Chereads / The Face I Forget / Chapter 11 - ARION

Chapter 11 - ARION

"Laura!"

"Hei, Laura!"

Entah hanya perasaanya saja, tapi Arion seperti berada dimana saja. mereka bertemu setiap hari dan itu membuatnya senang sekaligus bingung. Mereka berdua sekarang berada di perpustakaan dengan tugas sama yang mereka dapatkan dari professor Lee. Arion dan Laura menjadi jauh lebih dekat dari sebelumnya.

Jika bisa Laura ingin menghentikan waktu. Hanya sesaat saja. Sesaat itu juga dia akan menatap Arion dan menyentuh wajah itu tanpa laki-laki itu sadari. Itu yang Laura ingin kan.

"Laura, apa kau sudah selesai dengan buku itu. Jika iya aku ingin…."

Arion yang awalnya hanya tertunduk diam membaca salah satu buku yang ia ambil asal dan membacanya. Sedangkan gadis yang duduk di depannya hanya membuka buku dan menopang dagunya menatapnya.

"Hei! Laura, wake up!" Panggilan Arion yang berhasil membuyarkan lamunan gadis itu. Laura tertangkap basah. Betapa malunya sekarang dia.

"Kau menikmatinya?" Arion yang menopang dagunya dengan salah satu tangan menatap laura lekat. "Bukan kah kau ingin terus menatapnya?"

Laura tak mengerti. Dia terlalu malu untuk menatap Arion. "W-what you mine? I don`t understand."

Arion tersenyum dan semakin bersemangan menjahili Laura. Sifat manusianya membuat Laura memiliki daya tarik. Berbeda saat mereka bersama dulu. Arion hanya mengatakan apa yang sebenarnya dia dengar dari isi pikiran gadis itu tadi yang membuatnya tak bisa konsen membaca. Jadi sekarang mereka impas.

Karena merasa malu Laura bergegas membereskan buku yang akan ia pinjam untuk referensi. Laura tak tahan tatapan Arion yang semakin membuat wajahnya terasa terbakar. Bahkan sekarang Laura masih bisa merasakannya.

"Padahal wajahmu tadi lucu. Kenapa kau buru-buru pergi?" Arion tersenyum dan kembali mengembalikan buku ke tempatnya dia mengambilnya. Rak yang tinggi mengapitnya sekarang. Kosong. Dengan cepat Arion mengambil langkah dan menghilang seketika. Asap putih yang nampak transparan itu membuatnya hilang.

***

"Apa kalian jangan-jangan jadian dibelakang kami?" Gadis bermata biru itu menatap Laura. Mereka sekarang berkumpul di kantin campus. Membuat obrolan ringan, menghilangkan tekan dan tugas sejenak dari kelas.

Semua mata mereka bertiga tertuju ke Laura. Laura segera menggeleng cepat dan menjelaskan tak memiliki hubungan apa pun dengan Arion. Mereka hanya sekedar teman yang secara kebetulan sering bertemu.

"Kau tau Laura." Grace yang duduk di samping Laura. "Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Semua pasti sudah direncakan."

Freya dan Vanessa jika membenarkan pernyataan Grace. Mereka percaya Laura dan Arion sudah mempunyai hubungan jauh melebihi hanya sekedar teman.

"I tell you. Arion... he`s just my friend."

"Arion just friend or boyfriend, hm?"

Gelak tawa kini mengisi kekosongan mereka bertiga. Melihat Laura yang tak bisa membalas hanya tertunduk diam dengan wajah yang sudah seperti kepiting rebus itu. Grace semakin gencar menjahili Laura.

Salju datang lebih cepat dari mereka kira. Keluarga Freya yang kebetulan mempunyai sebuah villa dikaki gunung mengajak mereka berlibur disana sembari bermain ski dan juga begadang semalaman saling bercerita menatap langit yang bercahaya dengan aurora yang menghiasi malam mereka.

Mereka senang mendengar usulan liburan bersama, tapi Laura tak bisa.

"Kenapa? Tahun ini kau juga tidak bisa. Ajak Neel dan Arion juga. Mereka berdua bisa memeriahkan liburan kita." Grace yang dengan penuh semangat mengajak Laura dan mengusulkan mengajak kedua temannya yang sudah mereka ketahui itu. bahkan Freya sebagai tuan rumah memperbolehkan mengajak kedua orang itu.

"Sorry, guy`s. I can`t go. Summer vacation we can get together."

Mereka bertiga tentu saja sedih, tapi Laura memang tak pernah menghabiskan liburannya saat musim dingin sudah tiba. Dia akan semangat bekerja dan mencari kado untuk ibunya.

"It`s okay, maybe next year you can."

Liburan musim dingin yang mereka nanti akhirnya datang. Gadis bermata hanzel dengan rambut yang ia gerai sibuk membersihkan meja yang baru saja seorang pengunjung gunakan. Membersihkan cangkir dan piring mereka, tak lupa mengelapnya juga.

Bahkan untuk hari kerja sekarang banyak sekali pengunjung yang datang dan tak lupa beberapa pelanggan yang sudah Laura hafal diluar kepala. Mereka memang sering datang terlebih lagi saat cuaca dingin seperti ini.

Jarum pendek semakin mendekati angka dua. Malam yang sunyi kini menemaninya. Jalan yang sudah sepi karena suhu dingin yang semakin menusuk membuat semua orang lebih memilih bermalas-malasan di dalam rumah.

Bahkan hari ini juga Neel mengantarkannya pulang. Tak sedetik pun mereka berdua ditemani oleh kata kesunyian saat bersama. Cerita keseharian, masalah yang sedang menimpa mereka berdua, bahkan untuk sekedar menyalurkan kesukaan yang kebetulan sama mereka berdua sukai. Membaca komik.

"Neel, sebaiknya kau cepat pulang. Hari semakin dingin sekarang." Laura merasa keberatan jika Neel selalu mengantarnya pulang seperti. Terlebih lagi ini musim dingin. Laura tak tega meninggalkan lelaki itu melangkah pulang sedirian ditengah salju yang sudah menumpuk.

"Tidak, jika kau sudah di dalam rumah."

Neel yang Luara kenal memang keras kepala dan selalu menuntaskan semua yang sudah ia mulai. Dia lelaki yang bertanggung jawab dan perhatian.

Saat Laura membuka pintu dan menawarkan minuman hangat untuk Neel, tapi dia menolaknya. Laura terkejut melihat ruangan tamunya sudah dipenuhi salju yang berterbangan. Kepingan salju yang sama Neel lihat.

Betapa terkejutnya pohon yang berdirih kokoh disamping rumahnya tiba-tiba roboh begitu saja menimpa ruang tamunya. Laura tak bisa berkata-kata. Dia berjalan masuk dengan mulut terbuka lebar yang ia tutup tak menyangka ini akan terjadi. Bibi Rose tiba-tiba muncul dan ternyata melihat Laura dari dalam rumah menyusuruhnya mengemasi barangnya dan menginap di rumahnnya malam ini.

Neel yang ikut membantu Laura terpaksa ikut menumpang tidur juga di bibi Rose. Padahal Neel sudah menolak dan lebih memilih segera pulang ke rumah, tapi bibi Rose memaksanya dan dia berakhir ikut juga menumpang tidur.

Tetangganya sudah membantu menyingkirkan beberapa cabang pohon, tapi salju yang turun deras menghentikan kegiatan itu dan memutuskan besok mereka akan melanjutkannya. Laura yang tak tau jika pohon tumbang saat dia bekerja tadi.

Laura berniat menuju kamar yang sudah disiapkan bibi Rose. Semua penghuni rumah ini sudah tidur kecuali Laura dan Neel yang sekarang sedang berada di ruang tamu. Dengan salah satu sofa yang menjadi tempat tidur Neel untuk malam ini.

Mereka berdua duduk berdampingan. Karena Laura merasa tak enak dengan sikap bibi Rose yang terlalu memaksa Neel untuk menginap tadi.

"Neel, maafkan sifat bibi Rose tadi ya."

"it's okay. Sofa nya nyaman."

Sekarang mereka kini diam dalam kecanggungan.

"Be careful. Aku merasa kau harus waspada kepada Arion."

Laura tak mengerti. Padahal mereka berdua saling mengobrol tadi dan dari yang ia lihat Neel juga bersikap ramah kepada Arion. Padahal Arion itu lelaki baik dan perhatian selama ini. Bahkan lelaki itu sering membantunya tugas perkuliahan.

"Give me a reason. Why I should be careful of him?"

"Kau tau…." Mengusap tengguknya. "Hanya sebuah firasat dan aku hanya ingin memberitaumu apa yang aku pikirkan tentang dia."

Laura hanya mengangguk dan merasa firasat Neel mungkin saja salah. "Oh, begitu."

"Kenapa kau merespon hanya 'oh, begitu'. Aku mengkhawatirkanmu, cih." Memalingkan wajahnya setelah melihat repson Laura yang tak ia duga dan mengecewakan.

"Kau bergumam lagi. Apa kau ada masalah? Coba cerita kan padaku." Membenarkan duduknya dan menghadap Neel sepenuhnya. Sayangnya Neel tak bisa menolak tawaran itu dan membetulkan duduknya juga, menatap Laura yang sudah mempersiapkan telinganya untuk dirinya malam ini.

"Aku rasa ingin berhenti." Ucap Neel yang semakin diujung kalimat suaranya semakin mengecil.

"Berhenti?"

"Berhenti menjadi model."

"Kenapa? Itu cocok untukmu."

"Ini bukan masalah cocok atau tidaknya. Jika aku fokus menjadi model, maka aku akan berhenti bekerja di café."

"Kenapa tidak?" Laura menatap Neel tak percaya. "Gapai mimpimu itu. Jika aku jadi kau tentu saja aku akan berhenti bekerja di café dan lebih fokus dengan dengan karir yang aku jalani."

Perkataan Laura tak salah sedikit pun, tapi Neel merasa berat untuk meninggalkan Laura bekerja di café. Lelaki itu merasa bersalah untuk meninggalkan Laura.

Matahari bisa saja menjemput mereka jika Laura tak segera tidur. Laura bangkit dan menepuk bahu Neel, menyuruhnya juga segera tidur. Rasa kantuk itu tiba-tiba menyerangnya saat sudah melihat kasur empuk dan hangat sudah terpampang di depan matanya. Laura merasa lelah dan ingin bergegas tidur.

Bulan masih berada ditempat tertinggi untuk malam ini. Gadis kecil yang selalu menantikan dongeng sebelum tidur itu sudah terlelap tidur.

Dengkuran halus yang mengisi kegelapan kamarnya. Jendela yang ternyata belum tertutup itu membuat angin masuk dan gorden berwarna putih itu terangkat ringan.

Beberapa kepingan salju masuk dan angin lembut membawanya mendarat di selimut Laura. Seseorang yang tak diundang sudah berdiri disamping ranjang Laura. Dia perlahan mendekat. Sayap putih dan besar yang sudah terlihat samar itu perlahan tertangkup. Jubah putih dengan ornamen putih yang menghiasi pada bagian bahunya yang menjalar turun. Pakaian asli yang selama ini Arion kenakan.

Laura bergerak dalam tidurnya dan kembali diam dibalik selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhnya kecuali kepalanya saja.

"Ah, sayang sekali. Padahal kalian sudah bertemu, tapi kenapa kau belum menyadarinya."

Langkah kakinya yang ringan seperti angin itu sendiri itu berpindah tempat melihat isi kamar gadis yang masih terlelap tidur yang belum menyadari keberadaannya. Melihat kamar yang malam ini ia tempati dan mengintip dari pintu yang terbuka dan ia dapat melihat seorang pangeran dimasa lalu sedang tidur di sofa. Arion kembali, berdiri disamping Laura.

"Apa kau tak bisa menyelesaikan tugasmu yang sudah tertunda seribu tahun ini?"