Jangan lupa vote and follow ya readers. Selamat membaca :)
"Ting" nada pesan ponselku berbunyi, kulihat ponselku untuk memeriksa siapa gerangan yang mengirimiku pesan. "Jam berapa pulang kerja? " isi pesan dari Lucien. Dengan antusias aku membalas "jam 16.00, kenapa? " balasku, lalu meletakkan ponselku kembali dan melanjutkan pekerjaanku.
Beberapa menit kemudian, "apakah kamu keberatan jika hari ini harus menemaniku bekerja? karena aku masih memiliki pekerjaan lain sore ini." balas Lucien. " Aku tidak keberatan, lagipula sore ini waktuku sangat luang." balasku lagi sambil tersenyum.
"Ok makasi karena sudah mau mengerti " balas Lucien lagi. Akupun mengernyitkan kening dan bertanya-tanya dalam hati "kenapa dia berterimakasih?bukankah aku yang menumpang padanya?jadi sudah sewajarnya aku mengikutinya kan?" Tanpa mengindahkan kata hatiku, aku langsung membalas pesannya "ok sama-sama ".
Jam sudah menunjukkan pukul 15.55 dan saat itu Lucien mengatakan lewat pesan jika dia sudah berada di parkiran. Lalu dengan santai ku suruh dia menunggu karena belum waktunya pulang. Ketika jam sudah menunjukkan waktuku pulang, dengan cepat aku melangkah pergi menuju parkiran agar tak diikuti Elsa.
"Kenapa kamu terburu-buru seperti itu?aku tidak masalah jika harus menunggu 5 menit atau 10 menit lebih lama" kata Lucien heran ketika aku masuk ke mobilnya seperti orang yang dikejar anjing.
"Ya karena aku tidak ingin diikuti oleh sahabatku yang sangat penasaran denganmu" jawabku jujur sambil terengah.
Kulihat laki-laki disebelahku menatapku bingung dan berkata "kenapa sahabatmu penasaran padaku?"
"Tak bisakah sekarang kita langsung berangkat ke tempatmu bekerja saja" kataku mengalihkan pembicaraan agar Lucien tidak penasaran dengan maksud perkataanku sebelumnya.
Meskipun sepertinya masih penasaran, tetapi Lucien tidak bertanya lagi dan fokus menyetir. Aku merasa tidak nyaman dalam keheningan dan mulai bertanya "memang kamu kerja di mana? apakah masih jauh?"
"Sudah kamu diam saja, nanti juga kamu tahu" jawabnya datar.
Sesampainya di tempat yang dituju aku cukup terkejut karena ternyata tempatnya bekerja adalah di bioskop kesayanganku. Aku memang sangat suka menonton, terutama film bioskop, drama korea, anime dan masih banyak lagi yang mana pada intinya aku sangat suka menonton. Bahkan setengah dari gaji bulananku habis di tempat ini, sungguh gila bukan?
"Jangan-jangan dia bekerja sebagai karyawan di sini. Jika ya matilah aku harus menunggunya selesai bekerja" batinku mulai menyesal telah mengatakan tidak keberatan.
"Tak perlu bengong begitu, aku akan membayar tiketmu. Tetapi bagaimana jika sekarang kita makan dulu?" katanya tiba-tiba sehingga aku pun tersadar dari lamunanku.
"Ok terserah padamu saja, jika kamu mau makan ya silahkan. Aku nanti makan popcorn saja sudah cukup" jawabku jujur.
"Kenapa?memang bisa kenyang makan popcorn?" tanyanya heran.
"Bisa kok, makanya nanti kamu beli popcorn yang ukuran besar dan sudah sepaket dengan minuman ya." jawabku cengengesan.
Tanpa banyak bertanya dia mengiyakan kata-kataku dan kami pun menuju food court yang ada di lantai atas dari bioskop tersebut. Sesampainya di tempat makan dia bertanya padaku "apakah kamu mau beli minum?"
"Tidak usah nanti aku tidak bisa makan popcorn" kataku beralasan. Padahal sebenarnya aku tidak menganggarkan uang lagi untuk membeli makanan di tempat seperti ini.
"Apa kamu suka jus strawberry?" tanyanya lagi. "Ya tentu saja. Kamu pesan saja makananmu, aku akan mencari meja kosong" kataku pada Lucien yang dibalas anggukkan olehnya.
Mataku mulai mencari meja kosong karena kebetulan saat itu tempat makannya cukup ramai, dan akhirnya aku menemukan satu meja kosong di sudut tempat makan tersebut.
Tanpa pikir panjang aku langsung menuju meja kosong itu dan menduduki kursinya. Seperti biasa orang-orang menatapku, tetapi tentu saja aku tidak memperdulikan tatapan itu karena menurutku bukanlah hal yang penting. Terkadang aku sendiri heran mengapa mereka bisa menatapku seperti itu, padahal aku merasa tidak ada yang aneh di diriku.
Setelah selesai memesan makanan, Lucien pun duduk di hadapanku dan menunggu makanannya datang. Dan tentu saja orang-orang di tempat itu menatapnya, terutama para wanita yang takjub akan ketampanan Lucien. Aku tidak heran dengan tatapan mereka tehadap Lucien karena dia memang sosok laki-laki yang sangat tampan dan sempurna. Beberapa saat kemudian makanannya datang. Aku terheran melihatnya ternyata memesan dua minuman. "Minumlah! aku merasa tak enak jika harus makan sendiri" katanya yang membuatku berpikir ternyata dia adalah orang yang cukup baik.
"Oh terimakasih" kataku senang. Dengan semangat aku pun langsung menyedot minumanku sampai habis sehingga membuatnya sedikit tersenyum. Heran dengan senyumnya aku pun bertanya "kenapa kamu tersenyum?apa ada yang aneh?"
"Tidak kamu tidak aneh hanya saja mengapa begitu terburu-buru minumnya?hahaha
Lagipula waktu nontonnya masih 30 menit lagi, jadi santai saja" katanya sambil tertawa.
Mengerti akan maksudnya aku pun langsung menjawab untuk menghindari rasa maluku "memang pekerjaan apa sih yang kamu lakukan di bioskop selain menjadi karyawan bioskop?"
"Menurutmu selain karyawan bioskop tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukan di bioskop?" tanyanya enteng.
"Ya, dan jika aku tahu ada aku tidak akan bertanya padamu bukan?" kataku lagi.
"Pengamat film, pernahkah kamu mendengar itu?" katanya mulai sedikit menjelaskan.
"Huh?memang ada pekerjaan seperti itu?ini baru pertama kalinya aku mendengarnya?" tanyaku penuh rasa penasaran.
"Tentu saja ada, buktinya kita ada disini kan?" katanya sambil tersenyum.
"Lalu apa yang kamu lakukan sebagai pengamat film?ya tentunya selain mengamati filmnya." jawabku yang masih penasaran.
"Eehhmm tentu saja membuat laporan hasil pengamatanku berdasarkan film yang aku tonton dan mengirimkannya pada rumah produksi yang memintaku mengamati film karya mereka." jelasnya singkat.
"Sepertinya pekerjaan yang menyenangkan." kataku lagi sambil berkata dalam hati "jika bisa setiap hari nonton bioskop pasti enak".
"Apa kamu suka menonton film?" tanyanya lagi sambil mengunyah makanannya.
"Tidak hanya suka film, aku juga sangat suka menonton anime, drama korea dan lain-lain yang pada intinya aku sangat suka menonton" jelasku panjang lebar.
"Oh berarti hal yang bagus mengajakmu menemaniku, karena aku bisa mendapatkan tambahan pendapat selain dariku sendiri." jawabnya senang.
"Ya semoga aku bisa membantu, ngomong-ngomong film apa yang akan kita tonton?" tanyaku penasaran.
"Unbelievable of Love, kamu tahu film itu?" tanya Lucien balik padaku.
"Tentu...tentu, itu adalah film yang sangat ingin aku tonton tapi karena anggaran hiburanku bulan ini sudah habis jadi terpaksa aku menundanya" jawabku curhat padanya. Entah mengapa bicara padanya membuatku merasa cukup nyaman, meskipun dia orang yang tergolong dingin dan baru sehari ku kenal.
"Heeemmmm" katanya sambil tersenyum simpul.
15 menit sebelum film dimulai, kami berjalan menuju bioskop untuk membeli tiket. "Kau tunggu aku di sana! aku akan membeli tiket dan popcorn dulu" perintahnya padaku sambil menunjuk kursi kosong yang ada di lobi bioskop tersebut.
Aku pun menunggunya sambil melihat orang-orang yang yang berseliweran. Kulihat ada 2 orang perempuan di sebelah Lucien yang sangat terpesona akan ketampanannya. "Tentu saja mereka terpesona padanya, aku pun sebenarnya sangat terpesona padanya. Tapi untung saja aku bisa menutupi hal itu darinya" batinku. Tak ingin repot-repot memperhatikan 2 perempuan tersebut, aku meraih ponselku untuk bermain game sambil milirik-lirik Lucien jikalau dia sudah selesai membeli tiket dan popcorn.
Tiba-tiba datanglah 2 orang laki-laki yang kuperkirakan usianya masih dibawah 25 tahun berjalan menuju arahku.
"Hai kakak cantik lagi nunggu siapa sih?" kata laki-laki 1 sok akrab padaku.
"Iya perlu kita temani gak?" kata laki-laki 2 menimpali temannya.
"Ini bocah-bocah tidak tahukah aku adalah wanita yang sudah cukup berumur sampai-sampai berani menggodaku" batinku kesal.
"Tidak perlu" jawabku ketus pada 2 orang itu. "Iiiihhh...kakak cantik jutek amat, nanti gak ada yang mau loh" kata laki-laki 1 mulai menggodaku.
"Boleh minta nomor telponnya kak?" tanya laki-laki 2 penuh percaya diri.
Sambil memutar bola mataku, dengan kesal aku menjawab "tidak boleh". Kulihat Lucien sudah menyelesaikan urusan tiket dan popcornnya dan sedang berjalan menuju padaku.
"Jane" katanya lembut sehingga membuatku terkejut karena ini adalah kali pertama Lucien memanggil namaku dan dengan nada yang lembut seperti itu.
"Degg...degg" jantungku mulai berdetak cepat karena panggilannya itu. Lalu 2 laki-laki yang mencoba menggodaku itu menoleh ke belakang dan melihat Lucien sudah berdiri di sana.
"Apakah mereka kenalanmu Jane?" katanya dengan lembut lagi, membuat jantungku hampir mencelos dari tempatnya. "Ti...ti...ti... dak aku tidak kenal meraka, eehhhmmn sebaiknya kita masuk sekarang" ajakku sambil berusaha mengendalikan emosi dan perasaanku yang kelewat terkejut sekaligus senang.
Dengan santai Lucien setuju untuk masuk ke dalam tempat pemutaran film tanpa mengetahui jantungku yang sedang berpacu karena kata-katanya.
Kami duduk di bangku nomor 2 dari belakang dan film pun dimulai. Setengah jam berlalu, mulutku mulai mengomentari film tersebut sambil mengunyah popcorn. Lucien yang disebelahku tentu saja heran dengan tingkahku yang seperti ini.
"Tak bisakah kamu tenang sedikit Jane?" katanya heran sambil berbisik. "Oooppsss...maaf jika aku sudah menonton ya seperti ini, aku akan berusaha mengendalikan diriku" janjiku pada Lucien.
Kulirik Lucien yang sedang fokus menonton film "ternyata kalau dia lagi fokus membuat ketampanannya jadi meningkat 99,9%" batinku terpesona dengan laki-laki yang ada di sebelahku.
Sedang enak menikmati ketampanan seorang Lucien meskipun dengan samar-samar, tiba-tiba dia melihat ke arahku sambil berbisik "ada apa?" tentu saja jantung yang tadi sudah bisa ku kendalikan jadi tidak bisa ku kendalikan lagi. Ku alihkan pandanganku menatap layar dan berkata "tidak apa-apa". Untung saja di dalam bioskop gelap, jika tidak, mungkin Lucien sudah bisa melihat wajahku yang semerah kepiting rebus karena menahan malu.
Film yang kami tonton akhirnya berakhir, kami pun keluar ruangan tersebut dengan pikiran masing-masing. "Aku ke toilet dulu, kamu tunggu aku di lobi aja" kataku singkat karena sudah tidak kuat menahan hasratku buang air kecil. Buru-buru aku menuju toilet di bioskop tersebut.