Alea berteriak kencang menikmati wahana rollercoster, beberapa kali ia tertawa karena jantungnya serasa dipacu kuat.
Sedangkan Erwin hanya terdiam pucat pasi, sambil memegang setiap sisi pegangan miliknya.
Jika bukan karena cinta Erwin tak sudi untuk melakukan hal gila macam ini, namun karena wanitanya merengek untuk bersama-sama menaiki wahana Rollercoster tersebut pun.
Mau tak mau Erwin ikut naik, dengan sejuta ketakutan dan rasa pusing melandanya.
Erwin menahan rasa pusing dan mualnya, kala wahana itu telah berhenti berputar.
Kini ia segera berlari menuju toilet, setelah petugas membuka pengaman dari perutnya.
Erin segera menyusul Erwin yang lari terbirit-birit sambil menahan perutnya.
"Mas Erwin sakit perut apa ya?" gumannya.
Langkahnya pun segera menuju toilet yang dikhusus kan untuk laki-laki.
Duk..duk.duk..
"Mas.." pangil Alea karena khawatir terjadi sesuatu kepada calon suaminya itu. Bisa berabe jika Erwin mati hanya karena naik Rollercoster.
Ayahnya mungkin bisa masuk ICU karena ia tak jadi menikah, Erwin kemudian keluar dengan wajah yang pusat pasi bahkan sudut matanya pun terlihat berair.
"Kamu sakit, Mas?" tanya Alea.
Erwin mengeleng pelan, kemudian segera melangkah kan kakinya keluar dari toilet tersebut.
"Aku papah ya?" tawar Alea.
Erwin kembali mengeleng, ia mengambil tangan Alea dan mengenggamnya mengajaknya untuk mencari makanan yang pedas dan berkuah.
"Mas..aku nanya kok ngga dijawab sih!" gerutu Alea kemudian.
Erwin kemudian tersenyum kecil, menatap Alea dengan tatapan teduhnya membuat Alea salah tingkah.
"Mas cuman pusing sama mual aja, ngga biasa naik wahana kayak gitu. Kita cari makanan yuk?" ujarnya kemudian.
Alea terdiam sebentar, masih ingat dengan jelas ketika tadi sebelum menaiki Rollescoster tersebut ia memaksa Erwin untuk menaikinya bersama-sama dan sekarang lelaki itu muntah-muntah karena merasa pusing akibat putaran-putaran permainan tersebut.
"Maaf ya Mas." Lirih Alea pelan.
Erwin kembali tersenyum kemudian mengeratkan genggamannya, "Mas baik-baik aja kok, kamu jangan ngerasa bersalah kayak gitu oke,"
Alea hanya mampu mengangguk, Erwin memang lelaki yang baik meskipun tadi tersiksa.
Namun tak sedikit pun memarahinya malah sekarang mengajaknya untuk mencari makanan.
Alea hanya berharap jika hatinya segera bisa terbuka, membiarkan sosok Erwin memenuhi setiap sudut hatinya dan mengantikan nama Herdy yang selalu ada dipikiran Alea.
Sangat menyakitkan jika cinta Erwin bertepuk sebelah tangan nantinya.
"Kamu mau makan apa?" tanya Erwin, membuyarkan lamunan Alea.
"Hmm apa ya?"
Banyak makanan yang berjejer disetiap tempatnya, Alea bisa memilih sesuka hatinya makanan apa yang akan dinikmatinya bersama Erwin.
"Mas udah nemu makanan yang mau dimakan?" tanya Alea.
"Nungguin kamu dulu, Mas mah gampang."
Alea memilih untuk menikmati soto bogor, menikmati semangkuk kuah panas dengan irisan daging membuatnya ngiler duluan.
"Aku soto bogor aja, Mas Erwin mau makan apa?"
Erwin menunjuk soto betawi yang memang bersampingan dengan soto bogor.
"Oke kita pesen bareng-bareng nanti makannya, dimeja luar aja,"
Erwin pun menganggukan kepalanya, pasangan itu pun segera mendekati seporsi soto betawi dan bogor kemudian duduk dimeja luar yang telah disediakan.
"Abis pusing-pusing makan yang anget, bikin mood kembali ya," tutur Erwin.
"Iya Mas, perut ngga mual lagi nanti." Ujar Alea.
Soto betawi dan soto bogor pun datang bersamaan, Alea dan Erwin segera mengambilnya.
"Hati-hati ini panas," sosok Erwin memang sangat perhatian.
Alea hanya mengangguk berhati-hati mengambil semangkuk soto tersebut, Alea mengambilkan sepiring nasi untuk Erwin.
Kemudian mengambil satu piring lagi untuknya, "Selamat makan Alea," kata Erwin.
"Selamat makan Mas Erwin," balasnya.
Keduanya menikmati semangkuk soto tersebut, sambil mengobrol kecil satu sama lain tak sadar jika kini mereka sangat semakin dekat bahkan tak ada jarak diantara mereka.
Erwin dengan lembutnya membersihkan sisa-sisa nasi disudut bibir Alea, dan Alea membalasnya dengan menyuapi soto bogor miliknya dengan alasan untuk mencoba rasa soto miliknya.
"Abis ini mau pulang atau mau mampir ketempat yang lain?" tanya Erwin.
"Mmm..pulang aja deh Mas, kasihan Ayah kalo lama-lama ditinggalin," sahut Alea.
Erwin sangat setuju dengan pendapat Alea, kini setelah mereka makan pun Erwin membayar terlebih dulu makannya kemudian mengajak Alea untuk segera pulang.
"Ayo..?" satu tangan Erwin terulur, kemudian disambut oleh Alea.
Tak hanya disitu saja perhatian yang Erwin berikan, dengan baiknya ia membuka kan pintu mobil untuk Alea.
Sedikit mencoba semakin romantis agar Alea semakin nyaman didekatnya.
"Yah hujan," kata Alea ketika gerimis mulai mengenai kaca mobil.
"Oh iya ya..kamu kedinginan enggak? Mas ada jaket di jok belakang," tawar Erwin.
"Ngga kok Mas, ngga dingin-dingin banget kok," sahut Alea.
Erwin mengambil jacket miliknya tak memperdulikan ucapan Alea, kemudian segera menyelimuti bagian atas tubuh Alea yang hanya memakai kaus pendek.
"Biar ngga masuk angin," ujarnya.
Alea kemudian tersenyum membalas kebaikan Erwin.
Jarak keduanya sangat dekat, bahkan tatapan Erwin dan Alea begitu sangat tipis.
Dari bola mata masing-masing Alea dan Erwin bisa melihat bayangan dirinya, terlihat memandang satu sama lain.
Satu tangan Erwin terulur mengusap lembut bibir Alea, menyentuh dengan pelan membuat Alea memejamkan matanya.
Entah kenapa Alea melakukan hal itu, namun secara naluri Alea mengikuti jalan Erwin.
Hembusan napas Erwin terasa, menusuk kulit wajahnya Alea tau hal apa yang akan terjadi selanjutnya meskipun ia belum pernah melakukannya.
Bibir Erwin mendarat dengan sempurna, jatuh tepat diatas bibir miliknya bahkan gerakan Erwin pun mulai terasa.
Kedua tangan Alea yang berada diatas pahanya pun beralih, melingkari leher Erwin dan menariknya hingga menempel diatas dadanya.
'Mmmmmhh,' Alea sedikt mendesah pelan, kala lidahnya menari-nari didalam rongga mulut.
Sedikit kewalahan pada awalnya namun Alea segera mengikuti ritme yang Erwin berikan, lelaki itu mampu membuainya menuntun ciumannya untuk semakin dalam dan semakin kasar.
Napas Alea terasa berat, kala mereka terlalu lama saling membelit melupakan jika paru-parunya butuh oksigen, hingga Erwin segera melepaskannya terlebih dulu.
"Rasanya manis," guman Erwin.
Alea tersipu malu, kala lelaki yang akan menjadi suaminya itu mengatakan hal seperti itu didepan matanya.
Erwin menarik kembali tubuhnya, menduduki kursi kemudi kemudian mengusap bibirnya.
Alea pun sama seperti Erwin, hal yang dilakukan olehnya barusan membuat jantung miliknya sedikit berdebar-debar merasakan sensasi yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
Erwin segera menyalakan mesin mobil, hujan semakin mulai membesar dan akan lama menurut prediksi.
Sepanjang perjalanan Alea hanya terdiam begitu pun dengan Erwin, keduanya menjadi malu-malu kucing.
Padahal usia mereka terbilang dewasa, Alea memang melupakan masa pubernya karena pada saat itu sang ayah Hamzah didiagnosa terkena diabetes berat.
Alea merasa kaget karena keluarga dari Ayahnya itu memang tak memiliki riwayat penyakit tersebut, namun dokter menyatakan jika Hamzah tak menjada pola makannya saat muda dan sangat menyukai minuman terlarang atau sejenisnya.