1000 tahun yang lalu...
Perang yang tak terelakkan terjadi dalam kurung waktu setahun setelah pertemuan itu. Senyum yang biasanya mereka saling isi setiap pertemuan berbeda untuk kali ini. Hawa dingin yang menyelimuti tubuhnya. Cairan yang segar yang keluar dari tubuhnya membuatnya tak bisa bertahan lebih lama lagi. Gadis bersurai perak itu ia harap sudah pergi menjauh.
"Apa hanya ini yang kau bisa, huh?" Ucap salah seorang yang berdiri didepannya yang membuatnya berakhir seperti ini. Lelaki yang selalu ia kagum ini tak segan-segan menghabisi nyawannya sama seperti apa yang ia ucapkan diawal.
Dirinya tak bisa berakhir begitu saja seperti ini. Ia harap sihir yang sudah ia tanam sejak awal dapat melindungi gadis itu. Ia perlahan bangkit. Mengambil pedang yang tergeletak disampingnya. Semakin ia berdiri darah hitam segar mengalir segitu deras dan hawa dingin yang menyelimuti tubuhnya perlahan masuk dan membuat luka ya semakin memburuk. Salju putih yang menyelimuti dataran Utara seketika berubah menjadi hitam karena pertumpahan darah kaum iblis yang menyerangnya dan tak lupa para malaikat yang turun tangan karena masalah ini bersangkutan dengan mereka. Gadis yang selama ini ia cintai adalah renkarnasi dari salah satu malaikat agung.
"Aku tak bisa berakhir seperti ini. Aku... Aku--"
Jleb!
Pedang tertancap begitu saja dikala dirinya belum bersiap diri. Rasa sakit yang teramat dapat ia rasakan. Kaki kirinya sudah tak dapat bergerak banyak. Menggunakan sihir melindungi gadis itu sekaligus bertarung tak bisa dirinya bertahan lebih lama. Bahkan bertarung dengan seratus ribu pasukan gabungan malaikat dan iblis dirinya hanya bisa mengatasi setengah dari mereka.
"Jangan buat ini semakin sulit." Seru salah satu dari kaum iblis yang sangat disegani. Badan yang menjulan tinggi hingga melebihi tinggi awan itu bersiap melancarkan serangan lagi.
Tak peduli seberapa keras latihan yang ia lakukan selama hidupnya saat ini tak akan pernah bisa menang melawan pemimpin dari kaumnya. Setidaknya dirinya dapat mengulur waktu dan menyelamatkan gadisnya.
Jleb! Jleb!
Pedang besar menghunus tubuhnya dari belakang dan kali ini pedang yang bercahaya dan bersih itu ternodai oleh darah hitamnya. Lelaki ini terbatuk dan mengeluarkan darah. Sungguh tubuhnya tak dapat bergerak lagi dan proses penyembuhan pada dirinya sendiri me lambat karena sihirnya yang ia fokus terbagi dua. Mata yang mulai sayu itu masih bisa memberi tatapan kepada lawannya.
"Jangan buat ini semakin sulit anakku." Ucap getir Sang pemimpin raja iblis yang menyusutkan tubuhnya yang awalnya menjukang tinggi dan menghampiri lelaki yang hanya bisa terdiam diantar dia pedang yang menembus dirinya.
"Aku tak berharap ini akan terjadi."
Salju mulai turun. Langit gelap perlahan datang dan malam telah menjemput mereka. Entah kenapa rembulan kali ini terasa lebih besar dan lebih dekat ke bumi dari biasanya.
Satu jentikan darinya membuat gumpalan asap hitam muncul disampingnya dan itu adalah gadis yang mati-matian ia lindungi sekarang diam seakan tak bernyawa. Lelaki ini hanya bisa menatap sendu gadis yang terkulai lemas itu.
"Padahal kau adalah calon raja yang akan aku pilih kelak, tapi melihat tingkah kekanak-kanakan mu ini membuatku tak bisa mengajukanmu lagi sebagai penerus."
Lelaki ini hanya bisa diam tak bergeming sedikit pun. Dia terus menatap gadis yang ia yakini sudah memberikan sihir pelindung padanya dan sihir itu masih aktif sampai sekarang. Hal yang tak bisa dirinya terima adalah detak jantung berirama dan suhu hangat gadis itu tak bisa dirinya rasakan. Pupus sudah harapannya.
"Aku bisa saja membunuhmu dengan mudah, tetapi ini adalah hukuman yang pantas untuk kalian berdua tentunya."
Sang malaikat yang perlahan ikut turun ke bumi dan menginjakkan kaki di atas salju yang penuh darah akan orang yang tak berdosa ikut terbunuh ini menghampiri si pelaku yang hanya bisa diam.
"Hukum langit tak akan bisa terbantahkan. Kau akan mati pada saat Sang malaikat mautmu sendiri yang datang menjemput dan dia." Menatap gadis yang sudah tak bernyawa, tapi lelaki itu terus memberinya sihir penyembuh. Gadis bersurai perak ini sangat teramat indah bagai sayap para malaikat. Amat disayangkan gadis yang renkarnasi dari salah satu malaikat agung ini harus berakhir seperti ini.
"Dan dia sendiri lah yang akan menjadi malaikat maut bagimu."
Pertempuran yang menghancurkan kerajaan Utara itu menjadi sebuah legenda dongeng yang sangat digemari dunia. Kerajaan Utara yang terkenal akan keberadaan teknologi yang begitu tinggi dan pesat bisa hancur dalam semalam dan tak menyisahka satu pun dari warganya yang selamat. Akan tetapi, mereka tak tau kisah dibalik kehancuran kerjaan yang begitu maju itu. Itu hanya dongeng yang menjadi pengantar tidur bagi anak-anak sekarang.
"Saat bulan terasa lebih besar dan bercahaya diantar ribuan kepingin salju makhluk hitam legam bernama 'Duff' akan menculikmu dan membuatmu menjadi sup makan malam."
"Kyaa! Aku tak mau menjadi sup." Ujar gadis kecil yang bersembunyi dari balik selimut setelah wanita yang duduk depannya ini menceritakan dongeng pengantar tidur.
"Jangan pernah keluar malam tanpa ibu atau jika tidak...." Menatap putri kecilnya yang mengintip dirinya dibalik selimut.
"A-apa?" Tanya gadis kecil ini ketakutan.
"Duff akan menculikmu dan membuatmu menjadi sup."
"Tidak! Aku tidak mau menjadi sup!" Menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya. Melihat tingkah menggemaskan putrinya membuatnya tak bisa berhenti terus menjahilinya. Dia terlalu menggemaskan dengan wajah ketakutannya.
"Jika kau menuruti kata ibu dan tak pergi keluar saat malam hari Duff pasti tak akan menculikmu." Mengelus kepala yang tertutup selimut itu. Wanita ini mencoba menenangkan putri kecilnya akan cerita yang turun temurun dongeng yang diceritakan neneknya.
"Ibu...." Lirih Sang gadis kecil dari balik selimut yang perlahan ia turunkan dan menampakkan kedua mata bulat menggemaskan itu saja.
"Apa kerajaan Utara itu benar ada? Kalau ada aku ingin kesana dan bermain salju." Ujar gadis kecil yang sudah merasa tenang ini. Sorot matanya yang mendambakan bahwa semua apa yang diceritakan ibunya itu benar adanya.
"Sayangnya kerajaan Utara sudah tidak ada sayang. Sekarang waktunya tidur. Cerita dongeng sudah selesai."
Rengekan kekecewaan dapat dirinya dengar dari putri kecilnya. Jika dirinya terus menjawab pertanyaan putrinya hal yang dapat dirinya pastikan adalah dia akan terjaga dan berakhir tertidur dikelas sama seperti minggu lalu.
Wanita ini perlahan bangkit dari duduknya disisi ranjang dan mematikan lampu yang berada didekat pintu kamar putri kecilnya.
"Sekarang tidur. Jika tidak Duff akan menculikmu dan membuatmu bermain sepanjang malam. Apa kau mau, hm?" Menatap putri kecilnya yang ternyata menatapnya dan mematikan lampu kamarnya membiarkan sinar bulan yang nampak bulat sempurna masuk melalui jendela kamar putrinya.
"Tidak! Aku tidak mau!"
"Kalau begitu tidur dan kalau kau terus memikirkannya bisa saja Duff akan datang dan--"
"Ibuuuu...." Rengek putri kecilnya yang sudah mulai kesal dengan dirinya.
"Okey, okey. Sweet dreams honey." Menutup pintu kamar bercat putih itu perlahan dan melangkah pergi menuju kamarnya yang berada di depan dekat dengan ruang tamu.
Salah satu hari yang panjang telah wanita ini lewati. Dia mendesah paruh memijat bahunya yang terasa nyeri karena pekerjaan paruh waktu yang dia ambil. Setumpuk tunjangan yang harus dirinya urus membuatnya bekerja kesana kemari. Menjadi penjaga toko, service cleaning, dan masih banyak lagi. Semua wanita ini lakukan untuk melihat senyum ceria putri kecilnya itu. Malaikat kecil yang datang kehidupannya karena telah melakukan kesalahan adalah berkah tersendiri untuknya.
Berbeda kondisi dengan putrinya masih terjaga memikirkan kerajaan Utara yang terkenal akan keindahannya dibalik salju yang menyelimuti seluruh dataran kekuasaannya. Gadis ini berpikir betapa menyenangkannya jika dirinya bisa datang dan bermain salju disana.
"Aku ingin bermain salju." mengembungkan pipinya dan mulai berpikir tentang Duff yang baru saja diceritakan ibunya. Sosok besar yang tingginya melebihi manusia itu berdiri tegak, dan bayangan yang memanjang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang menyeramkan dengan tanduk yang menghiasi kepalanya. Membayangkan saja membuat gadis itu menarik selimutnya dan memejamkan mata rapat tak ingin sosok yang ia bayangkan itu datang dan menghampirinya. Tapi, disisi lain sudut kamarnya membuatnya penasaran dan ingin mengintipnya dibalik selimut tipis ini. Terlebih lagi jendela kamarnya yang membiarkan sinar rembulan masuk membuatnya menjadi daya tarik tersendiri untuk gadis yang masih ketakutan dan bersembunyi dibalik selimut ini. Ia mulai memberanikan diri. Mengintip apa yang menarik perhatiannya sendari tadi. Hanya jendela yang tertutup dan terbuka sedikit karena belum ia tutup. Segera gadis itu bangkit dan menutup rapat jendelanya dan kembali tidur.
Malam yang tenang dimusim panas ini menjadi salah satu favoritnya. Rembulan yang bersinar lebih terang membuat hati kecil gadis ini lebih tenang dan terlelap dalam bunga tidur.
"Remember, the last time you saw the moon."