"apa ini?" Tanya Lily seraya menunjuk ke arah tumpukan roti di hadapannya.
"Burger." Jawab Julian dengan bangga.
"Kenapa? Kau belum pernah mencobanya?"
Lily menggelengkan kepala.
"Aku belum pernah menemukan roti yang diisi seperti ini di negeriku. Sangat aneh."
"Rasanya tidak seaneh kelihatannya. Jadi cobalah! Kau pasti akan suka."
Lily mengintip roti tersebut dan memeriksa apa saja yang ada di dalamnya. Ia menemukan daging sapi (?), Irisan tomat serta acar, salada, juga lapisan berwarna kuning dan merah yang ia tak tau apa.
Lily ragu untuk memakan roti isi yang katanya bernama burger itu, tapi disisi lain ia juga penasaran bagaimana rasanya, apakah benar-benar enak?
"Garpu dan pisau?" Pinta Lily seraya menengadahkan telapak tangannya.
"Orang-orang biasanya tidak menggunakan garpu dan pisau. Hanya dengan tangan pun cukup." jawab Julian.
"Sungguh tidak higienis." Keluh Lily, namun ia tetap melakukan apa yang dikatakan oleh Julian.
Lily melirik ke arah burger di meja, mengambil lapisan roti paling atas dan memakannya. terlihat dari ekspresi wajahnya ia nampak sedang berfikir, atau lebih tepatnya sedang mencari tau letak spesial dari roti tersebut, tapi nyatanya tidak ada.
"Rasanya seperti roti biasa, tidak ada yang istimewa."
"Kau harus memakannya sekaligus."
"Sekaligus?! Makanan sebesar ini?" Lily nampak terkejut kala ia mendengar bahwa ia harus memakan tumpukan roti dan daging itu sekaligus, pasalnya mulutnya tidak akan muat.
"Tidak, maksudku jangan dipisah. Kau cukup memasukkannya semuat mulutmu saja." Julian mencoba meluruskan perkataannya seraya mempraktekkannya dengan burger khayalan.
Lily mengangguk paham, dengan perlahan ia pun mencicipi burger itu. Sungguh tidak terduga, kala Lily menggigit burger itu, seketika rasa gurih nan lezat menyambut Indra pengecapnya. Roti yang empuk, sayur mayur yang segar, acar, dan terutama dagingnya yang nikmat. Lily tidak tau bahwa kombinasi seperti ini bisa disatu padukan menjadi harmoni. Dia tidak pernah tau ada makanan seenak ini. burger adalah makanan terenak di dunia yang pernah ia cicipi. Mulai hari ini burger adalah makanan favorit Lily.
"ENAK!" Seru Lily dengan mata yang berbinar.
"Apa aku bilang." Julian tentu senang burger buatannya dipuji oleh Lily. Ia belum pernah melihat seseorang yang memakan burgernya dengan lahap seperti Lily.
"Makannya lahap sekali, apa dia itu berasal dari kampung?" Celetuk Gilang yang sedari tadi menyimak. Ia heran, di era modern seperti sekarang ini mengapa masih ada orang yang tidak tau apa itu burger. Bahkan di desa pun sudah banyak ditemukan restoran siap saji bertebaran.
Lily melahap habis burgernya dengan sangat rakus, seakan-akan ia belum makan berhari-hari. Begitu berantakan sampai-sampai remahan-remahan menempel di pipinya. Tidak ada yang tersisa selain kertas pembungkus yang sudah dikepal di meja.
"Enak sekali, aku tidak pernah memakan makanan yang seperti ini." Ujar Lily heboh seraya mengelap wajahnya dengan sapu tangan.
"Benarkah?"
"Ya, makanan di negeriku sangat membosankan, walaupun aku hidup sebagai seorang bangsawan dan tinggal di mansion yang megah, namun tidak pernah sekalipun aku menemukan makanan seperti ini. Burger sangat enak!"
"Kau terus saja menyebut dirimu bangsawan, tapi AKU ragu dengan setiap kata yang keluar dari mulutmu," Gilang memasang tatapan sinis.
"Pasalnya, bagaimana bisa orang kaya raya yang tinggal di mansion mewah sepertimu tidak pernah memakan burger, memangnya kau ini Rapunzel?
Jangan-jangan kau berbohong?" tuduh Gilang curiga.
"Tidak, aku tidak berbohong. Aku ini sungguh seorang bangsawan kaya raya di negeri Eastler, dan aku datang ke negeri ini untuk berbisnis."
"Ok kalau begitu tolong bayar bil anda nyonya bangasawan." Ucap Gilang dengan nada mengolok-olok. Ia masih tetap tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Lily. Mana ada negeri bernama Eastler di bumi, tidak tau jika di mars.
"Tentu saja aku akan membayar, aku inikan seorang bangsawan." Jawab Lily sombong. Namun, saat Lily meraih kantung gaun putihnya, ia tidak bisa menemukan sepeserpun koin emas di sana.
Aneh, Lily ingat sangat jelas bahwa ia membawa berkantung-kantung koin emas bersamanya saat ia pergi, tapi mengapa sekarang tidak ada?
Tunggu...
Sekarang Lily ingat bahwa di perjalanan menuju ke negeri ini, kereta kencana yang ia tunggangi terperosok ke jurang, apa mungkin semua koin emasnya masih berada di dalam sana?
Tapi, kejadian itukan sudah berhari-hari yang lalu, mana mungkin koin-koinnya masih berada di dalam kereta kencana, kemungkinan terbesar kereta kencananya sudah dijarah oleh perampok atau siapapun yang menemukannya.
"Kenapa kau terdiam? Kau tidak punya uang?" ucap Gilang menyadarkan Lily dari lamunannya.
Lily menggigit bibirnya gugup, jujur ia tidak tau harus bagaimana. Ia tidak memiliki sepeserpun koin emas, yang ada hanyalah selembar kertas bertuliskan angka satu dengan runtutan angka nol di belakang, sekitar lima digit. Apa yang bisa ia lakukan dengan selembar kertas tak berguna itu?
"Maaf sepertinya kantung koin emasku terjatuh."
"Sudah ku duga kau ini seorang penipu. Aku tak menyangka ada seorang yang mengaku seorang bangsawan dari negeri antah berantah hanya demi mendapatkan makanan gratis." Sarkas Gilang seraya menyilangkan kedua tangannya di atas perut bulatnya.
"Sudahlah Gilang, kasihan dia ketakutan. Mungkin dia berkata jujur bahwa dompetnya terjatuh." Lerai Julian.
"Tak apa, aku akan membayarkan makananmu. Lagipula aku lah yang salah, mengajakmu untuk mencicipi burger di sini tanpa bertanya sebelumnya." Ucap Julian pada Lily, membuat Gilang yang mendengarnya melotot.
"Kau ini terlalu baik, Julian. Jelas-jelas dia itu penipu, tapi tetap saja kau berlaku baik kepadanya. Ya sudahlah, terserah kau saja, aku tidak mau ikut campur." Gilang pun pergi meninggalkan keduanya dengan raut wajah kesal.
"Terimakasih, lain kali akan aku ganti uangmu." Sesal Lily.
"Tenang saja, ini bukan hal besar." Balas Julian.
"Ngomong-ngomong kita belum berkenalan, ya.
Perkenalkan namaku Julian, kamu?"
"Aku Lily Carlon seorang bangsawan dari negeri Eastler."
Julian tertawa mendengar jawaban Lily, membuat Lily terheran-heran melihatnya.
"Kau lucu, Lily. Kau terus mengatakan bahwa kau ini seorang bangsawan."
"Jadi kau juga tidak mempercayaiku, ya?"
"Tidak-tidak, maksudku bukan begitu. Aku hanya belum pernah mendengar seseorang menyebut dirinya sendiri sebagai seorang bangsawan. Itu sangat unik. Dan aku juga belum pernah mendengar negeri eas-eas apa itu?"
"Eastler."
"Iya, maksudku Eastler."
"Apa kalian benar-benar belum pernah mendengar negeri Eastler? Padahal Eastler sangat terkenal akan keindahannya." Ucap Lily murung.
"Ya, aku belum pernah. Jadi, datang lah lagi dan ceritakan negeri tercintamu itu padaku."
"Benarkah kau mau mendengarkanku?"
"Tentu saja, mengapa tidak. bukan hanya negerimu, tapi ceritakan juga tentang dirimu kepadaku." Ucap Julian dengan senyum di wajahnya, yang tanpa sadar membuat jantung Lily berdegup kencang.