Kini dirinya tau disaat tak sengaja berjalan-jalan ke ibu kota dan mengetahui kebenaran jika gadis berambut hitam itu adalah seorang putri kerajaan yang haus akan ilmu pengetahuan. Itu alasan kemana dirinya selalu datang kehutan dengan membawa beberapa buku yang ia baca dan itu juga kemana dia juga menjelajahi seisi hutan dan tak kenal takut.
Di hari yang sama dirinya tak sengaja menunjukkan sosok aslinya yang bertubuh besar dengan mata merah yang menyala membuat siapa pun takut. Kini dia takut jika Ely melihat wujud aslinya yang begitu menyeramkan.
"Raven?"
Aku tanpa pikir panjang melarikan diri dan tak pernah muncul kembali selama sebulan penuh. Aku benar-benar ingin menemuinya, tapi sosok yang tak pernah ia perlihatkan ini akan bertahan selama sebulan penuh dan mencari perlindungan di balik cahaya. Dunianya, kunci masuk ke duniannya di hutan kegelapan.
Aku tau dia memanggil namaku dan selalu menungguku setiap hari tak sehari pun ia meninggalkan tempat dimana kami selalu duduk. Hanya sebuah buku yang kini menemaninya.
"Aku tau kau disini! Maaf aku berteriak." Mengecilkannya suaranya dan seekor kelinci datang kepadanya. Melihatnya dengan memalingkan kepalanya. Menatap juah ke dalam hutan.
"Pertama, maaf karena tak memberitau jika aku seorang putri, tapi setidaknya kita sekarang impas dengan kebenaran yang kita lihat bersama. Kedua,…" Ely berpikir. Dia sekarang tak memakai sihir yang merubah penampilannya lagi. tudung yang masih ia kenakan kini ia turunkan dan membuat sosok yang bersembunyi yang selama ini memperhatikannya melihat surai perak yang sangat indah itu.
Aku disini, Ely.
Sejujurnya Raven sangat ingin datang dan duduk tepat disampingnya, tapi ia tak bisa. Sosok menyeramkan ini masih bertahan.
"Kurasa sekarang kau sedang mengejek ku diam-diam di dalam hutan bukan, karena mengatakan hal yang tak berguna."
Mendengar pernyataan itu membuatnya ingin tersenyum, tapi ia tak bisa. Kulit yang biasanya ia pakai kini tak bisa lagi.
"Ketiga, bisa kah kita bertemu lagi? Aku merindukanmu, Raven."
"Aku juga."
Mendengar lirih seseorang dibelakangnya membantunya sontak memutar badan, tapi tak dapat melihat siapa pun.
"Kau disini!" Ungkapnya tak percaya.
Gadis bersurai perak itu hendak mendekat, tapi dihentikan akan perkataannya.
"Jangan mendekat! Aku mohon, Ely."
Ucapan terakhirnya yang memohon tidak digubris oleh Ely. Dia semakin mendekat dan mencari sosok yang selama sebulan penuh ini ia cari. Perlu sebuah perjuangan untuknya datang kemari secara diam-diam karena kakak perempuannya yang semakin gencar mencarinya dan masuk ke dalam kamarnya karena tak ingin dirinya tiba-tiba menghilang lagi.
"Aku tak ingin membuatmu takut." Lirih Raven sekali lagi.
"Hei, apa kau lupa apa yang paling aku takutkan?"
"Kesendirian." Ucap mereka bersamaan.
"Aku mohon, Raven. Kau tau diriku lebih baik dari siapa pun. Aku berjanji tak akan takut."
"Maaf, aku tak bisa. Aku terlalu takut kau akan meninggalkan ku sendiri, Ely."
"Aku menemukanmu."
Dia berdiri tepat didepannya. Di saat matahari sudah menghilang sinarnya. Raven yang hendak lari dan menghilang dicegah Ely dengan sentuhan lembutnya.
"Aku tak takut benar kan?" Memberikan senyuman hangat yang ia pikir tak akan ia lihat jika dia sudah melihat sosok aslinya.
Tepat pada saat itu juga dia perlahan berubah. Disaat matahari sudah menghilang hanya meninggalkan jejak jingganya ia masih bisa berubah menjadi manusia. Tepat saat itu juga tubuhnya yang besar seperti seekor monster dengan tanduk yang menghiasi kepalanya perlahan menyusut dan kembali ke wujud manusia.
Ely yang melihat tubuh Raven sudah berubah dengan tudung lusuh yang menutupi tubuhnya memukulnya sangat keras, dan itu membuat Raven terkejut dan mengelus dadanya, tempat Ely baru saja mendaratkan pukulan yang sama sekali tidak menyakitinya.
"Kau tau seberapa takutnya aku jika kau benar pergi dan meninggalkanku sendirian."
Air mata yang ia tahan kini membasahi wajahnya dengan cepat.
"Aku benci kau! Aku benci salju! Aku benci semuanya! Hiks…." Menatap tegak Raven dengan tangis yang masih ia tahan.
"Maaf."
Raven terntunduk diam dan tak mengerti harus apa. Ely juga tak tau harus melakukan apa dia hanya mencoba berdiri tegak sesuai tradisi dan tata krama yang ia pelajari selama ini.
Untuk keluar kerjaan Utara mereka dilarang menangis dan harus menahannya bahkan saat mereka hanya berdua dengan seseorang dan berdiri tegak dengan maksud bahwa mereka tak akan tunduk diam, melemah karena kesedihan mereka.
Mereka berdua hanya saling menatap dengan mata sendu masing-masing. Menatap jauh ke dalam diri mereka dalam pantulan manik bola mata mereka. Hutan bersalju yang perlahan menggelap. Malam tiba saat itu juga. Tidak hanya Raven, tapi Ely juga tak ingin bergerak seinci pun dari tempatnya.
Saat hewan malam yang bercahaya itu datang dan mengelilingi mereka. Ely tersadar dan berbalik badan.
"Ely!"
"Maaf, aku harus segera pulang. Besok kita bertemu lagi." Surai peraknya yang terangkat oleh angin karena langkahnya yang lebih cepat. Rembulan kala itu bersinar terang menjadi penerang jalan pulangnya.
Meskipun untuk seorang iblis sekali pun Raven masih memiliki hati nurani. Melesat dan merangkul pingga Ely, mengangkatnya. Ely yang terburu-buru oleh waktu itu harus segera kembali pulang.
"A-pa yang kau lakukan?! Ini sangat tidak sopan!"
Tanpa Raven perlu bertanya dan membaca isi pikiran gadis itu tanpa perlu meminta ijin. Tempat pohon tua tak berdaun letaknya di barat hutan ini Ely harus berada disana. tempat jalan rahasia yang menghubungkan dengan perpustakaan sayap kiri. Siapa sangka itu adalah tempat teleportasi tersembunyi.
"Te-rima kasih, Raven." Ucap Ely malu-malu dan masuk ke lubang pohon yang berongga ditengahnya dan lingkaran sihir yang tercetak jelas di bawahnya memancarkan cahaya saat Ely mengucapkan kalimat sihir dan membawanya pergi.
Masih tercetak jelas bagaimana punggung itu pergi dan meninggalkannya dalam tubuh tak bernyawa itu. Lelaki yang sudah hidup selama seribu tahun lebih itu tak mengalihkan pandangannya seinci pun dari Ely. Lelaki ini tak bosan menatap wajah yang selama ini tak bisa ia ingat. Entah sudah berapa lukisan yang sudah ia lukis, tapi tak pernah ia anggap itu selesai.
Tunggu kenapa Eli membenci musim dingin. Padahal salju adalah tempatnya pulang. Kerajaan Utara, dimana dikenal sebagai kerajaan bersalju yang abadi. Seharusnya ia mengingat pertemuan pertama mereka. Disaat salju hari itu terasa lebih hangat sekaligus begitu misterius membuat Sang tuan putri terhipnotis masuk kedalamnya.
Raven tak mengerti, tapi setiap saat salju pertama kali turun dimusim dingin. Wujud aslinya akan terlihat. Rauman menyeramkan yang menggema ke suluruh hutan. Hewan magis yang mendengarnya bergedik ngeri.
Corbin sangat paham akan Raven. Perasaan yang hanya bisa ia luapkan saat dalam wujud ini. Rauman itu adalah tangis kesedihannya. Dalam wujudnya dengan tanduk yang melengkung dengan nyala api biru yang menyala di ujungnya. Tangannya yang lebih memanjang dan kuku yang tanjam dan tak lupa dengan wajah yang dipenuhi seperti tato yang mengalir turun melewati kedua kelopak matanya.
Sorot matanya yang sudah berubah. Nyala matanya yang merah membuat siapa pun bertekuk lutut.
Luka peperangannya seribu tahun yang lalu masih membekas hingga sekarang. Dadanya yang pernah tertembus oleh pedang para bangsa malaikat. Raven masih dapat ingat bagaimana rasa sakitnya hingga sekarang.