Alea duduk bersimpuh dihadapan Ayahnya. Rupanya diabetes yang telah lama bersarang di tubuh Ayahnya, semakin parah bahkan insulin pun tak mampu menurunkan kadar gula dalam tubuh Ayahnya.
Bagaimana ini? pikirannya Kacau, Alea hanya memiliki Ayahnya seorang diri karena sang Ibu telah meninggalkannya dulu ketika melahirkannya kedunia.
"Apa yang Ayah mau katakan?" tanya Alea, sedikit gugup.
Lelaki paruh baya itu terlihat tersenyum sambil berbaring karena merasa sangat lemas. "Kamu harus Ciptanya menikah Lea, Ayah sudah sakit-sakitan seperti ini. Permintaan Ayah satu melihat kamu menikah, agar ada yang menjaga Kamu ketika Ayah nanti hanya pergi, "lirihnya
Alea kemudian berucap, "Ayah ngomong apa sih? Ayah pasti bakalan sembuh kok, Alea yakin akan itu," balas Alea sedikit menahan sedihnya.
Lagi-lagi lelaki paruh baya itu hanya tersenyum, tau jika putrinya itu tengah khawatir khawatir.
Namun sebagai orang tua bisa apa jika memang ajal menjemput dirinya yang telah lungai dan terkulai bahkan hanya untuk sekedar gerak pun terasa lemas. "Ayah cuman mau bilang itu, sebagai permintaan terakhir Ayah. Jika kamu setuju tak masalah untuk Ayah, yang penting kamu bahagia .
Lelaki tersebut mengusap lembut tangan putrinya, memberikan sentuhan yang ia bisa.
"Maaf jika Ayah belum menjadi orang tua yang sempurna untuk kamu Lea,"
Alea hanya bisa berkaca-kaca, menurutnya Ayahnya itu telah menjadi seorang pahlawan super.
Dia lelaki yang tangguh mau membesarkan anak sendirian, tanpa mencari lagi sebagai penganti ibu dari anaknya yang telah meninggal.
Keduanya kemudian terdiam satu sama lain tengah berpikir, Alea dengan hidupnya yang masih menanti seseorang dan Ayahnya yang akan menilai siapa Alea hidup jika dirinya pergi nanti.
Hening pun tercipta dan pikiran masing-masing yang larut dalam pun seakan menjadi ruang untuk Ayah dan Anak tersebut.
Dihidup Alea bukan tak ada lelaki sama sekali, kali ini ada sosok Erwin yang tengah mendekatinya. Lelaki itu memang telah lama, namun menolaknya berkali-kali karena dia sangat terpatri kepada Herdy lelaki yang berulang kali.
Bukan tanpa alasan Alea mau menunggu Herdy, karena mereka telah lama mengenal dan saling mencintai, untuk itu Herdy rela kuliahnya di Jepang sambil mencari pekerjaan disana.
Alea pun menyetujuinya dan membiarkan Herdy pergi, namun bertahun-tahun sosok sosok Herdy tak ada kabarnya sama sekali dan lenyap.
Alea memejamkan matanya, bagimana cara Alea untuk memenuhi keinginan sang Ayah sementara Herdy tak kunjung kembali.
Mau tak mau Alea harus menerima cinta Eriwn, sebagai calon untuk ia kenalkan sementara menunggu kepulangan Herdy dan berharap jika Ayahnya tak meminta izin pernikahan secepatnya.
Calon suami Lea, "Ayah harus sehat kembali biar bisa lihat Alea menikah," akhirnya kata-kata itu kata-kata keluar dari mulut Alea.
Mencoba membuat sang Ayah senang karena ia akan segera menikah.
"Ayah turut senang mendengarnya, besok Ayah tunggu kedatangan calon suami kamu," sahutnya sumringah.
Banyak yang Hamzah tanyakan kepada anaknya, mulai dari nama, alamat dan pekerjaan Erwin, dengan senang hati Alea pun memberitaukannya.
Ayahnya yang semula terlihat lemas dan sedikit sendu pun, kini terlihat kembali bugar bahkan mampu tertawa ketik Alea mengungkapkan sosok yang bernama Erwin .
Tentu saja ia senang melihat hal seperti itu, Alea memang sangat sayang kepada Hamzah meskipun lelaki paruh baya itu kadang membuat dirinya pusing dengan tingkah dan segala hal yang dibuatnya.
Namun didunia ini hanya dia yang Alea miliki tentunya, dan Alea harus merawatnya.
Anak dan Ayah itu kembali mengobrol banyak hal, hingga pertanyaan pernikahan seperti apa yang Alea idamkan.
Tak muluk-muluk bagi Alea, ia hanya ingin pernikahaan sederhana saja karena pasangan pengantin lelakinya bukan Herdy dan semua bayangan pernikahan bak princess di kastil pun buyar dari keinginan Alea.
Hamzah hanya menjadi pendengar setia, sesekali ia tertawa moodnya saat ini sedang bagus, bahkan membuat Alea nyaman.
Jikalau saja Alea tak segera merencanakan untuk memperkenalkan seorang laki-laki kepada Ayahnya, mungkin mood buruknya akan kembali muncul.
Tak apalah bagi Alea, yang penting Hamzah bahagia dimasa orang tuanya.
Sesaat Alea tes Herdy, bagaimana keadaan laki-laki itu saat ini.
Kenapa sampai detik ini belum juga kembali? Apakah terjadi sesuatu disana hingga Herdy tak bisa kembali.
Hanya pikiran itu yang terlintas di kepala Alea, meskipun jiwanya ingin sekali menyusul Hedry yang tengah berada di Negara sakura itu.
Namun apalah daya Alea, kondisi Hamzah sedang tak baik dan jika dirinya pergi, siapakah yang akan menjaga Hamzah.
Lelaki paruh baya itu akan berkembang jika bersama orang lain, dan hanya Alea yang akan memberikan suntikan insulin kepada Hamzah.
Alea memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur, kedua matanya menatap langit-langit kamar.
Apa yang akan terjadi dengan hidup Alea nanti? Apakah akan bahagia atau terluka, menemui Erwin dan memperkenalkan kepada Hamzah memang hal yang baik.
Namun apakah hatinya akan baik-baik saja? Jika jawaban hal itu, Alea rasanya sangat lelah.
Mentalnya ikut bekerja mengukur hal yang berat, 'jalani saja Alea' gumannya.
Sebisa mungkin Alea harus kabur, untuk mencari Herdy dan menagih janjinya namun bisa saja Herdy tergoda oleh wanita lain di Negeri sakura itu.
Dengan berat Alea memutuskan untuk menemui Erwin besok, dan untuk saat ini Alea mencoba untuk memejamkan matanya.
Memilih untuk segera menjemput mimpi agar esok bisa segera di jalani.
Namun untuk sekedar menutup matanya saja tak mudah, Alea kembali mendesah,
Keinginan Hamzah yang meminta dirinya untuk menikah masih saja terpikirkan. Kalo dalam jarak dekat ini, tentu akan sulit bagi Alea mengenal sosok Erwin luar saja, Alea tak tau.
Jangankan luar dalam, seperti apa sikapnya nanti pun Alea tak tau, pikiran yang berkelana itu pun bertemu dengan mimpi hingga tak sadar Alea memejamkan matanya dan terlelap.