Febri membulatkan matanya, terkejut akan sosok yang ia lihat di layar handphone Aprilio.
Febri merebut ponsel itu dari tangan Aprilio, berusaha untuk melihat lebih jelas potret perempuan di layar tipis itu. Matanya tidak buram juga tidak sedang berhalusinasi. Perempuan berkucir kuda di handphone Aprilio itu benar-benar Tante Kana.
Tidak!
Jika dipikir-pikir lagi, walaupun rupa perempuan itu sama, tapi aura dan penampilannya sangat jauh berbeda, bringas dan mengintimidasi. Tidak seperti Tante Kana yang dewasa dan terkesan mewah, juga tak seperti kak Seva yang rapi dan bersih. Febri curiga bahwa perempuan itu adalah alter lain yang dimiliki kak Seva.
"Tadi kau bilang siapa namanya?" Tanya Febri sembari menunjuk ke arah foto di layar handphone.
"Karlina."
Tepat seperti dugaan Febri.
Tanpa membuang waktu lagi Febri langsung menghubungi Jan. Aprilio yang melihat tingkah laku Febri, hanya bisa menatap bingung ke arah orang di depannya.
Tak lama Jan mengangkat panggilan telepon Febri.
"Halo?"
"Kak Jan!"
Mereka menyapa secara bersamaan.
"Aku menemukan Tante Kana! Tidak," Febri menggelengkan kepala "maksudku kak Seva! Tidak," dan lagi-lagi Febri menggelengkan kepalanya.
"Aku menemukan alter lain milik kak Seva!
Sepertinya dia seorang berandalan."
"Ya, aku tau." Jawaban Jan.
"Kak Jan sudah tau?" Tanya Febri tidak percaya.
"Hmm... Sekarang dia sedang memukuli sekumpulan geng motor di depanku." Papar Jan dengan nada yang seakan tak ada gairah hidup.
"Hah! Apa? Aku tak bisa mendengarmu?"
Entah mengapa pendengaran Febri terhalang suara ribut dari balik sambungan.
"Kak Jan, aku tidak bisa mendengar suaramu dengan jelas.
Mengapa di sekelilingmu terdengar sangat ribu?
sekarang kau sedang ada dimana? "
"Aku sedang bersembunyi di balik tiang listrik"
"TIANG LISTRIK?!"
Jan tidak berbohong, sekarang dia memang sedang bersembunyi di balik tiang listrik, menatap ngeri ke arah seorang gadis yang sedang asik membantai orang-orang di hadapannya.
Alter yang hebat, juga menyeramkan. Jan tidak menyangka Seva memiliki alter seperti ini. Tubuh rampingnya yang terlihat lemah dapat dengan mudahnya menumbangkan para berandalan bertubuh besar hanya dengan sekali pukulan. Mereka terlempar ke segala arah seperti kapas yang berhamburan.
Jan ingin membantu, tapi melihat pertarungan yang begitu sadis, membuat Jan mengurungkan niatnya. Bukan karena wajah sangar para berandalan, justru Jan lebih takut dengan Seva, atau bisa dibilang alter lain Seva, Jan tak tau siapa namanya.
"Hey kau!" Panggil Karlina, yang dipanggil langsung meringis ketakutan, berusaha menyembunyikan wajahnya di balik tiang listrik.
Jan sudah tidak peduli lagi jika ia dipanggil pengecut oleh orang-orang, yang penting ia bisa menyelamatkan diri dari mahluk buas yang sedang berjalan menghampirinya.
Seva sekarang bukan lah Seva yang seperti biasanya, sekarang tubuhnya sudah diambil alih oleh seorang gadis berkekuatan gorila. Entah apa yang akan terjadi pada Jan jika ia harus berurusan dengan alter ini, mungkin nasibnya akan sama dengan para berandalan yang sekarang terkapar tak sadarkan diri di tanah.
Jan berusaha berlari menuju motornya, namun sayang Karlina terlebih dahulu menangkapnya dengan menarik kerah baju si pemuda malang.
"Kau mau lari?" Tanya Karlina datar, namun sungguh mengintimidasi.
"S-seva... I-ini aku Jan, kau ingat kan? Aku teman baikmu." Ucap Jan, suaranya bergetar.
Karlina sama sekali tidak menghiraukan perkataan Jan, Ia malah mengatakan kepalan tangannya ke atas, mengambil ancang-ancang untuk menghantamkan tinjunya ke wajah Jan.
"Febri," panggil Jan kepada orang dari balik sambungan telepon.
"Jika aku mati tolong hapuskan catatan histori browser di handphone dan laptop-ku ya, password-nya 1889." Itulah pesan terakhir Jan sebelum ia menghampiri ajalnya.
"Apa maksudmu?"
"Sampai jumpa dunia"
BRUG!!
terdengar suara hantaman yang keras dari arah sambungan telepon Jan. Febri terkejut dan mulai panik. Aprilio yang masih menyimak Febri pun juga turut panik.
"Kak Jan? Kau tidak apa-apa? Kak Jan?! KAK JAN?!!"
"Berisik!
Aku tidak apa-apa, jadi berhentilah berteriak!"
"Eh?
Kak Jan masih hidup?"
"Aku masih hidup."
"Ku kira kau dipukuli oleh para berandalan itu."
"Bukan mereka, tapi alter lain milik Seva yang mau menghajarku." Balas Jan.
"Dia alter yang menyeramkan, dia bisa mengalahkan berandalan-berandalan itu seorang diri. Coba bayangkan jika dia berhasil menghajar ku, bisa-bisa aku sudah tidak ada lagi di dunia ini,
Fyuh... tapi untung saja tidak."
"Jika kau tak jadi dihajar, lalu yang tadi itu suara apa?"
"Suara apa yang kau maksud?"
"Suara benturan keras, aku sempat mendengarnya tadi."
"Ooh itu, itu tadi suara tubuh Seva yang jatuh ke tanah."
"Suara Tante?!
Hey apa yang kau lakukan kepada Tante Kana?
Jangan coba-coba berlaku kasar kepada Tante Kana ya!
Jika tidak, akan ku hajar kau. Camkan itu!"
"Hey, hey, hey, tenang dulu, Aku tidak melakukan apa-apa kepadanya, hanya saja tadi dia tiba-tiba jatuh pingsan."
"Tante pingsan?!"
"Ya, dan sekarang aku sedang membawanya ke rumah sakit menggunakan ambulan."
"Rumah sakit mana?"
"Rumah sakit A"
"Ok! Aku akan menyusul!"
"Hey! Ini masih jam sekolah, jangan kau coba-coba untuk membolos!"
"Kau bukan orang tuaku, jadi kau tidak berhak untuk memerintahku." Ujar Febri ketus, lalui ia memutus sambungan telepon.
"Dasar anak SMA tak tau sopan santun." Gerutu Jan seraya menatap kesal ke arah handphone-nya, lalu atensinya beralih ke arah Seva yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas tandu ambulan. Rasa khawatir terlihat jelas di wajah Jan.
Febri meraih ransel hitamnya di meja, lalu bergegas melangkahkan kakinya pergi.
"Kau mau ke mana?" Tanya Aprilio menghentikan langkah kaki Febri.
"Rumah sakit."
"Apa Tante yang kau bicarakan itu terluka?"
Dari pertanyaan itu Febri sadar bahwa sejak tadi Aprilio menguping pembicaraannya dengan Jan.
"Boleh aku ikut? Aku bisa mengantarmu dengan motorku."
"Tidak, aku membawa motorku sendiri." Dengan cepat Febri menolak. Fikirnya bisa gawat jika nanti Aprilio menemui Tante Kana dan mengetahui bahwa Tante Kana dengan Karlina adalah orang yang sama. Bisa-bisa rivalnya untuk mendapatkan Tante Kana semakin banyak. Jan saja sudah cukup bagi Febri.
"Baiklah kalau begitu." Ujar Aprilio kemudian ia kembali duduk.
Febri melangkahkan kakinya menuju parkiran sekolah, sedikit dipercepat karena tak sabar untuk segera menjenguk Kana di rumah sakit. Bahkan Febri mengabaikan teguran setiap guru yang ia temui di sepanjang lorong gedung sekolah saking terburu-burunya.
Akhirnya Febri sampai juga di parkiran. dengan tergesa-gesa siswa SMA itu menyalakan motornya, lalu melaju motor bebek kesayangannya itu dengan kecepatan tinggi.
Sesampainya di rumah sakit A, Febri langsung menghampiri meja resepsionis untuk menanya dimana letak ruangan tempat Kana di rawat.
"Permisi mba, ruangan pasien bernama Kan-eh Seva di mana ya?"
"Maaf tidak ada pasien bernama Seva di sini." Balas sang resepsionis sambil lirik ke arah buku catatannya di meja.
"Ada mba, dia baru saja datang tadi."
"Tidak ada ka, tidak ada pasien baru bernama Seva di sini." Sang resepsionis mengasongkan buku tamu kepada Febri.
"Kaka bisa cek sendiri."
Benar apa yang dikatakan oleh sang resepsionis, tidak ada pasien bernama Seva di rumah sakit ini.
Lalu seketika Febri tersadar bahwa ia telah ditipu oleh Jan.
"DASAR JAN SIALAN!"