Martin berjalan tergesa-gesa menuju toilet. Kedua tangannya terus menutupi bokongnya, mencoba menahan rasa mulas yang sudah ia tahan dari awal kelas berlangsung hingga selesai. Berarti ia sudah menahannya selama hampir dua jam. Dua jam bukanlah waktu yang sebentar, apalagi saat menahan mulas. Sudah seperti menunggu seabad bagi Martin.
Mari salahkan seblak ceker yang Martin makan kemarin. Jika tau efeknya akan seperti ini, tidak akan sekali-kali Martin memakannya. Kalaupun ia bisa menahan godaannya.
Sesampainya di toilet, Martin langsung masuk ke salah satu bilik terdekat dari pintu masuk toilet. Dengan cepat ia menanggalkan celananya hingga kelutut, lalu duduk diatas kloset duduk yang ada di sana.
"Ah...."
Martin akhirnya bisa bernafas lega, setelah apa yang ia tahan-tahan keluar juga. Ia menaikkan kembali celana levisnya, lalu memasang kembali sabuk celananya.
Sayup-sayup Martin mendengar suara alunan musik dari luar bilik. Lagu itu memiliki lirik berbahasa asing dengan genre pop EDM yang belum pernah Martin dengar sebelumnya. Sepertinya itu bahasa korea.
Martin jadi penasar. Didekatkannya daun telinga Martin ke pintu untuk mendengar lebih jelas darimana sumber suara itu berasal.
Suara alunan musik itu lama kelamaan terdengar semakin mendekat diiringi suara hentakan kaki bertempo. Terdengar jelas seakan-akan berada tepat di depannya.
Dengan gesit Martin membuka pintu bilik. Menampakka seorang gadis yang sedang menari dengan sangat lincah di depan Martin. Itu gadis kemarin, gadis gila yang ia temui di toilet yang sama dengan sekarang.
Manik Martin membulat dan mulutnya menganga. Ia tidak menyangka akan bertemu gadis gila itu lagi.
Sekarang apa yang sedang gadis itu lakukan di toilet?
Menari?
"Hey! Bagaimana menutmu tarianku ini?" Tanya Deby melangkah dengan asiknya menuju Martin.
"Apa kau masih juga belum sadar?" Tanya Martin sarkas.
"Bukan kamu, tapi Deby. Lagipula apa salahnya aku menari?"
"Bukan itu maksudku." Martin menepuk jidat, ia lelah menghadapi orang di hadapannya ini yang belum juga sadar bahwa perempuan di larang masuk ke toilet pria, juga berlaku sebaliknya.
"Ini tarian dari lagu terbaru grup boyband k-pop favoritku, namanya 'SEVENTY', baguskan?
Bagaimana jika kita menarikan lagu ini di festival tahunan kampus nanti? Pasti keren!"
"Siapa yang kau maksud kita?
Sudahlah ayo cepat keluar!"
Martin mendorong tubuh Deby ke arah pintu secara paksa, namun Deby terus berusaha menahan tubuhnya agar tidak terdorong sambil terus mengoceh memaksa Martin untuk bergabung dengan grup boyband bentukannya.
"Ayo kita bentuk gup boyband bersama. Aku yakin kita akan menjadi kombinasi yang hebat." Bujuk Deby yang langsungsung ditolak mentah-mentah oleh Martin.
"Sudah kubilang tidak, ya tidak. Aku tidak tertarik dengan hal-hal seperti itu!"
Tiba-tiba saja terdengar suara langkah kaki dari luar juga terlihat daun pintu yang berputar ke bawah, pertanda seseorang akan datang memasuki toilet.
Seketika Martin menjadi panik. Bisa gawat jika ada orang yang melihat Deby berada di toilet pria. Bisa-bisa mereka dituding tengah melakukan hal yang tidak-tidak di sini.
"Hey ayolah... Aku jamin kau akan jadi terkeNAAAALL!!!"
Dengan cepat Martin menarik tangan Deby, membawa gadis itu masuk ke salah satu bilik terdekat beserta dirinya.
'KREAK' suara pintu terbuka. Seorang pemuda melangkah ringan memasuki toilet sambil bedendang riang menyanyikan sebuah lagu. Ia menghampiri salah satu urinoar yang menempel di dinding toilet dan langsung melakukan urusannya, yaitu berkemih.
"Toiletnya bau." Oceh Deby.
"Apa kau sudah membersihkannya dengan ben-hmmm!!!"
Martin langsung membungkam mulut Deby, berusaha untuk menghentikan ocehan tak berujung dari sang gadis.
"Shh... Bisa diem tidak!" Titah Martin berbisik.
Awalnya debi sempat memberontak dan terus meront-ronta berusaha untuk melepasan bekapan tangan Martin dari mulutnya. Namun akhirnya Deby menyerah dan memilih untuk diam karena kehabisan tenaga.
Suara pintu terbuka lalu tertutup terdengar, pertanda orang itu sudah pergi ke luar. Akhirnya Martin melepaskan bekapan tangannya dari mulut Deby.
"Kau ini kenapa sih?"
"Kau yang kenapa?!" jan menanya balik.
"Aku hanya menolongmu. Bisa gawat jika ada orang yang melihat seorang perempuan di dalam toilet pria."
"Yang aneh itu jika dua orang laki-laki berduaan di dalam toilet seperti ini tau!" Protes Deby tak terima. Ia kesal karena Martin masih saja menganggapnya sebagai seorang perempuan. Jelas-jelas dia ini laki-laki.
Martin melirik ke arah Deby yang tubuhnya lebih pendek darinya. Mereka begitu dekat dan hampir tak ada jarak diantara mereka, bahka Martin bisa dengan jelas mencium aroma manis tubuh Deby walau samar-samar tercium bau tak sedap dari toilet.
Jika dipikir-pikir lagi, posisi mereka sekarang ini sangat membahayakan, ditambah sekarang mereka sedang berada di toilet. sadar akan hal itu, sontak Martin mendorong tubuh Deby ke belakang hingga tersungkur ke atas kloset, lalu Martin berlari keluar bilik dengan tersandung-sandung.
Martin berjongkok di lantai, nafasnya terengah-engeh karena detak jantungnya yang berdegup tak karuan. Baru kali ini Martin berhadapan sedekat ini dengan seorang perempuan. Biasanya dia akan berusaha untuk menjaga jarak dengan mereka, karena jujur Martin itu tipe laki-laki pemalu, terutama terhadap makhluk yang di sebut sebagai perempuan.
"Aku akan memberikan kebebasan untukmu untuk memilih nama grup kita. Jadi, jika begitu, apa kau mau bergabung dengan grup boybandku?" Tanya Deby lagi yang tau-tau sudah ada di samping Martin.
Martin terkejut bukan main hingga ia terperanjat kebelakang. Degup detak jantungnya yang belum juga tenang, seketika terpicu kembali dengan kencang kala melihat wajah Deby yang begitu dekat dengannya.
"Aish.... Kau ini.
Sudah kubilang tidak! Dan sebanyak apapun kau membujukku, aku tidak akan pernah berubah pikiran."
"Mengerti?!" Tegas Martin memperjelas.
Matin menghela nafas panjang. Ia sudah lelah dengan setiap bujuk rayu Deby yang sangat mengganggu itu, ia juga jenuh dan kesal.
Tak habis pikir, entah apa yang sedang dipikirkan oleh Martin. Tanpa aba-aba tiba-tiba saja Martin meremas buah dada Deby, hingga sang empunya terkesiap membulatkan bola matanya.
"Mengapa kau tidak pernah bisa mengerti bahwa kau ini seorang perempuan huh?!" Ucap Martin berusaha menyadarkan Deby.
Martin melangkah pergi dengan kesal. Dia tidak peduli lagi dengan hal tak senonoh yang telah ia lakukan kepada Deby. Sekarang yang ada dipikirannya adalah bagaimana caranya agar gadis sinting itu sadar dan menbuatnya berhenti meneror Martin dengan bujuk rayu bodohnya itu.
Martin membanting pintu keras-keras, meninggalkan Deby yang tengah berdiri mematung menatap ke arah cermin.
Deby menatap dengan seksama pantulan bayangan dirinya pada cermin. Wajah feminimnya yang cantik dengan bulu mata panjang yang menghiasi mata indahnya, rambut halusnya yang panjang, kulit putih mulus, dan dua tonjolan yang bermukim di bagian dadanya semakin memperjelas siapa dirinya yang sesungguhnya.
Seorang perempuan.