"kau yakin kau memesan baju yang benar?" tanya Martin tak pecaya, melirik ke arah Deby dari pantulan bayangan di cermin toilet.
"Iya benar! Aku sendiri yang memesannya di toko online.
Kenapa? Kau tidak suka?"
"Bukan tidak suka, tapi..." Martin menghela nafas panjang,
"apa kau tidak lihat baju ini terlalu kecil untukku? Bahkan ini tidak bisa menutupi perutku sama sekali!" Protes Martin, ia tak menyangka bahwa Deby akan memesankan pakaian setengah potong seperti ini. Ukuran bajunya tidak main-main, seperti baju untuk anak kecil, mana cukup untuk tubuh dewasa Martin.
Martin terus memeluk perutnya sendiri, malu kala melihat perut buncitnya terekspos. Ia memang tidak gendut, bahkan tubuhnya cenderung lebih ke kurus. Namun, karena kebiasaannya bergadang inilah yang membuat perutnya menjadi buncit.
"Kau ini bagaimana sih?
Apa kau tidak tau crop top sekarang ini sedang trend? Banyak boyband Korea yang menggunakannya, temasuk Seventy." Dengan bangga Deby menjelaskan, bahkan maniknya berkilauan kala ia menyebutkan nama dari boyband Korea favoritnya itu.
"Jadi kau pikir dengan menggunakan crop top seperti ini aku akan terlihat seperti seorang anggota boyband Korea huh?" Martin berkacak pinggang seraya menunjukkan perut buncitnya ke arah Deby.
"Eee... Mungkin kau perlu sedikit berolahraga."
"Ini bukan soal berolahraga Deby..., Tapi ini soal bagaimana kita mencari pakaian yang tepat untukku. Kau mengerti?"
"Baiklah baiklah, aku akan mencarikanmu pakaian yang lain di toko online."
"Tidak! Tidak ada lagi belanja online Deby!" Dengan cekatan Martin merebut handphone-nya dari tangan Deby.
"Lalu dari mana kita bisa mendapatkan pakaian, jika kita tidak membelinya dari toko online?"
"Dari manapun asal jangan toko online, karena aku tak tau pakaian aneh apa lagi yang akan kau beli dari sana."
"Hmm... Kalo begitu, ayo kita pergi belanja ke mall!" Ajak Deby riang, ia kemudian turun dari atas westafel yang semula ia gunakan untuk duduk.
"Kau yakin ingin pergi ke mall dengan kondisi tubuhmu yang seperti ini?" Tanya Martin menunjuk ke arah arm Sling yang menyangga tangan kanan Deby yang patah, selain itu juga terlihat lebam biru di pipi kiri Deby.
"Ah ini... Tak usah terlalu dipikirkan, aku hanya terluka saat latihan menari." Jawab Deby santai seakan luka-luka di tubuhnya bukanlah apa-apa.
"Sebenarnya latihan apa yang kau lakukan hingga tubuhmu luka-luka seperti ini?
Kau seperti habis dipukuli oleh berandalan.
Aku jadi ragu untuk bergabung dengan boyband bentukanmu."
"Perjanjian tetaplah perjanjian, kau sudah menyetujui untuk bergabung dengan boyband bentukanku, maka kau harus mengikuti setiap arahanku, termasuk latihan menari.
Lagi pula tidak ada ruginya berlatih dengan keras, itu akan membuat tarianmu semakin bagus." Jelas Deby, mengingatkan kembali akan perjanjian yang telah keduanya setujui.
"Sudah lah, ayo kita pergi belanja!" Deby meraih lengan Martin lalu menyeret pemuda kutu buku itu keluar dari toilet.
"TUNGGU! TUNGGU! TUNGGU!" Teriak Martin, menghentikan langkah kaki Deby.
"Apa lagi sih?!" Deby mendengus kesal seraya membalikkan badannya ke arah Martin.
"B-bisakah aku mengganti pakaianku terlebih dahulu?" Pinta Martin malu-malu seraya menutupi perutnya yang terekspos dari tatapan aneh orang-orang di sekeliling.
***
Sekarang Martin sudah berganti pakaian, dan perutnya pun sudah tertutupi dengan pakaian yang lebih layak, yaitu kemeja kotak-kotak andalannya. Martin dan Deby berjalan menelusuri trotoar, menuju mall yang letaknya tidak begitu jauh dari kampus. Memang sangat menguntungkan jika berkuliah di tengah kota, kemana-mana dekat. Tapi sayang, suhu di kota sangatlah panas, bahkan di kota Bandung yang letak geografisnya berada di antara gunung-gunung sekalipun. Mungkin ini dikarena jumlah kendaraan yang lebih banyak dari pada di pelosok tempat kampung halaman Martin berasal.
"Kenapa kita tidak naik kendaraan umum saja sih?" Gerutu Deby seraya melindungi wajahnya dari terik matahari.
"Kau kira sudah berapa banyak uang yang sudah kau habiskan untuk membeli crop top tak bergunamu itu huh?!" Keluh Martin tak terima uang makannya terpotong.
"Aku harus mengirit pengeluaranku, karena aku pun harus makan. Lagi pula jarak mall dari kampus tidak terlalu jauh kan, jadi anggap saja olah raga."
Deby mendengus kesal, ingin sekali ia melawan, tapi sadar bahwa ini juga merupakan kesalahannya karena tanpa pikir panjang menghabiskan uang Martin hanya untuk membeli crop top tersebut.
"Tante!"
Panggil seorang pemuda berseragam putih dan abu yang tiba-tiba saja menarik bahu Deby dari belakang.
"Kenapa Tante ada di sini? Bukankah seharusnya Tante ada di rumah sakit?" Tanya Febri yang heran melihat Kana (?) Berjalan-jalan di tengah kota. tidak! Mana mungkin Tante Kana keluar di siang hari, dia pasti ka Seva, tapi mengapa ka Seva tidak bersama ka Jan? Atau jangan-jangan dia alter lain yang dimiliki oleh ka Seva?
Hmmm... Sungguh membingungkan.
"Kau mengenal anak ini?" Tanya Martin berbisik, tapi Deby hanya menggelengkan kepala.
"Ayo kita kembali ke rumah sakit, Tante!" ajak Febri meraih lengan Deby, lalu menyeretnya pergi.
Martin yang melihat Deby yang dibawa pergi oleh sang anak SMA itu pun lantas berlari mengejar keduanya. Ia berlari mendahului, kemudian berdiri menghadang Febri di depan dengan cara merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.
"Berhenti!" Titah Martin
"Kau ini siapa? Jangan seenaknya saja kau membawanya pergi."
"Apa kau tidak melihat luka-luka di sekujur tubuh Tante? Seharusnya sekarang dia beristirahat di rumah sakit."
"Tentu saja aku melihatnya, aku ini tidak buta. Tapi apa hak-mu membawa Deby pergi? Kau siapanya Deby?"
"Deby?
Perkenalkan namaku Febri, Aku calon pacarnya Tante."
"Apa?! Calon pacar?!"
"Bisa kah kalian berhenti?!" Sela Deby di tengah perbincangan.
"Bagaimana jika begini, aku akan ikut denganmu ke rumah sakit asalkan kau mau bergabung dengan boyband bentukanku.
"Boyband?!" Febri memiringkan kepalanya tak paham.
"Hey! Apa maksudmu berkata seperti itu, Deby? Kau ingin memasukkan anak ini ke dalam boyband kita?" Tanya Martin nampak tak terima.
"Dia tampan, jika dia bergabung dengan boyband baru kita, pasti kita akan langsung terkenal."
"Apa aku ini kurang tampan?"
"Semakin banyak orang tampan, semakin bagus. Lagi pula kau itu tidak ganteng-ganteng amat."
"HEY!!"
mereka tak sadar, selagi mereka berdebat sekumpulan orang berwajah garang datang menghampiri Martin dan yang lainnya. Para berandalan itu berdiri melingkar, seolah-olah tidak memberikan akses keluar untuk mereka bertiga.
"Ooh jadi dia komandan baru geng motor Bloody Moon," ucap salah satu diantara mereka membuat atensi yang sedang asik Adu argumen beralih meliriknya,
"Seperti yang dikatakan oleh bos, dia seorang perempuan, dan Kelihatannya dia lemah. Apa benar dia orang yang mengalahkan Yoga?"
Serempak mereka semua tertawa, membuat Martin, Deby, dan Febri ketakutan.
"Mari kita tes, seberapa kuat gadis ini."