Malam yang seperti mimpi itu membuatnya terjaga sepanjang malam dan berakhir dengan dirinya yang tak bisa fokus dikelas. Untung kelas hari ini akan segera berakhir.
"Laura!" Merangkul gadis ini dari belakang. Sifat yang tak pernah berubah sendari dulu.
"Grace, kau menyakiti leherku." Rinti Laura yang menahan beban gadis ini yang seakan mencekiknya. Grace segera melepaskan pelukannya dan tersenyum kikuk.
"Maaf, kenapa dengan dirimu hari ini? Lihat lingkaran hitam dibawah matamu itu. Terlihat sangat jelas." Menunjuk mata panda yang memang terlihat sangat jelas. Laura tau karena dirinya semalam tak bisa tidur tenang setelah melihat makhluk itu.
Derap langkah mengudara. Lorong kampus yang terasa lebih jauh untuknya membuatnya sedikit letih. Obrolan dengan Grace membuatnya merasa jauh lebih baik setelah makhluk itu mengisi pikirannya sepanjang hari. Waktu terasa lebih lambat dari dirinya rasakan. Gerakan bibir Grace yang lamban membuatnya bingung. Bahkan suaranya juga terdengar aneh ditelinganya. Laura menoleh kesekelilingnya dan semua berjalan lamban seperti Grace alami. Derap langkah seseorang dari depan yang dapat dirinya lihat. Sosok tinggi dengan penampilan cardigan pastel dapat dirinya lihat. Derap langkah nya begitu cepat membuat dirinya bingung dan terus memperhatikannya.
"Laura's did you hear me?!" Teriak Grace yang membunyarkan lamunannya.
"Huh? Ya?" Menoleh ke Grace yang memanggilnya.
"Are you okay? You look not good today."
"I'm okay. Hanya, kau melihat dia tadi. Lelaki yang baru saja melewati kita." Menoleh ke sekeliling mencari sosok yang yang Laura maksud, tapi nihil gadis ini tak menemukannya dimana pun. Lelaki jangkung yang baru saja melewatinya itu seakan tak pernah melewatinya. Kemana perginya?
"Siapa yang kau maksud? Banyak orang yang kita lewati tadi."
"Laura! Grace!" Teriak seseorang yang menghampiri mereka berdua. "Kalian lama! Vanessa sudah menunggu kalian sendari tadi!"
Laura dan Grace segera menghampiri yang Freya maksud. Mereka memang berjanji berkumpul setelah jam kuliah siang ini. Menghabiskan waktu sejenak dan berbincang seperti gadis lain. Dapat Laura lihat bagaimana wajah datar Vanessa yang menatap mereka berdua yang terlambat datang. Dapat Laura dengar Grace menelan salivanya yang takut dengan Vanessa yang beraut datar itu.
"Apa kalian berdua melupakan ku sampai asik mengobrol di lorong tadi?" Tanya Vanessa kepada Laura dan Grace yang dapat ia lihat tadi berjalan sangat lamban disana tadi.
"Kami baru saja keluar dari kelas dan dalam perjalanan kemari. Apa selama itu?" Tanya Grace yang meragukan keterlamban mereka berdua. Kedua wanita ini tak pernanh sedikit pun tidak beragumen sehari saja dan syukurnya Vanessa segera melerai mereka berdua.
"Kalian tau aku baru saja melihat lelaki setampan itu, dia seperti bukan manusia, tapi seorang malaikat." Ucap Laura tiba-tiba ditengah perkelahian kecil mereka. Laura tak bisa melepas bayangan lelaki tadi. Masih terekam jelas bagaimana sosok lelaki jangkung itu melewatinya.
"Siapa lelaki yang lebih tampan dari pada Neel? Siapa? Katakan!" Seru girang mereka bertiga yang menatap Laura yang kini menjadi pusat perhatian.
"Neel tak ada apa-apa nya dengan dia. Neel dibawahnya. Dia pokoknya jauh diatas Neel."
"Jangan bilang seperti profesor Will yang kau katakan tampan itu." Seru Freya yang menatap tajam Laura. Mengingat jika profesor Will yang sudah berumur setengah abad itu pernah Laura katakan tampan. Grace dan Vanessa segera berucap dan melempar kekecewaan saat dikelas profesor Will tadi. Mereka berdua terus mengutarakan kekesalannya tanpa habis. Freya dan Laura hanya bisa diam dan mendengar ocehan mereka berdua yang tiada habisnya dibahas. Menyadari matahari lebih terasa menyengat Laura teringat akan kelas terakhirnya yang sudah mulai. Gadis itu sontak berdiri yang membuat teman-temannya terkejut. Laura melirik jam yang melingkar dipergelangan tangannya pukul 01.10 siang.
"Kelas ku sudah mulai. Besok kita lanjut kan lagi." Bergegas pergi memberikan lambaian kepada temannya yang dibalas. Mereka hanya bisa diam dan bertanya tak seperti biasanya Laura lupa dengan jam kuliahnya. Biasanya gadis itu yang paling ingat dan tak pernah terlambat.
Laura berlari menuju gedung yang dapat ia lihat dari tempatnya berkumpul tadi. Lorong yang masih sama seperti tadi. Gadis itu melesat begitu saja melewati orang-orang dan lelaki yang ia lihat tadi baru saja ia lewati dan sekali lagi saat Laura berhenti dan menolehnya lelaki itu menghilang.
"Aku terlambat!" Rengeknya yang kini sudah duduk disalah satu bangku kosong di kelas, tapi ternyata professor Will ternyata terlambat mausk hari ini. Gadis itu segera melirik jam dipergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 01.11 Laura membulatkan matanya sempurna.
"Selamat siang." Profesor Will kini masuk dan bersiap memberikan penerangan di depan. Laura segera mengisi absen. Gadis ini tak bisa fokus kembali hari ini. Bagaimana bisa dirinya sampai dikelas hanya dalam waktu semenit mengingat jarak tempuh dari tempat nya berkumpul tadi seratus meter.
Suasana kelas yang sedikit ricuh dengan canda gurau yang dilontarkan professor Will berhasil membuat pikiran Laura teralihkan. Gadis ini terlarut dalam kelas hingga tak menyadari dengan lelaki yang mengisi pemikirannya tadi memperhatikannya dari belakang kelas. Duduk seperti mahasiswa lain dan memperhatikan profesor Will, tapi yang berbeda hanya dirinya yang tak terlihat itu saja. Profesor Will segera mengakhiri mata kuliah hari ini dan keluar. Begitu pun dengan mahasiswa yang lain, tapi Laura sedikit lebih lamban karena harus menghubungi Neel. Setelahnya gadis itu berdiri dengan diikuti lelaki yang duduk tak jauh darinya itu. Hanya tinggal mereka berdua dikelas. Baru beberapa langkah kedepan Laura berbalik badan dan lebih memilih pintu belakang kelas ia keluar, tapi tertabrak lelaki ini.
"My bad." Ucapnya tanpa menatap wajah lelaki itu dan lekas pergi. Berbeda dengan Laura yang menganggap itu biasa dan meminta maaf. Lelaki itu semakin yakin dengan apa yang baru saja terjadi. Gadis itu menabraknya dan mengajaknya berbicara. Dia benar-benar melihatnya.
"It`s really you."
***
Seperti matahari yang selalu terasa hangat dikala bersinar dan angin dingin yang datang membawa pesan cuaca hari. Laura hampir melupakan syalnya. Gadis itu segera kembali kedalam rumah syukurnya dia teringat saat didepan pintu. Laura berlari masuk dan segera berangkat bekerja hari ini. Semalam memang turun salju tak banyak dan ia berharap hari ini juga saat Laura pulang salju tak turun. Jika ia dirinya akan kesulitan tidur dengan suhu yang terus menurun setiap menit itu.
Kringg!
Dering bel café menandakan seseorang masuk berbunyi. Laura akhirnya sampai ditempat kerjanya setelah menaiki bus. Gadis ini segera bersiap membuka café bersama dengan Neel lagi. Disaat Laura mengelap salah satu meja bundar disini ia teringat dengan wanita dermawan semalam yang memberinya tip dengan kartu nama. Laura segera memberika uang bagian Neel dan kartu berwarna putih itu juga.
"Apa ini? Tak biasanya kau memberiku uang." Menatap Laura penuh selidik dan fokusnya teralih saat gadis ini memberikannya juga kartu berwarna putih itu. Sejujurnya Laura tak ingin terjebak lebih lama lagi dengan Neel. Mengingat pria ini selalu mengganggunya dan mengajaknya berbicara disaat jam kerja membuatnya kurang fokus.
Laura berpikir untuk mencari uang tambahan mengingat gajinya bulan ini pasti dipotong lagi karena cangkir ketiga sudah ia pecahkan bulan ini. Gadis ini berharap ada pekerjaan yang tak jauh dari tempat tinggalkan dan mengingat musim dingin akan datang membuatnya harus membeli makanan lebih. Laura tak tau biarkan dirinya mengikuti arus dan dia akan tau jalan keluarnya nanti.
Perlahan satu persatu meja terisi dan wanita semalam yang memberikan tip itu kembali lagi, persis apa yang ia katakan kemarin. Laura mengantarkan pesanannya dan wanita bernama Alexa itu mengajaknya berbincang sebentar dan bertanya mengenai Neel. Ah, dirinya mulai mual dengan semua ini. Neel, Neel, semua tentang lelaki itu dimana pun dirinya berada. Laura yang mulai merasa resah bertukar tempat dengan Neel agar wanita itu berbicara dengannya langsung saja.
Laura tau apa kartu yang wanita itu berikan kepadanya semalam. Bukan kah warna dan nama yang tertera sudah terlihat jelas. Wanita itu mencari untuk menjadi modelnya. Wajah tampan darimannya coba. Neel hanya lelaki menyebalkan yang terus ia dengar sepanjang ia berjalan.
"Satu lemon tea."
Laura kesal disaat Neel tersenyum seperti hangat seperti itu. sudut bibirnya yang berangkat membuat deretan gigi nya terlihat. Lelaki itu awas saja jika dia sehabis ini sombong kepadaku. Laura bisa membayangkan seberapa ocehan yang akan lelaki itu keluarkan dan seberapa ingin dirinya menutup mulut itu.
"Satu lemon tea, tolong."
"Ah, ya satu lemon tea ada lagi? Take away or drink it here, sir?" Laura memang gadis ceroboh dan dia mengakui itu. Lihat saja antrian yang sudah memanjang itu. Gadis ini diruntuti kegelisahan dan khawatir bos nya akan datang dan memarahinya seperti kemarin.
"Drink it here." Ucap lelaki yang sibuk melihat lihat isi café. Dia segera mengambil duduk dan antrian memanjang itu perlahan menghilang. Neel yang sudah selesai dengan urusannya kembali bekerja. Ribuan kutukan sudah ia sematkan untuk lelaki itu jika kesombongannya kali ini melebihi batas kewajaran.
Malam semakin terasa dan tanpa Laura sadari salju sudah turun semenjak tadi. Lagi-lagi café ditutup lebih cepat karena ini malam pertaman musim dingin dan takut jika salju pertama akan lebih banyak turun dari waktu ke waktu.
"Laura, apa kau mengenal pria itu?" Menunjuk orang yang duduk disana sudah lebih dari tiga jam. Laura tau siapa yang Neel tunjuk.
"Dia terus menatapmu dari tadi. Apa kau tidak merasakannya?"
Sejujurnya Laura sendiri merasakannya dan lelaki itu adalah lelaki yang sama saat itu melihatnya dikampus tadi. Ini ketiga kalinya ia melihatnya dalam sehari dan sejujurnya lelaki itu terlalu menonjol meskipun hanya duduk dan menatap kelaur jendala saja banyak pasang mata yang memperhatikannya.
"Kita pulang bareng lagi ya." Ucap Neel yang takut terjadi apa-apa dengan Laura ditengah jalan dan Laura mengiyakan ajakannya itu. Tapi, bukan kah aneh jika lelaki itu terus memandanginya. Bukan kah yang harus ia lihat itu Neel. Neel lebih mencolok darinya.
Mereka menutup awal lagi café malam ini dan salju semakin deras turun. Untung saja Laura tak melupakan syalnya. Lelaki yang sama ia temui itu mengambil jalan yang sama sepertinya. Ini membuatnya semakin gelisah.
"Apa dia masih dibelakang?" Bisik Laura mencoba tak membuat lelaki dibelakangnya curiga. Neel yang meresponnya dengan gelengan. Laura menoleh dna melihatnya, Neel berbohong kepadanya lelaki itu masih ada dibelakang. Bahkan sampai di rumahnya Laura masih dapat melihat lelaki itu dari ekor matanya.
"Neel, dia masih disana." Bisik Laura yang sudah berdiri diambang pintunya dengan lampu teras yang sudah menyala. Neel menoleh kesana kemari, memeriksa lelaki yang Laura maksud, tapi dia tak menemukannya sama sekali.
"Dia disana. Dia berdiri disamping tong sampah itu."
"Tidak ada siapa pun disana Laura. Itu mungkin hanya khayalanmu saja. Ini sudah malam dan salju semakin turun lebat aku juga harus pulang." Mengacak rambut hitam kecoklatan Laura dan tak lupa dengan senyum yang mengembang itu berhasil membuatnya sedikit lebih tenang.
Neel pergi bergegas sebelum suhu semakin merendah dan Laura bergegas masuk pergi tidur menyalakan penghangat ruangan. Rasa letihnya terasa berkurang setelah dirinya mandi dengan air hangat. Gadis itu terlalu letih untuk membuka buka buku dan berencana tidur lebih cepat hari ini. Lampu yang masih menyala dan Laura terlalu letih untuk mematikannya. Gadis itu membiarkannya begitu saja meskipun biasanya dia tidur dengan lampu mati.
"Kali ini saja aku membantumu."
Sebelum tertidur Laura dapat mendengar seseorang mengucapkan kalimat itu. tapi, gadis itu terlalu letih dan begitu cepat menutup matanya dan menuju alam mimpi. Lelaki yang mematikan lampu itu berjalan mendekat dan menatap penuh saksama wajah gadis yang tak pernah berubah selama seribu tahun terkahir ini. Hanya warna rambut dan bola mata nya saja yang berubah mengikuti perkembangan zaman. Dia merindukan gadis bermata keemasan itu.
"Dia sekarat. Tolong akhiri siksaan pedih itu."