*H-1 Sebelum Acara Pernikahan Adik Laki-laki Lina*
"Besok kamu mau ijin kerja Jane?" tanya Elsa karena melihatku mengisi formulir ijin kerja.
"Yaps...besok adalah acara pernikahan adik laki-laki si Lina" ujarku pada Elsa.
"Oh...laki-laki yang suka bermain perempuan itu???" tanya Elsa memastikan dengan syok.
"Memang berapa adik laki-laki yang dimiliki si Lina? Ya jelaslah si playboy itu yang menikah" jawabku sambil tetap mengisi formulirku.
"Hahahaha pasti dia menikah karena kecelakaan ya?" tanya Elsa lagi.
"Ya begitulah kamu pasti tahu akibatnya terlalu sering bermain. Sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga" ujarku sambil tersenyum miring.
"Iiihhh...kalau kuingat-ingat dulu ketika dia menggoda kita berdua di saat yang bersamaan, rasanya benar-benar ingin kurobek mulutnya" kata Elsa kesal.
"Oke selesai. Ya udahlah Sa, sekarang dia udah dapet akibat dari perbuatannya jadi kamu santai aja gak usah kesel begitu hahaha" sahutku sambil menertawakan ekspresi kesal Elsa.
"Eh...ngomong-ngomong besok kamu ke acara itu dengan siapa?" tanya Elsa penasaran.
"Eerrrrr...Lucien" jawabku malu-malu. Dan tentu saja direspon dengan sangat heboh oleh Elsa "what???Lucien???laki-laki yang menabrakmu dan sering mengantar jemputmu itu?"
"Ya...dia yang menawarkan diri tentu saja aku tidak menolak hehehe" ucapku sambil terkekeh.
"Sebenarnya sudah seberapa dekat hubungan kalian?" tanya Elsa menyelidik.
"Menurutmu?" ujarku tersenyum jahil agar Elsa makin penasaran dengan kedekatanku dan Lucien.
"Ooohhhh...ayolah Jane beritahu aku, please..." ucap Elsa memelas dengan memperlihatkan puppy eyesnya.
"Ya aku tidak bisa memastikan seberapa dekat hubungan kami, yang aku tahu adalah sekarang kami sepertinya sudah berteman" jelasku pada Elsa.
"Kamu yakin hanya teman? tapi katamu dia adalah targetmu" ucap Elsa lagi.
"Ya kuakui aku memang menyukainya, tetapi aku belum bisa memastikan perasaannya padaku. Lagipula ini baru beberapa hari Elsa" ujarku.
"Eehhhmm...ya sudah pokoknya hari ini kamu harus mengenalkan dia padaku, oke? jangan kabur lagi seperti kemarin-kemarin" ujar Elsa tegas.
"Oke" jawabku pasrah. Aku pun segera mengirimkan pesan kepada Lucien jika nanti sore aku akan memperkenalkan Elsa padanya.
***Aku:
Apakah kamu keberatan jika nanti aku memperkenalkan Elsa padamu?
Lucien:
Tentu tidak. Kamu terlalu banyak berpikir.
Aku:
Aku hanya ingin menghargai privasimu Lucien, tidak ada hal lain.
Lucien:
Benarkah? tapi kenapa menurutku kamu sepertinya takut jika Elsa menjadikanku targetnya? :p
Aku:
Bukan seperti itu, hanya menghargai privasimu saja kok (^^)v
Lucien:
Ok2 aku hanya akan menjadi targetmu saja :p
Aku:
Berhenti menggodaku Lucien (︶^︶)
Lucien:
Hahahaha :D***
Dengan wajah yang tersipu aku langsung meletakkan ponselku dan tidak membalas pesan yang dikirimkan Lucien. Elsa yang melihatku seperti itu pun bertanya "kenapa wajahmu merona?"
"Tidak apa-apa bukan hal yang penting" jawabku masih melayang memikirkan pesan godaan Lucien.
Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 aku dan Elsa bersiap untuk pulang.
"Ingat kenalannya ya, jangan kabur!!!" celetuk Elsa mengingatkan.
"Iya...iya...sudah selesai?" jawabku sambil melihat Elsa masih bersiap pulang.
"Yukk..."ajak Elsa semangat sambil menggandeng tanganku.
Sesampainya di parkiran, Lucien berdiri di samping mobilnya untuk menungguku. Jelas saja mata para karyawan wanita yang saat itu juga berbarengan pulang denganku tidak bisa lepas darinya. "Tumben dia nunggu di luar?biasanya juga nunggunya di dalem. Ah...mungkin karena aku mau mengenalkan Elsa" pikirku.
"Hei...udah lama ya nunggunya?" sapaku ramah.
"Hei...gak juga baru 10 menit aja kok" jawab Lucien santai.
"Eeerrrr...kenalkan ini sahabatku Elsa dan Elsa ini Lucien" kataku memperkenalkan mereka berdua.
"Halo...aku Elsa, senang bertemu denganmu" sapa Elsa ramah. "Lucien" ujar Lucien dingin.
"What the...kenapa dia tiba-tiba jadi gunung es lagi?bukannya tadi ngomongnya masih santai aja?" batinku bingung mendengar kata singkat yang dilontarkan Lucien. Elsa dengan bingung menatapku dan tersenyum canggung.
"Eeeerrr....kalau begitu aku duluan ya" ujar Elsa canggung.
"Eh...oke kamu hati-hati ya" ujarku pada Elsa dan Elsa langsung berjalan cepat menuju motornya.
"Udah yuk kita pulang" ujar Lucien santai dan membuatku syok dan bingung lagi.
"Kamu ini sebenarnya kenapa sih Cien?tadi tiba-tiba dingin terus sekarang udah santai aja?" cerocosku kebingungan dengan sikapnya.
"Cien???" tanyanya padaku sambil menaikkan sebelah alisnya. "Eh...itu bolehkan aku memanggilmu Cien?karena Lucien terlalu panjang hehehe" kataku cengengesan.
"Oh panggil saja aku sesukamu" jawabnya sambil tersenyum. "Eh...tapi kamu belum jawab pertanyaanku yang tadi Cien" ujarku lagi masih penasaran.
"Oh itu....aku hanya tidak ingin sahabatmu juga ikut menargetku karena cukup kamu saja yang menargetku" ujarnya sambil tersenyum padaku.
Dan "booommm" tentu saja aku langsung bungkam karena jantungku sudah berpacu dengan sangat cepat seperti seorang yang sudah melakukan olahraga lebih dari 1 jam.
Entah dia sadar atau tidak sudah membuatku ingin meledak seperti ini karena yang kulihat dia hanya memperhatikanku dengan senyuman indahnya.
"Wajahmu merah Jane" ujarnya tiba-tiba dan berhasil membuat wajahku tambah merah lagi.
"Ah...itu apakah kamu keberatan jika mengantarku beli pakaian untuk acara besok?" ucapku cepat untuk mengalihkan.
"Kebetulan aku juga ingin membeli beberapa pakaian jadi sekalian saja" jawabnya santai.
Lucien pun melajukan mobilnya ke sebuah pertokoan mewah di daerah K yang bernama PARADISE. Setelah memarkir mobilnya, kami berjalan masuk ke salah satu toko dengan nama brand VALENTINO. Aku hanya mengekori Lucien memilih bajunya karena aku tahu jika aku tak akan sanggup membayar harga 1 baju di toko ini.
Sadar aku mengekorinya, Lucien jadi sesekali meminta pendapatku tentang pakaian yang sudah dicobanya. Dan benar saja semua pakaian yang dicobanya seperti memang khusus dibuat untuknya karena semuanya terlihat bagus dan mewah di tubuh seorang Lucien.
Dapat ku katakan jika Lucien adalah laki-laki yang hampir sempurna karena dia memiliki wajah yang sangat tampan, badan yang bagus dengan tinggi yang kuperkirakan sekitar 183 cm, kulit yang putih dan sangat kontras dengan warna hitam rambut lurusnya, disertai dengan hidung yang mancung dan mata berwarna coklat. Sungguh paras yang benar-benar membuat semua wanita jatuh hati, namun sayangnya dia tidak pernah tertarik dengan wanita.
Kini Lucien berjalan ke area pakaian wanita dan tentu saja aku bingung dengan tujuannya ke sana. "Apa jangan-jangan dia ingin membelikanku pakaian ya?" pikirku setengah berharap dan masih mengekorinya.
"Jane sekarang giliranmu yang memilih dan mencoba, lalu aku yang akan berkomentar" ujarnya tiba-tiba.
"What???oh no...no...no...bukan di sini tempatku ingin beli pakaian" jawabku tegas.
"Ya sudah jika kamu tidak mau memilih, aku aja yang pilihkan untukmu" jawabnya enteng.
Dia mulai mengitari area pakaian wanita dan berhenti di etalase bagian dress. Dengan teliti dia memperhatikan dress-dress itu dan akhirnya memilih satu mini dress berwarna merah maroon dengan bentuk A Line dan bekerah sabrina. Dia menatapku sambil tersenyum girang seolah membayangkanku mengenakan dress tersebut.
"Cobalah!!!" perintahnya sambil mendorongku ke kamar pas. Dengan pasrah aku mencoba dress tersebut.
Setelah selesai mencoba, kuperhatikan pantulan diriku di cermin dan bergumam
"Eeehhhmm...sangat cantik, tapi bagaimana Lucien bisa tahu ukuranku?dress ini sangat pass di badanku". Tak ingin memusingkan diri dengan hal itu, aku lebih memilih mengagumi pantulan diriku sendiri di cermin. Tiba-tiba terdengar suara seseorang dari luar "apakah kamu sudah mencobanya?keluarlah aku ingin melihat!!!" ujar Lucien yang ternyata sedari tadi menungguku di luar kamar pas. Lalu aku pun langsung keluar menemui Lucien.
"Waaaawww....sangat cantik, ternyata kamu memang memiliki aura yang mahal Jane" ujarnya terpesona.
"Tentu saja aku kan memang sudah cantik dari dulu" jawabku percaya diri.
"Hahaha rasa percaya dirimu memang tinggi, kamu ambil saja dress ini" katanya enteng.
"Oohh no...no...no aku tidak mau karena aku yakin harga dress ini pasti sangat mahal. Lebih baik aku membeli dress di toko langgananku" sahutku tegas.
"Tambahkan dress ini di bill pembayaranku!!!" perintah Lucien dingin pada pelayan toko yang melayani kami dan tentu saja membuatku terkejut.
"Gantilah pakaianmu Jane!!!" perintah Lucien lembut. Dengan pasrah aku masuk kembali ke kamar pass untuk mengganti pakaianku.
Setelah selesai berganti pakaian dengan iseng aku melihat harga dress yang aku coba tersebut. Mulutku langsung ternganga ketika melihat harga dress tersebut diangka 11.099.999. "Gila...harga segitu hanya untuk sebuah dress...bagaimana aku harus menjaganya?lebih baik aku kembalikan saja" pikirku mulai menyesal telah bersikap pasrah pada Lucien.
Aku mengembalikan dress tersebut kepada pelayan toko dan mencari Lucien yang ternyata sudah menungguku di sebelah meja kasir. "Untung dia belum membayar dressnya" pikirku lega.
"Sudah?tanyanya santai. "Sudah....kemarilah!!!" ucapku sambil melambai-lambaikan tanganku mengisyaratkan agar dia mendekatkan telinganya pada ku. Dia pun membungkungkuk padaku.
"Lebih baik kita gak usah beli dress itu aja ya" bisikku padanya.
"Kenapa?" tanyanya ikut berbisik. "Harganya terlalu gila untuk sebuah dress nanti aku bingung gimana buat ngerawatnya" bisikku lagi.
"Kenapa harus bingung?rawat aja seperti kamu merawat pakaianmu yang lain" jawabnya masih sambil berbisik.
"Tapi tetap saja aku rasa tidak perlu membelinya, itu terlalu beresiko" ucapku masih berbisik.
"Tapi sayangnya aku sudah membayar dan itu artinya kamu harus menanggung resikonya hahahaa" bisiknya sambil tertawa terbahak-bahak.
Aku benar-benar syok melihat ekspresi Lucien yang ternyata bisa menjahiliku seperti itu. Dengan pura-pura kesal aku pergi meninggalkannya keluar toko. Tentu saja dia mengejarku dan berkata sambil berusaha menahan tawa "Oke...oke...maafkan aku sudah menjahilimu, tetapi ekspresimu saat mengatakan harga dan resiko dress itu benar-benar lucu Jane"
"Tapi itu memang benar Cien, harga dress itu sungguh gila" ujarku geram akan tingkah Lucien.
"Sudahlah jangan bahas itu lagi Jane, anggap saja ini hadiah dariku" ucapnya enteng.
"Memberiku hadiah tidak harus dengan harga yang gila seperti ini Cien, lagipula aku sudah banyak merepotkanmu" keluhku padanya.
"Tidak apa-apa karena aku bersedia direpotkan olehmu" ujarnya sambil mengelus kepalaku dan langsung membuatku merona.
"Ngomong-ngomong bagaimana lukamu?ini sudah beberapa hari setelah membuka perbanmu kan?" tanyanya padaku.
"Ya seperti yang kamu lihat sendiri luka di tanganku sudah jauh lebih baik, obat yang diberikan teman doktermu itu benar-benar berefek. Lihat saja luka di tanganku bahkan sudah hampir tak terlihat berkat obat itu, dan bengkak di lututku juga sudah hilang karena aku rajin mengompresnya dengan air hangat." ujarku sambil tersenyum bangga. "Terimakasih banyak sudah mau merawatku Lucien" ucapku lagi dengan tulus.
"Sama-sama itu memang tanggungjawabku" jawabnya enteng sambil menepuk-nepuk kepalaku.
"Ayo kita pulang" ujarku pada Lucien sambil tersenyum dan dijawab anggukan oleh Lucien.