Kaki Martin tak dapat berhenti bergetar, begitu pula dengan bibirnya. Martin menyembunyikan tubuhnya di balik punggung yang lebih muda, takut akan sosok yang sekarang tengah berjalan mendekat ke arahnya juga si anak SMA.
Martin sangat terkejut, ia tak menyangka gadis gila yang selalu menganggap dirinya sebagai seorang laki-laki dan bercita-cita menjadi seorang idol ini bisa dengan mudah menumbangkan para berandalan di depannya. Setau Martin tubuh Deby tidak sekuat itu, lihat saja lengannya yang kurus kering itu, tak terlihat sedikit pun otot di sana.
Martin jadi teringat dengan kata-kata Deby saat di toilet kampus tadi siang.
"kau sudah menyetujui untuk bergabung dengan boyband bentukanku, maka kau harus mengikuti setiap arahanku, termasuk latihan menari." -Deby
Setelah melihat seberapa kuatnya Deby melawan para berandalan itu, Martin jadi ragu untuk ikut bergabung dengan boyband Deby. Lupakan soal balas dendam, sekarang yang paling penting adalah keselamatan dirinya sendiri.
Martin khawatir akan nasibnya, mereka yang berbadan besar nan kekar saja bisa dengan mudah dilemparkan ke sana ke mari oleh Deby, apalagi dia yang bertubuh kurus, mungkin sudah terlempar hingga ke kutub Utara. Martin tidak bisa membayangkan akan seperti apa latihan menarinya nanti, akankah berubah menjadi pelatihan militer? Atau bahkan lebih buruk lagi?
Di saat Martin sibuk memikirkan nasibnya, anak SMA di depan Martin malah asik bertelepon ria dengan seseorang. Bukan perempuan, dari suaranya sepertinya dia laki-laki. Anak itu bersikap begitu santai, menelepon sembari menjelaskan dengan detail apa yang dilakukan oleh Deby pada lawan bicaranya di balik sambungan telepon.
"Hmmm dan sekarang Tante sedang berjalan mendekatiku." ucap si anak SMA dan tanpa Martin sadari Deby sudah ada di depan mereka.
Harusnya Deby tidak bisa menggunakan tangan kanannya dengan leluasa karena kondisinya yang sekarang ini dalam masa pemulihan, tapi entah mengapa ia terlihat baik-baik saja seakan patah tulangnya itu bukanlah hal besar. Bahkan arm Sling yang sebelumnya menyangga lengan Deby saja sekarang sudah terlepas entah kemana.
Deby menatap ke arah Martin dan Febri secara bergantian, hanya menatap tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Walau hanya begitu, itu sudah bisa membuat Martin dan Febri bergetar ketakutan.
Martin heran, mengapa tatapan mata Deby berbeda dari sebelumnya. Tatapan matanya terasa dingin juga begitu mengintimidasi seperti hewan buas yang akan menerkam mangsanya. Kemana tatapan mata yang berbinar-binar penuh antusias itu? Seakan-akan Deby berubah menjadi orang lain, orang yang tidak Martin kenali.
"Dia bukan Deby." Ujar Martin dalam hati.
"Deby!" Panggil Martin, ia ingin memastikan bahwa orang didepannya itu adalah Deby. Akan tetapi Deby tidak merespon sama sekali.
Martin meneguk ludahnya berat, rasa takutnya pun semakin menjadi-jadi. Martin menduga, jangan-jangan Deby sedang kesurupan setan maung hingga ia berprilaku seperti ini. Jika benar Deby kesurupan, maka tidak ada jalan lain selain menyadarkannya.
"Hey setan maung!" Panggil Martin pada gadis di depannya.
Alangkah terkejutnya Febri kala Martin secara tiba-tiba menghantamkan kepalanya dengan kepala Karlina hingga terdengar suara benturan yang begitu keras.
BLETAK!
"Setan maung keluar kau..." Ujar Martin sebelum ia jatuh tak sadarkan diri ke tanah.
Bukan hanya Febri, Karlina pun juga terkejut dengan tindakan Martin yang tidak terduga itu. Sesaat Karlina hanya terdiam mematung dengan mata yang membola, namun beberapa detik kemudian ia pun tersenyum lalu tubuhnya turut jatuh ke tanah menyusul Martin yang sudah terlebih dahulu tak sadarkan diri.
Sekarang hanya ada Febri seorang yang tersisa di sana. Berdiri canggung diantara kumpulan tubuh yang tergeletak di tanah dengan sembarang. Febri menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia bingung harus melakukan apa. Tapi, untung saja tak lama kemudian Jan datang menghampiri Febri dengan motornya.
"Wow sangat kacau!" Ujar Jan sesaat setelah ia tiba di TKP.
"Apa semua ini ulah Karlina?"
" Ya, dan syukur lah kau datang di waktu yang tepat, karena aku tidak tau harus berbuat apa dengan mereka."
"Tinggalkan saja para berandalan itu, lalu kita bawa Seva kembali ke rumah sakit,"
"Membawa tante dengan motormu itu?"
"Tentu saja tidak, yang ada luka seva akan semakin parah."
"Lalu dengan apa?"
"Taxi online."
Jan langsung mengeluarkan handphone-nya dari saku, lalu dengan segera memesan taxi online melalui aplikasi. Tak lama taxi online yang dipesan Jan pun tiba, tanpa banyak basa-basi Jan dan Febri pun menggotong tubuh Seva ke dalam mobil dengan perlahan.
"Tunggu!" Seru Febri menghentikan Jan menutup pintu mobil.
"Kita bawa dia juga" Febri menunjuk ke arah Martin.
"Siapa dia?" Tanya Jan.
"Aku juga tidak tau, tapi saat aku menemukan Tante, Tante sedang berjalan bersama dengannya."
"Hmmm... Dari pakaiannya pun dia tidak seperti berandalan yang lain.
Baiklah ayo kita bawa dia."
Dan akhirnya pun Jan dan Febri membawa Martin pergi bersama mereka menuju rumah sakit.
***
Martin membuka matanya lebar-lebar, maniknya langsung menyapa langit-langit berwarna putih yang berada tepat di atasnya. Ruangan itu nampak asing bagi Martin, jelas ini bukan kamarnya karena ranjang yang sekarang ia tiduri bukanlah ranjang yang biasa ia gunakan untuk tidur.
Martin mendudukkan tubuhnya lalu menatap ke sekeliling ruangan. Kemudian tangan Martin menyentuh keningnya yang sekarang sudah dibalut dengan perban. Seketika itu ia mengingat apa yang sebenarnya terjadi kepadanya. Demi menyadarkan Deby yang kesurupan setan maung, ia rela membenturkan kepalanya dengan kepala Deby. Ia tidak tau apakah cara yang ia pakai berhasil atau tidak karena ia lebih dulu pingsan dari pada Deby.
"Oh ya! Dimana Deby?"
Martin segera mencari sosok Deby di ruangan itu, namun nampaknya ia tidak bisa menemukan gadis itu.
Martin jadi khawatir dengan kondisi Deby saat ini, ia takut terjadi apa-apa kepada Deby, ia takut jika setan maung di dalam tubuh Deby tidak bisa keluar bahkan setelah ia bentur keras kepala Deby dengan miliknya. Karena sepengetahuan Martin dari artikel yang ia baca di internet, jika seseorang kesurupan dan setan yang bersarang di dalam tubuh manusia tidak bisa dikeluarkan, maka orang itu akan gila dan lama kelamaan ia akan mati. Martin tidak mau itu terjadi. Semenjengkelkan apapun Deby, dia tetap saja orang yang baik.
Martin tidak bisa menahan diri lagi saking khawatirnya, kemudian ia pun bangkit dari tempat tidur dan bergegas pergi mencari Deby.
***
Sementara itu di ruangan lain Seva sedang menatap sinis ke arah Jan yang sedang asik bertepuk tangan, diikuti dengan Febri di sampingnya.
"yeee... selamat!!!" ucap Jan riang, dilanjut dengan siulan di akhir.
"ada apa dengan kalian? ulang tahunku sudah lewat dua bulan yang lalu."
"ya aku tau," Jan menganggukan kepala. " tapi kami ada kejutan untukmu."
"kejutan?"
"yup! lebih tepatnya berita baik untukmu."
"berita baik?"
"selamat! sekarang tangan kirimu juga patah ditambah dengan tulang kering juga memar lainnya yeeee!!!" ucap Jan sambil terus bertepuk tangan.