalan berwajah garang tersebut. Jika nanti Junaedi menemukan siapa orang itu, apa lagi jika dia adalah temannya, maka lihat saja akan Junaedi balas.

"Jadi kau yang namanya Junaedi?"

Junaedi menggelengkan kepala, enggan untuk mengakui.

"JAWAB YANG JUJUR! ATAU MAU GUE HANTAM KEPALAMU ITU?!!"

Mendengar ancaman dari sang ketua geng, Junaedi pun cepat-cepat menganggukan kepala.

Sang ketua geng menatap ke arah dua orang di sisi kiri dan kanannya, Mengangkat dagunya yang tegas seakan memberikan perintah kepada mereka. Para anak buahnya pun mengangguk lalu melangkah maju menghampiri Junaedi.

Junaedi meneguk ludahnya berat kala melihat kedua orang berandalan itu mendekatinya. Kedua kaki Junaedi bergetar kencang dan keringat dingin tak henti-hentinya mengucur dari pelipis.

Junaedi berniat untuk melarikan diri dari mereka, namun sayang kakinya tak bisa digerakkan saking takutnya. Mereka meraih kedua lengan kurus Junaedi dan menyeretnya pergi. Junaedi yang ketakutan, berusaha untuk mempertahankan diri dengan menarik tubuhnya berlawanan arah. Namun, sayang tubuh Junaedi kalah besar.

"K-kalian m-mau membawaku k-mana?

Tolong! L-lepaskan! Jangan bawa aku pergi! Tolong!!"

Seberapa keras pun Junaedi memberontak, ia tetap tidak bisa membebaskan diri dari cengkeraman kedua orang bertangan kekar itu. Dan seberapa keras pun Junaedi berteriak minta tolong, tetap saja tidak ada yang mau memberikan pertolongan kepadanya. Semua orang terlalu takut untuk terlibat.

Dengan menaiki salah satu motor, mereka membawa Junaedi pergi menuju suatu tempat yang nampak asing baginya. Tempat itu seperti sebuah pabrik bekas yang sudah tak terpakai, kumuh juga terlihat beberapa tong bekas berserakan di sekitar. Melihat kondisi lokasi yang terlihat horor, Junaedi jadi berpikir yang tidak-tidak.

Apa mereka akan menghabisi nyawaku di sini?

Junaedi berusaha untuk tetap tenang, namun ia tidak bisa membohongi perasaannya yang sedang ketakutan. Jantung Junaedi berdetak kencang dan wajahnya pun pucat pasi. Ia belum siap untuk mati, karena banyak keinginannya yang masih belum terpenuhi seperti menjadi seorang pengacara. Ia pun juga belum siap jika harus berpisah dengan sang ibunda tercinta, setidaknya izinkan Junaedi untuk meminta maaf kepada sang ibunda sebelum ia menghadapi ajalnya. pasti sang ibunda akan sedih kala mengetahui putra semata wayangnya tewas mengenaskan di tempat seperti ini.

Mereka telah sampai ke dalam salah satu gudang bekas penyimpanan di pabrik itu. Gudang itu gelap dan dipenuhi oleh tong-tong berbau seperti minyak tanah.

Dengan kasar sang ketua geng mendorong tubuh Junaedi hingga ia terjatuh ke tanah, memaksa Junaedi untuk berlutut menghadap ke arah kegelapan.

"Sesuai permintaanmu, aku bawakan orang yang kau maksud." Ucap sang ketua geng seraya melemparkan sebuah kartu tanda pengenal milik Junaedi ke tanah.

Terdengar suara langkah kaki bergema mendekat ke arah Junaedi. Namun, karena gudang itu terlalu gelap Junaedi kesulitan untuk melihat siapakah pemilik dari langkah kaki itu. Kala matanya sudah terbiasa, Junaedi pun akhirnya bisa menangkap siapa sosok misterius yang berdiri tepat di hadapannya. Sosok seorang gadis berkucir kuda yang ia temui kemari, saat hujan turun dengan deras.