Seva perlahan membuka matanya. Manik berwarna hudzel itu menatap lurus ke arah langit-langit ruangan yang berwarna putih.
"Aku dimana?" Tanya Seva, suaranya serak.
"Kau di rumah sakit." Jawab seorang yang sedang duduk di samping ranjang.
"Jan?" Seva memalingkan wajahnya ke arah Jan, lalu bergerak mendudukkan posisi tubuhnya.
"Kenapa aku ada di rumah sakit? Ouch!"
"Jangan banyak bergerak! Tulang lengan kananmu patah dan dua tulang rusukmu retak." Cegah Jan seraya membantu menidurkan tubuh Seva kembali.
"Lenganku patah?!" Seva mulai histeris. "Sebenarnya apa yang terjadi padaku? Aku tidak bisa mengingat apapun."
"Sepertinya kau memiliki alter lain selain Kana."
"Alter lain?"
"Ya! Nampaknya dia merupakan alter dengan kepribadian yang kuat dan tangguh,
dan asal kau tau saja, dia lah yang sudah mematahkan tulang lengan dan rusukmu, juga memberikan memar-memar biru di seluruh tubuhmu."
"Waw! terimakasih kepada alter baruku, sekarang aku tidak bisa menggerakkan tubuhku, bahkan berbicara pun rasanya sakit hahaha... Ouch!" Seva tertawa miris, menghina dirinya sendiri.
"Itulah mengapa kita harus segera menyembuhkan penyakitmu ini." Sela Ferdinan yang muncul dari balik gorden pembatas.
"Ka Ferdinan!"
"Apa hasil tesnya sudah keluar?"
"Hmm.. sama seperti diagnosa awal, dia mengidap kepribadian ganda." Papar Ferdinan.
"Tapi sungguh, hasil tesnya keluar sangat lama, sudah seminggu lebih baru keluar."
"Tidak semudah itu Jan, aku tidak ingin sampai salah diagnosa, jadi aku berusaha melakukan pengecekan seakurat mungkin agar nantinya kita tidak salah treatment." papar Ferdinan, kemudian ia beralih menuju Seva.
"Kurasa alter barumu sangat merepotkan.
Lihat saja semua luka-luka di seluruh tubuhmu,
wah... Jika terus begini, akan sangat berbahaya jadinya.
Kana saja sudah cukup merepotkan dengan mengganggu waktu tidurmu, dan sekarang ditambah dengan alter misterius ini. Lama kelamaan tubuhmu akan sampai pada batasnya."
BRAG!!
Tiba-tiba saja Febri datang membuka pintu hingga terbanting keras ke dinding, membuat ketiga orang di dalam ruangan terkejut.
"Febri?!"
"SIALAN KAU JAAAAN!!" Teriak Febri, tatapan matanya dipenuhi oleh api amarah. Ia berlari menghampiri Jan, lalu menarik kerah baju dari pemuda yang lebih tinggi.
"Berani-beraninya kau menipuku!"
"Shhh... jangan ribut! Banyak orang sakit di sini." Tegur Jan yang berhasil membuat Febri melepaskan genggaman tangannya dari kerah baju Jan walau dengan terpaksa.
"Habisnya kak Jan kejam sekali sih memberikan nama rumah sakit yang salah kepadaku."
"Aku kan hanya bercanda."
"Bercandamu tidak lucu.
Kau tidak tau seberapa malunya aku saat aku bertanya kepada resepsionis letak ruangan tempat Tante dirawat di rumah sakit A" Gerutu Febri kesal, di sisi lain Jan hanya terkekeh senang mendengar keluhan si bocah SMA tersebut.
"Ngomong-ngomong mengapa kau tau aku membawa Seva ke rumah sakit ini?"
"Tentu saja karena kakakmu, dokter Ferdinan bekerja di sini."
"Ooh... Ternyata kau pintar juga."
"Hey! Berhentilah menganggapku bocah ingusan yang bodoh!"
"Tapi kenyataannya kan memang begitu."
Febri mendengus kesal, lalu menjulurkan lidahnya ke luar, memasang wajah mengejek ke hadapan Jan, kemudian ia mengalihkan pandangannya ke arah Seva yang sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit. Seketika mimik wajah Febri berubah menjadi sedih.
"Tante tidak apa-apa?" Tanya Febri khawatir.
"Lenganku patah, tulang rusukku retak, dan sekujur tubuhku dipenuhi memar, aku harap aku baik-baik saja." Jawab Seva penuh keluh kesah.
"Teganya para berandalan itu memukuli wajah cantik Tante sampai babak-belur seperti ini. Aku jadi kesal mengetahuinya."
"Tidak, Kau salah. Dia lah yang memukuli para berandalan itu hingga tak sadarkan diri. Atau lebih tepatnya alter baru Seva yang melakukannya." Papar Jan.
"Sekuat itukah Karlina?" Tanya Febri yang dibalas pertanyaan lagi oleh Jan.
"Karlina? Apa itu nama si alter baru?"
"Ya."
"Kau menamainya?"
"Tidak, bukan aku, tapi teman sekelasku lah yang memberitahukannya kepadaku."
"Temanmu? Bagaimana bisa?"
"Aku pun tidak paham, tapi sepertinya dia pernah bertemu dengan alter ka Seva yang satu ini."
"Waw dunia begitu sempit, aku tidak menyangka bahwa teman sekelasmu lah yang menemukan alter lain milik Seva.
Ini seperti sebuah kebetulan."
"Dia bilang, dia bertemu dengan Karlina saat ia sedang tawuran."
"Tawuran?" Febri menganggukkan kepalanya, mengiyakan pertanyaan Jan tersebut.
"Ngomong-ngomong siapa nama temanmu itu?"
"Aprilio, dia ketua geng motor Bloody Moon."
"Aprilio? Geng motor Bloody Moon?
Tunggu!
Bukankah itu nama geng motor paling ditakuti di Bandung?!"
"Ya, memangnya kenapa?"
"Kau ini kenapa malah bertanya.
Apa kau tidak berpikir, akan seberapa merepotkannya jika kita berurusan dengan yang dinamakan geng motor.
Ini geng motor loh... GENG MOTOR! Apalagi geng motor Bloody Moon adalah salah satu dari empat geng motor tersohor di Bandung."
"Benar apa yang dikatakan oleh Jan," Ferdinan mengintrupsi.
"Berurusan dengan anggota geng motor bukan lah hal yang baik. Lihat saja keadaan Seva sekarang, sungguh mengenaskan."
"Karlina memanglah kuat, tapi ingat, mereka berbagi tubuh yang sama.
Seva akan menerima Akibat dari setiap tindakan Karlina.
Masuk ke dunia pergengmotoran, berarti masuk ke dunia penuh kekerasan. Fisik Seva tidak akan sanggup untuk mengatasinya, ia bisa tumbang kapan pun dan di mana pun.
Aku khawatir jika ini terus berlanjut, bisa-bisa keselamatan Seva yang jadi taruhannya."
mendengar itu, serentak semua termenung setelah menyadari bahwa apa yang dikatakan oleh Ferdinan ada benarnya juga. Baik Jan maupun Febri tidak ingin Seva dalam bahaya. Melihat keadaan Seva yang sekarang ini saja sudah sangat melukai hati, apa lagi jika Seva sampai kehilangan nyawanya gara-gara alter bernama Karlina ini.
Satu-satunya cara agar Seva bisa terhindar dari kematian adalah dengan cara menghilangkan alter ini, tapi pertanyaannya 'bagaimana?'. tak ada satupun clue yang mereka dapatkan untuk menyembuhkan penyakit kepribadian ganda yang diidap oleh Seva, karena menurut penjelasan Ferdinan, bahwa setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam proses penyembuhan.
Febri jadi dilema. Ia ingin menghilangkan alter Karlina yang berbahaya bagi tubuh Seva, tapi di sisi lain ia takut jika mereka nantinya juga akan menghilangkan keberadaan Kana dari tubuh Seva. Febri belum rela jika harus berpisah dengan sang pujaan hati.
"bisakah kita mengatasi masalah ini tanpa menghapus keberadaan mereka?" tanya Febri membuat atensi ketiganya beralih kepadanya.
"memangnya kenapa?" tanya Jan berusaha mencari tahu alasan dibalik perkataan Febri tersebut.
"aku... aku..." ingin sekali Febri mengungkapkan perasaannya, namun ia takut dicap sebagai orang yang egois.
Ferdinan adalah seorang psikiater handal, hanya dengan melihat tingkah laku Febri, ia tahu alasan dibalik permintaan bocah SMA tersebut.
Ferdinan menghela nafas panjang, lalu dengan lembut menepuk punggung yang paling muda.
"untuk saat ini yang bisa kita lakukan adalah terus memantau keadaan Seva, dan jangan sampai kita lengah sedikit pun. karena seperti yang kita tau, alter-alter Seva muncul disaat tidak ada seorang pun yang memantaunya."