Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Broadcast of Live and Love

🇮🇩Alessandro_Mulya
15
Completed
--
NOT RATINGS
23.6k
Views
Synopsis
Diandra adalah seorang penyiar radio di YoungWildFree FM. Diandra hidup sendiri sepanjang harinya dan tidak memiliki satupun keluarga yang masih mendampinginya. Di tengah kegalauan dengan posisinya yang akan tergantikan, kehadiran wanita yang dia hindari di radionya, mantan yang kembali dari masa lalu dan kakaknya yang tiba-tiba kembali, apakah Diandra sanggup menghadapi hidupnya yang tiba-tiba berbalik 180 derajat?
VIEW MORE

Chapter 1 - Act 1 The Adventure of a Hatchling.

Aku menyeruput sebuah kopi sebelum kuparkirkan vespaku di stasiun radio YoungFreeWild FM. Yak, inilah sebuah stasiun radio yang menjadi tempatku bekerja sebagai broadcaster selama 2 tahun belakangan ini. Kuturunkan setang standar di vespa biruku dan sejenak kuteguk lagi kopiku yang sudah mendingin itu. Aku menengadah ke atas. Tiang radio dengan slogan "Live Young and Wild and Free" terpampang tinggi di atas. Nyaris saja membuat topiku terjatuh.

Jenuh, aku langsung masuk, melewati Mas Joni, Office Boy stasiun radio ini. Terlihat dia sedang main game. Asyik sekali sepertinya, pikirku sembari menjulurkan kepalaku melihat Mas Joni yang tidak bergidik sedikit pun.

"Mas!" Pagi Mas!" sahutku keras, membuyarkan fokusnya seketika.

"Pagi,Mas,Pagi—Selamat pagi,Mas!" Mas Joni terbata-bata membalas ucapanku.

Aku tersenyum. Mengawali pagi dengan usil adalah salah satu anugerah Tuhan yang indah. Melewati ruang tamu, aku menyapa Mas Ridho. Kuayunkan lenganku tinggi-tinggi ke atas. Mas Ridho pun demikian. High-five! Mas Ridho tersenyum dan sedikit berdansa layaknya anak muda.

Walaupun keriputnya tidak bisa menutupi kenyataan yang suram. Aku menggelengkan kepala semabri memasuki ruang broadcast. Dingin sekali. Mengalahkan Surga. Mas Joni jangan-jangan memasukkan es batu ke freon AC. Aku pun duduk di kursi di dekat mic condenser untuk memulai broadcast pada pagi yang cerah ini. Aku melihat sekeliling yang serba hitam. Karpet yang hitam. Dinding yang tebal dan hitam. Meja yang mengitariku yang juga hitam. Lalu aku menaruh kunci motor dan dompetku. Lalu aku menyadari sesuatu. Kopiku tertinggal di motor.

"Sialan." Bisikku dengan pelan.

Mas Ridho langsung memberikan tatapan jahatnya dari kaca di dekatku. Sepertinya suaraku terekam. Aku langsung memberikan gestur minta maaf dan langsung mengetuk tombol untuk memulai siaran sembari mengabaikan Mas Ridho yang mencak-mencak seperti orang ayan menirukan Tari Piring. Ah, indahnya hari ini.

"Jadi buat kalian yang pergi lewat jalan MERR, hati-hati sama truk yang baru saja terguling yah...kalau bisa kalian muter aja lewat gang tikus. Kali aja ketemu tikus. Hehehe. Anyway,it's getting late,and this is Diandra,live on YoungFreeWild FM,see you next time!" aku bercuap.

Lalu menghela napas dan menengadah ke kiri melihat jam dinding yang putih.Kontras dengan penghuni di sekitarnya. Sudah jam 4. Kulihat Jerry di luar dari jendela. Tetap saja dengan muka madesu-nya.

Dengan langkah gontai karena capek aku menghampiri Jerry di ruang tamu, melewati Mas Ridho yang tertidur di sofa dengan mulutnya yang terbuka lebar. Nyaris saja laler ijo nyemplok di sana.

"Woi,Jer!" teriakku sambil menepuk bahunya dengan keras. Dia langsung terhentak. Lalu memicingkan mata, seolah-olah aku ini teroris.

Mas Joni melangkah masuk ke ruang tamu dan menyalakan lampu. "Ngomong itu ya kek,yang pelan gitu." Ujar Jerry dengan nada sarkas, yang membuat aku semakin tersenyum puas.

"Lagian ya, laptop di depan kamu, di sebelah tercecer remah-remah roti yang tidak kamu bagi-bagi, dan matamu sudah kayak mata panda gitu..." kataku sambil menudingkan jari ke matanya yang hitam. Jerry melihat jariku dan membuka mulutnya lebar-lebar. Semakin aneh saja makhluk Tuhan yang satu ini.

"Ayo makan lah,Jer...noh ada Made,tuh. Kayaknya baru selesai nge-band. Makan bertiga bareng kan gak ada salahnya." Kataku sambil mendongakkan kepala ke arah Made, tidak jauh di sebelah Jerry, sibuk mengutak-atik gitar.

"De! Kowe melok mangan ra?" kataku dengan lantang. Terlampau lantang sepertinya. Teriakanmu membuyarkan hibernasi Mas Ridho. Terlihat dia perlahan memutar-mutar kepalanya dan membuka matanya pelan-pelan. Persis seperti bayi yang baru lahir.

Merasa bersalah,aku langsung nyeplos,"Wah, Mas Ridho udah bangun...ikut makan mas?" ujarku sopan sambil tersenyum lebar sambil mengubah sedikit suaraku, agar dia tidak menyadari kalau aku yang membuyarkan lamunannya. Aku melirik ke ruang studio.

Ada Chrisjul rupanya! Chrisjul adalah panggilan untuk Christian Juliano, fotografer yang kerjaannya nemplok ke satu klien ke yang lainnya, sepertinya dia tidak pernah sekalipun sepi job. Memang masalah insting, anak toko kelontong satu ini jagonya. Aku melangkah masuk ke studio dan menyapa anak sinting satu ini.

"Woi,Jul!" teriakku. Sering sekali aku berteriak hari ini.

"Eh!" Chrisjul terkaget, membuyarkan fokusnya yang baru saja melepas lensa kamera.

"He! Kaget aku! Ruangannya lho sempit,coy. Mesti banget ya teriak lu?" damprat Chrisjul, sepertinya sedikit menggores kameranya.

"Melok mangan gak,koen?" ujarku sekali lagi. Chrisjul mengangguk pelan dan kembali memelototi kameranya. Sedikit bangga dengan aksi usilku tadi, aku beranjak meninggalkan studio yang dinginnya lebih duniawi tadi dan kembali ke ruang tamu untuk meringkasi barangku.

Semenjak kulihat ruang tamu ini, Made yang masih sibuk mencari kunci dan menuliskannya di kertas yang kucel...lalu mengambil kacang kulit di meja yang sama. Jerry yang tampak kesal melihat makanannya yang berharga disikat memberikan pandangan licik, lalu seraya mengalihkan pandangannya kembali ke laptop. Dia sibuk membuat...sepertinya sebuah logo. Atau seni abstrak. Atau keduanya. Mas Ridho terlihat keluar dari kamar kecil dengan muka yang basah, sambil mengenggam hapenya.

"Iya, Pak. Besok nanti kita bicarakan masalah kerjasamanya....iya. Makasih ya Pak." Sepertinya seorang klien. Dia lalu menuju ke meja dan mangambil kacang kulit milik Jerry. Jerry melotot lagi, namun tidak mau terkena masalah.

Mas Ridho duduk, dan kulihat Chrisjul akan keluar dari studio, membawa tas kamera dan ransel. Aku menoleh sekali lagi dan kulihat Mas Joni mengantarkan kopi hitam yang masih hangat ke meja. Yang dipenuhi dengan notes kucel, hape-hape, bekal entah siapapun itu yang langsung diambil dan dicuci Mas Joni, dan satu-dua bungkus rokok yang kosong melangkahi asbak di sampingnya.

Inilah hidupku setiap hari. Namun aku bernapas sejenak dan melihat sekeliling. Entah sampai kapan.