Jan melipat kedua tangannya di atas stang motor, duduk sembari menanti seseorang keluar dari sebuah indekos. Jarak antara Jan dengan indekos itu lumayan jauh, ada sekitar 7 meter, tapi jarak pandangnya masih bisa menjangkau bangunan dua lantai tersebut.
Penyamaran Jan sudah sempurna. Pakaiannya sudah lengkap hitam semua. Mulai dari jaket, celana, helm, bahkan ia sampai meminjam motor hitam milik temannya hanya untuk menuntaskan misi kali ini.
Misi apa?
Misi untuk memata-matai Seva selama sehari penuh, dari pagi hingga malam.
Jangan salah paham, Jan bukanlah orang mesum. Ia memata-matai Seva hanya untuk memastikan apa yang diceritakan oleh sang kakak kemarin. Memastikan apa benar Seva mengidap gangguan kepribadian ganda atau tidak.
Kemarin saat Jan mengunjungi Ferdinan di rumah sakit tempat kakanya itu bekerja, Ferdinan sempat becerita tentang seorang pria pengidap kepribadian ganda. Pria yang tidak diberitahukan namanya itu didiagnosis memiliki tiga keprbadian dengan identitas yang berbeda-beda.
Terdengar seakan mengada-ada, tapi apa yang diceritakan oleh Ferdinan itu benar adanya. Jan pun awalnya tak percaya, namun setelah dijelaskan lebih dalam oleh sang kakak, barulah ia percaya.
Kepribadian ganda adalah kondisi dimana seseorang meiliki kepribadian dua atau lebih dalam dirinya. Pemicu kondisi ini biasanya disebabkan oleh pengalaman traumatis di masa kanak-kanak. Itulah yang dijelaskan oleh Ferdinan pada Jan.
Jan hanya menduga-duga, tapi bisa saja Seva mengalami kondisi yang serupa dan Kana merupaka seorang dari salah satu alter yang dimiliki oleh Seva. Jan berpemikiran seperti itu karena Seva sering kali mengalami amnesia, lupa akan apa yang telah ia perbuat sebelumnya. Contohnya saja saat ia lupa telah membawa begitu banyak paper bag ke kampus satu minggu yang lalu.
Apa yang terjadi dengan Seva akhir-akhir ini, sama persis dengan ciri-ciri yang dijelaskan oleh Ferdinan. Namun ada kemungkinan penyakit yang lain seperti skizofrenia atau alzheimer. Entahlah, tapi, semoga saja semua kerancuan ini akan terjawab satu-persatu.
Hari minggu, hari yang cocok untuk bersantai, cuacanya pun cerah, hari yang tepat untuk berkencan bagi orang-orang yang memiliki kekasih.
Seva jomblo, ada kemungkinan dia tidak akan pergi keluar. Tapi Jan sudah mengecek kegiatan Seva hari ini. Ia menanyakannya secara langsung kepada orang yang bersangkutan. Saat menanyakannya kepada Seva, Jan sebisa mungkin tidak terlihat mencurigakan dengan berpura-pura akan mengajak Seva jalan-jalan. Untunglah Seva menolak ajakan Jan, sehingga rencana yang sudah ia susun tidak akan berakhir sia-sia.
Ngomong-ngomong soal jadwal, Seva hari ini akan pergi keperpustakaan kota. gadis itu memang rajin, bahkan saat libur pun ia selalu menyempatkan diri untuk belajar.
Sudah satu setengah jam Jan menunggu, tapi Seva tak kunjung keluar dari indekos. Jan melirik ke arah jam tangan di lengan kirinya. Jarum jam telah menunjuk ke angka sembilan lebih sepuluh menit, sudah waktunya perpustakaan kota dibuka. Tak lama kemudian seorang gadis bersurai panjang keluar dari indekos dengan menggunakan pakaian kasual berupa sweater berwarna abu-abu dipadu celana levis berwarna putih.
Seva berjalan menuju jalan raya utama, langkahnya ringan dan santai. Ia menikmati sejuknya cuaca pagi sambil bersenandung kecil. Gadis cantik itu nampaknya tak tahu bahwa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang menggunakan sepeda motor yang dilaju pelan.
Seva mulai berlari pelan kala melihat sebuah mobil angkutan kota berwarna hijau yang menantinya di sisi jalan. Dengan tergesa-gesa Seva masuk ke dalam mobil itu dan langsung memilih posisi duduk favoritnya, yaitu kursi paling belakang.
Jan terus mengikuti Seva, mengikuti kemana arah angkutan kota itu pergi. Ia melajukan motor milik temannya itu dengan sangat hati-hati, menyesuaikan kecepatan dengan mobil didepannya.
Mereka telah sampai di depan gedung perpustakaan. Seva turun dari mobil hijau itu, lalu segera masuk ke dalam gedung perpustakaan. Jan memarkirkan motornya di pinggir jalan, ia tidak mau memarkirkan motor hitam itu di dalam, karena takut jika tiba-tiba Seva pergi, Jan tidak sempat untuk mengeluarkan motornya dari parkiran. Efisien, tapi berdo'a saja tidak ada orang yang mencurinya.
Jan segera menyusul Seva ke dalam perpustakaan. Ia menutupi wajahnya dengan masker dan kaca mata. Sempat mencari-cari keberadaan Seva, dan akhirnya Jan menemukan gadis itu duduk di salah satu kursi sambil ditemani beberapa tumpuk buku di mejan. Jan mengawasi sahabatnya itu dari jauh sambil berpura-pura membaca buku, walaupun posisi buku yang di pegang oleh Jan terbalik.
Jan terus memantau sahabatnya itu dari jauh, ia sesekali besembunyi dibalik buku kala Seva melirik ke arahnya. Sebenarnya Seva sudah curiga, ia merasa ada yang mengikutinya sedari tadi. Pakaian seba hitam juga masker yang menutupi wajah, penampilan yang sangat mencurigakan. Itulah yang membuat Seva terus mlirik ke arah Jan.
Kegiatan Seva di hari minggu sangatlah membosankan. Berjam-jam gadis itu menghabiskan waktu hanya dengan membaca buku, membuat Jan yang memantaunya jadi mengantuk.
Sekarang sudah pukul dua siang, Seva terus membaca sampa-sampai melewatkan makan siang. Perut Jan terus berbunyi menahan lapar, ia ingin makan, namun ia tak bisa melepaskan pandangannya dari Seva.
Saat Jan tengah sibuk mengusap perutnya yang lapar, tiba-tiba saja Seva berdiri dan beranjak pergi dari tempat duduknya. Jan yang melihat itu buru-buru berdiri dan langsung mengikuti kemana gadis cantik itu pergi.
Langkah Seva membawa Jan ke salah satu restoran siap saji yang letaknya tak jauh dari perpustakaan kota. Beruntungnya Jan, Seva datang ke sana untuk makan siang, jadi Jan tidak perlu berlama-lama menahan lapar. Tanpa menghambur-hamburkan waktu, Jan masuk ke dalam restoran itu lalu duduk di salah satu kursi kosong tak jauh dari Seva.
Jan terus memantau gerak-gerik Seva, ia pun tak lupa memotret setiap kegiatan Seva sebagai barang bukti walaupun tak ada satupun hal mencurigakan yang gadis itu lakukan. yang dilakukan seva hanyalah makan siang sambil terus bermain dengan handphone-nya.
Lupakan tentang memata-matai Seva sejenak. Sekarang Jan harus mengisi amunisi perutnya yang sudah sedari tadi keroncongan. Ia menyantap dengan lahap burger berukuan besar yang sudah ia pesan tadi. nampaknya Jan sangat kelaparan, hanya dalam hitungan detik saja burger berukuran besar itu telah habis hingga tak bersisa.
Berjam-jam Seva sibuk dengan handphone-nya dan akhirnya ia berdiri dari kursinya. seva pergi menuju toilet dan memasukinya. Jan hanya bisa mengikuti Seva hingga ke depan pintu toilet. Jan ingin menunggu Seva di dekat toilet wanita, tapi orang-orang yang berlalu-lalang terus menatap ke arahnya dengan tatapan curiga, mungkin mereka pikir Jan adalah orang mesum.
Tak mau dikira orang mesum oleh orang-orang, Jan kemudian kembali menuju kursinya dan lebih memilih menunggu Seva kembali.
Setelah setengah jam menanti, akhirnya Seva ke luar juga dari toilet. Jan pikir setengah jam adalah waktu yang cukup lama untuk sekedar berkemih, tapi ternyata bukan itu yang Seva lakukan.
Terkejut bukan main kala Jan melihat Seva yang sudah berdandan menor melenggang pergi melintas di hadapannya. Pakaian yang digunakan Seva tetap sama, tapi Jan merasa orang yang melintas dihadapannya tadi bukanlah Seva, melainkan orang lain yang tak asing baginya.
Jan tergesa-gesa mengejar Seva, ia sedikit cerobah karena sempat pangling dengan penampilan Seva yang tidak biasa. Namun sayangnya Jan terlambat, ketika Jan keluar dari restoran, Seva sudah pergi dibonceng oleh seorang pemuda menggunakan sebuah sepedah motor berwarna merah. Lebih mengejutkannya lagi, ternyata pemuda itu adalah Febri.